Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Romantika Sejarah Saidjah dan Adinda, Diabadikan di Museum Multatuli

1 Oktober 2018   20:59 Diperbarui: 1 Oktober 2018   21:31 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perpustakaan Saidjah dan Adinda (dok.anissaputri)

Kisah cinta  Saidjah dan Adinda yang memilukan adalah rekaman sejarah bangsa Indonesia . Kisah ini dituliskan oleh Multatuli, nama samaran Eduard Douwes Dekker, mantan asisten residen Belanda di Lebak, dalam bukunya yang terkenal Max Havelaar.

Saya ingat pertama kali membacanya puluhan tahun yang lalu, air mata saya mengalir. Dan ternyata ketika membaca ulang kisah ini, saya masih juga tidak dapat menahan haru. Bagaimana tidak, kisah ini merupakan gambaran kekejaman pemerintah kolonial Belanda ketika menjajah Indonesia, khususnya di wilayah Lebak, Banten.

Sekadar mengingatkan, pada masa penjajahan tahun 1830 Belanda menerapkan tanam paksa di Banten. Penjajahan itu sangat menindas rakyat karena  Adipati Lebak dan  Demang Parangkujang justru  menjadi antek Belanda, membantu Belanda memeras rakyatnya.

Rakyat harus membayar pajak yang sangat tinggi. Jika tidak mampu membayar, mereka akan merampas hasil bumi, kerbau dan hewan ternak lainnya milik penduduk. Praktik tersebut memiskinkan rakyat Banten.

Saidjah adalah lelaki Badur yang memiliki kerbau kesayangan. Kerbau itu dipeliharanya sejak kecil. Ketika ayahnya sudah  tidak sanggup lagi membayar pajak, maka kerbau itu melayang,  dirampas Belanda sebagai ganti pembayar pajak. 

Padahal  kerbau itu yang diandalkan untuk menggarap sawah mereka. Alibatnya, mereka jatuh miskin. Ibunda Saidjah tidak mampu bertahan terhadap keadaan mereka dan akhirnya meninggal dunia. Ayah Saidjah yang mengungsi ke Bogor, malah ditangkap oleh pasukan Belanda.

Saidjah sendiri tengah menjalin cinta dengan Adinda, teman mainnya sejak kecil. Mereka telah dijodohkan orang tua. Saidjah bermaksud mengadu nasib ke Batavia untuk mencari uang agar dapat membeli kerbau dan mempunyai bekal untuk meminang Adinda.

Patung Saidjah (dok.anissaputri)
Patung Saidjah (dok.anissaputri)
Meski keberatan, Adinda terpaksa merelakan kepergian Saidjah demi masa depan mereka berdua. Lalu di bawah ketapan hutan jati, mereka mengikat janji. Saidjah memberi bunga melati kering yang dahulu dihadiahkan Adinda. Sedangkan Adinda menyobek selendang birunya untuk Saidjah.

Saidjah berjanji akan kembali dalam hitungan 3 x 12 bulan. Adinda harus menggores satu guratan setiap bulan di lesungnya untuk menghitung kepergian Saidjah. Dalam 36 bulan itu Saidjah bekerja keras, menjadi bendi pada tuan Belanda  di Batavia untuk mengumpulkan uang demi masa depan.

Sayangnya sebelum masa itu berakhir, Adinda harus mengikuti orang tuanya mengungsi ke Lampung. Mereka tidak ingin lagi diperas dan justru bergerilya melawan Belanda. Adinda pun membantu ayahnya dalam melakukan perlawanan.

Remuk hati Saidjah tidak mendapati kekasihnya ketika pulang ke Lebak. Ia hanya menemukan rumah yang kosong dan hampir runtuh. Bibi Adinda yang menjelaskan bahwa Adinda mengungsi ke Lampung. Ia menyarankan Saidjah untuk segera menyusul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun