Menjelang datangnya lebaran adalah saat untuk kerja bakti bagi seluruh keluarga. Hari raya Idul fitri adalah hari yang istimewa. Karena itu keluarga kami menyambutnya secara maksimal.
Bapak tetap fokus di masjid  karena beliau ketua masjid. Bapak masih menjadi imam, lalu mengatur pembagian zakat fitrah. Selain itu menggerakkan segenap remaja masjid untuk mempersiapkan shalat hari raya.
Di rumah, ibu mulai mengeluarkan perintah perintah. Bagi anak dan cucu laki laki kebagian tugas membersihkan rumah. Setiap sudut dibersihkan kaca kaca dilap dan pagar digunakan. Setelah itu mengecat dinding.Â
Bagi yang perempuan, tugasnya adalah menyiapkan makanan lebaran. Ada yang spesialis membuat kue, Â ada yang masakan besar seperti rendang, sayur pepaya dsb. Ibu sendiri membuat lontong dari daun pisang kepok dan mengisinya dengan beras.Â
Biasanya saya dibantu salah seorang kakak. Tapi kalau tidak ada, Â saya kerjakan sendiri. Dua liter beras ketan ditanak sehingga matang. Kemudian diletakkan di atas baskom atau nampan yang lebar.
Setelah agak dingin, mulai lah saya menggulung sekepal ketan dengan menggunakan sarung tangan atau lapisan plastik di tangan. Gulungan itu lalu dipipihkan dengan tekanan telapak tangan.Â
Saya memasukkan satu sendok abon ayam atau sapi ke tengah adonan ketan yang dipipihkan. Ketan digulung kembali hingga mulus bentuknya, Â tidak ada lubang. Lalu diletakkan di atas wadah lebar seperti tambir yang sudah dialasi daun atau plastik.Â
Dua liter beras ketan bisa menghasilkan kira kira seratus gulungan ketan lemper.  Setelah semua digulung  saya mulai membungkusnya dengan daun pisang. Kedua ujung gulungan dirapatkan dengan lidi atau biting. Setelah ppembungkusan selesai, gulungan lemper dimasukkan ke dalam dandang.  Lemper dikukus kira kira selama 40 menit. Mengukusnya menggunakan kompor minyak tanah.
 Kalau sudah matang,  didinginkan dulu di atas tambir atau nampan. Setelah itu dimasukkan ke dalam bakul sampai waktunya disajikan di hari lebaran. Sebelum disajikan,  kedua ujung daun dirapikan dengan gunting.Â
Lucunya, pada saat saya menggulung ketan ada beberapa keponakan yang mengelilingi. Mereka bukan mau membantu, tapi berharap saya memberikan gulungan ketan yang sudah berisi abon. Â Meski belum dikukus, Â ketan ini sudah matang dan enak dimakan.Â