Eropa memang terbelah dua dalam menyikapi persoalan perseteruan Amerika Serikat dan Turki. Sebagian negara-negara tersebut memang menjadi mitra atau sekutu utama dari negara adidaya tersebut. Tetapi sebagian lagi ternyata justru mendukung Turki dan mengecam keputusan Donald Trump yang menghukum Turki.
Negara-negara tersebut adalah yang sudah menjadi rekanan Turki sejak lama, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Banyak pengamat ekonomi mengatakan bahwa kejatuhan Lira Turki selama beberapa minggu terakhir adalah hasil manipulasi yang tidak terbukti.
Jerman dan Italia tidak memberikan dukungan terhadap langkah Amerika Serikat untuk mengguncang perekonomian Turki. Â Mereka mengkritik keputusan Trump yang menaikkan pajak bea impor baja dari Turki yang mulai berlaku sejak Senin lalu.
Kanselir Jerman, Angela Merkel mengatakan bahwa mereka ingin melihat kemakmuran ekonomi di Turki dan menekankan bahwa tidak ada kepentingan dalam destabilisasi ekonomi negara. Juru Bicara Pemerintah Jerman, Steffen Seibert juga menandaskan bahwa stabilitas ekonomi Turki bermanfaat bagi dinamika ekonomi Jerman.
Menteri Ekonomi Jerman, Peter Altmaier menolak secara terangterangan keputusan Trump. Ia melihat perang dagang ini melambatkan dan menghancurkan pertumbuhan ekonomi  dan menimbulkan ketidakpastian.
Altmaier menjelaskan, pelajaran dari  masa lalu menunjukkan bahwa konsumen sangat terpengaruh oleh perang dagang.  Jerman ingin menjaga hubungan ekonomi dengan Turki. Menurut dia, Turki berdiri untuk keamanan dan keandalan di Eropa.
Menurut rencana, Peter Altmaier akan mengunjungi Turki pada tanggal 25-26 Oktober mendatang untuk meningkatkan hubungan bilateral. Ia membawa rombongan delegasi  dari 80 anggota perusahaan terkemuka Jerman.
Turki adalah pasar ekspor terbesar keempat bagi Eropa, sebaliknya Uni Eropa adalah pasar ekspor terbesar Turki. Impor Turki dari Uni Eropa masih didominasi dengan kebutuhan manufaktur, mesin, sarana transportasi dan produk-produk kimia.
Tahun lalu, ekspor Turki ke Uni Eropa mencapai 69,8 Miliar Euro, sedangkan impor dari Uni Eropa tercatat sebesar 84,5 Miliar Euro. Jelas, Uni Eropa akan kehilangan pemasukan yang sangat berarti jika Turki mengalami kesulitan dalam perekonomian.
Sedangkan Wakil Perdana Menteri Italia, Giancarlo Giorgetti mengatakan bahwa negaranya dapat menghadapi serangan yang serupa seperti yang dilancarkan kepada Turki. Ia memperkirakan serangan ekonomi akan terjadi di bulan depan karena dipengaruhi volume perdagangan musim panas.
"Pasar dihuni oleh dana spekulatif yang lapar, yang memilih mangsa dan menerkam mereka," jelas Giorgetti. Â Menurut dia, di musim panas volume pasar kecil dan siapapun bisa meletakkan dasar untuk inisiatif agresif melawan suatu negara. Turki adalah sebagai contoh nyata.