Perancis begitu gencar menyerang Suriah mendampingi Amerika Serikat dan Inggris. Dengan begitu menyiratkan bahwa Perancis ingin kembali ke masa lalu ketika menguasai wilayah Suriah. Agaknya Perancis menyesal dahulu memberikan kemerdakaan untuk negara tersebut. Padahal Suriah adalah 'sapi perah' yang bagus.
Sebelum Perang Dunia I, Suriah di bawah kekuasaan Turki Utsmani.  Suriah pada saat itu dikenal sebagai  Suriah Raya atau negeri Syam, mencakup Suriah, Lebanon, Yordania dan Palestina. Namun kekalahan Turki pada Perang Dunia I menyebabkan Suriah lepas dari Turki.  Kemudian Liga Bangsa-Bangsa (yang sebetulanya dikuasai Amerika Serikat dan sekutunya) membagi-bagi wilayah Suriah  dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.
Perancis mendapat jatah  Suriah dan Lebanon. pembagian ini berdasarkan fakta bahwa pada abad 18 Suriah merupakan daerah kekuasaan kekaisaran Perancis. Lebanon yang mayoritas penduduknya kristen lebih banyak menunjukkan kepatuhan konstitusi buatan Perancis. Sedangkan pada Suriah, Perancis membentuk pemerintahan boneka. Suriah sepenuhnya di bawah kendali Perancis hingga Perang Dunia II.
Kekalahan Perancis pada Perang Dunia II memaksa perancis meninggalkan daerah jajahannya. Suriah mendapatkan kemerdekaan pada 24 Oktober 1945. Â Pasukan Perancis secara berangsur-angsur meninggalkan Suriah. Â Pada tanggal 17 April 1946, semua pasukan Perancis sudah hengkang dari bumi Suriah. Tanggal 17 April ini yang dijadikan hari Kemerdekaan Suriah.
Selanjutnya Suriah termasuk dalam Republik Arab Bersatu, tetapi pada tahun 1961 memisahkan diri. Ketika partai Baath memenangkan Pemilu dan mengendalkan pemerintahan, Suriah mulai mengalami peningkatan. Sektor Industri meningkat pesat pada periode 1970-1982. Pemerintah Suriah mampu menyediakan lapangan kerja dan membayar gaji karyawan.
Kerjasama antara Suriah, Rusia dan Iran sangat harmonis, baik dari segi perdagangan gas dan minyak, penjualan senjata dan penjagaan teritori agar tidak  dicampuri kubu Barat. Hal inilah yang membuat iri Amerika Serikat dan sekutunya. Keserakahan mereka yang tidak ingin ada pihak lain mendapatkan keuntungan dari wilayah Timur Tengah.
Posisi Suriah yang strategis di kawasan teluk dan  sumber daya minyak yang masih cukup besar membuat negara-negara Barat kembali mengincar Suriah. Terutama Perancis yang menyesal telah melepas Suriah dari cengkeramannya. Ditambah  Israel juga menginginkan gas dari jalur milik Suriah dan ingin membinasakan Iran.
Jadilah politik devide et impera berlaku lagi agar Suriah terus bergolak, kisruh dengan perang saudara.Perancis bahu membahu dengan Amerika Serikat dan Inggris untuk mengaduk-aduk Suriah. Mereka tergesa-gesa untuk segera menguasai Suriah, karena itu mulai secara terang-terangan menampilkan peran Israel dan Arab Saudi.
Namun sudah pasti peran paling penting diambil oleh Perancis yang merasa Suriah adalah bagian dari wilayah jajahannya. Macron sibuk kesana kemari untuk terus menambah kekuatan. Macron dan Trump berulangkali bertemu dan hubungan mereka bertambah mesra. Kemudian Macron juga memanggil Al Sisi untuk membantu rencananya.
Untuk sementara, serangan sekutu mereda karena mereka sedang menyiapkan strategi dan rencana baru. Pasukan mereka berdatangan dari segala arah. Kapal-kapal perang dan senjata-senjata canggih telah dipersiapkan. Tinggal menunggu kesepakatan bersama kapan waktu yang tepat untuk menyerbu secara besar-besaran.
Meski Rusia tidak banyak gembar gembor, tetapi negara beruang merah itu pasti telah menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan, termasuk Perang Dunia III. Retorika kubu Barat tidak memengaruhi Rusia. Perang propaganda melalui media massa berusaha saling menjatuhkan. Pers terbesar dunia dikendalikan oleh Yahudi sehingga menguntungkan Negara-negara Barat.Â