Sangat sulit menemukan are hijau terbuka di Jakarta selain wilayah Jakarta Selatan. Hawa panas yang menyengat dan polusi yang tinggi terpaksa kita nikmati setiap hari. Namun ternyata masih ada kesegaran tersisa di ujung Jakarta, yaitu di hutan Mangrove Pantai Indah Kapuk.
Hutan Mangrove ini termasuk dalam kawasan PIK, yang tak jauh dari Angke . Ada dua hutan Mangrove di sini, yang satu adalah milik pemerintah, dikelola oleh Perhutani. Hutan ini murni hanya berupa hutan mangrove yang dibiarkan apa adanya, tanpa dilengkapi dengan fasilitas wisata yang memadai.
Sedangkan hutan mangrove ke dua merupakan bagian dari PIK, dikelola dengan baik sebagai kawasan wisata, namanya Taman Wisata Alam. di sini ada berbagai fasilitas bagi para wisatawan untuk lebih menikmati kesegaran hutan Mangrove, termasuk pondok kemah dan vila yang disewakan.
Beberapa hari yang lalu saya dan teman-teman Clickompasiana ke sana. Kami bertemu di stasiun Jakarta KOta. Maklum karena saya berangkat dari arah Bogor. Dari Beos kami menggunakan bus TransJakarta ke PIK. Turun di depan Gerbang bisa jalan sedikit atau naik angkot berwarna merah, turun depan sekolah Budha Tzu Chi.
Setelah membeli tiket seharga Rp 30 ribu untuk orang dewasa, kami pun langsung masuk. Berhubung sudah terdengan adzan Lohor, saya berniat menunaikan ibadah terlebih dahulu supaya hati menjadi tenang. Untunglah ada masjid cantik yang letaknya hanya beberapa meter dari gerbang.
Meski tak jauh dari gerbang, masjid ini dikelilingi hutan bakau dengan perairan yang cukup dalam. Tidak ada buaya di sini, hanya saja masih berkeliaran biawak dalam ukuran besar. Begitulah yang dikatakan penjaga masjid. Â Masjid ini menjadi tempat menyepi yang cukup menggoda.
Nah, godaan lainnya adalah penjual es kelapa muda. Dalam cuaca yang terik, saya tak bisa menahan diri untuk menikmati kelapa muda. Minuman inilah yang paling  saya sukai selain kopi. Kami minum kelapa muda sambil memperhatikan tingkah laku monyet di kandang yang tak jauh dari si penjual.
Tak disangka ada monyet liar merampas roti milik Annisa sampai dia menjerit kaget. Kami tak menduga masih banyak monyet liar berkeliaran. di atas pohon-pohon bakau sekitar, ternyata ada beberapa monyet bergelantungan sambil menunggu kelemahan manusia untuk bisa mencuri makanan.
Kami mengambil foto sejenak di depan kanting yang dihiasa payung warna-warni. Setelah itu berjalan memasuki kawasan hutan yang sebenarnya. Â Ada sebuah peta yang sudah buram menunjukkan lokasi hutan mangrove. Jadi kami menyusuri saja jalan yang telah ditunjukkan dengan tanda panah.
Jalan utama cukup besar, bisa dilalui mobil. Memang kita boleh membawa masuk mobil asalkan membayar. Terutama bagi wisatawan yang menyewa vila atau pondok kemah. Hal yang dilarang adalah membawa kamera DLSR, bisa didenda satu juta Rupiah.