Tidak sulit untuk mencari Vihara Avalokitesvara yang terletak di kawasan Banten lama ini. Kita bisa mengunjunginya sekaligus dengan dua reruntuhan keraton dan masjid Agung Banten. Lokasinya tidak berjauhan, mudah dicapai dengan angkutan umum atau kendaraan pribadi.
Bagi yang menggunakan kereta lokal jurusan Rangkas Bitung-Merak, paling pas turun di stasiun Serang. Dari stasiun, kawasan Banten lama hanya berjarak sekitar 15 km saja. Di sana juga ada kendaraan ojek online dan angkot kecil berwarna biru.
Jalan-jalan yang rusak pun telah diperbaiki oleh Pemda setempat. Kawasan Banten lama ini menjadi rapi , tidak kumuh dan lebih tertata. Tetapi jika ingin mengunjungi beberapa tempat sekaligus, memang yang paling efektif adalah membawa kendaraan sendiri.
Vihara Avalokitesvara termasuk wilayah kecamatan Kasemen, Banten Lama. Bangunan ini masih tampak kokoh dan megah, meski dibangun pada abad 16. Pada masa itu Banten berada di bawah kekuasaan Kesultanan Cirebon, dalam naungan Sunan Gunung Jati.
Pembangunan vihara ini tidak lepas dari kisah cinta Sunan Gunung Jati dengan seorang putri Cina bernama Ong Tien. Ketika Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam di Cina, sang putri terpikat kepadanya. Sehingga ketika kembali ke tanah air, putri Ong Tien kemudian menyusul.
Di Banten itu sang putri singgah, ia dikawal oleh banyak pasukan yang masih memegang teguh kepercayaannya. Karena itu Sunan Gunung Jati memerintahkan membangun vihara agar mereka bisa beribadah. Sedangkan sang putri, menjadi mualaf dan pindah ke kesultanan Cirebon.
Pada waktu gunung Krakatau meletus, vihara ini menjadi tempat perlindungan karena selamat dari guncangan gempa dan tsunami. Sampai sekarang vihara ini utuh, dengan ciri khas merah dan kuning sebagaimana vihara lainnya.
Gerbang dan atap dari vihara berhiaskan dua naga yang saling berhadapan. Mereka memperebutkan mustika sang penerang (matahari). Dua sosok naga ini tampak jelas terlihat begitu ketika berada di depan gerbang.
Di sekeliling altar Dewi Kwan Im, Â 16 patung dewa-dewa yang lain. Â Ada pula sepasang tiang penyangga berhiaskan naga. Sedangkan di bagian belakang terdapat arca Budha Gautama. Aula ini dikhususkan untuk penganut Budha. Selain itu ada pula penginapan bagi yang membutuhkan.