Juru bicara kerajaan Arab Saudi, Adel Al Jubeir, menyatakan keinginan kerajaan itu untuk  mengerahkan pasukan ke Suriah sebagai dukungan terhadap serangan  Amerika Serikat. Dalih yang dikemukakan adalah membantu menstabilkan negara yang dilanda konflik. Arab Saudi telah berkonsultasi dengan Amerika Serikat mengenai rencana tersebut.
Amerika Serikat, Inggris dan perancis tampaknya tidak ingin melepaskan cengkeramannya di Suriah  untuk menjatuhkan pemerintahan Assad. Karena serangan selama beberapa hari ini belum menunjukkan keberhasilan yang diinginkan, mereka mencari dukungan dari negara lain, terutama yang berada di kawasan Timur Tengah.
Dalam laporan Wall Street Journal, Â dikatakan bahwa Pemerintah Amerika Serikat sedang mengumpulkan pasukan Arab untuk membantu serangan ke Suriah. Donald Trump meminta Arab Saudi dan Uni Emirat Arab bersedia ikut serta dalam menstabilkan wilayah konflik. Tetapi Jubeir mengakui bahwa rencana itu sebenarnya sudah lama, sejak tahun 2011.
Arab Saudi menerapkan propaganda sebagaimana yang dilakukan negara-negara Barat dengan 'menjanjikan' perdamaian dan menyelamatkan rakyat Suriah dari kekejaman Assad. Karena itu kerajaan akan mengambil bagian dalam mewujudkan keinginan mereka. Seharusnya hal ini sudah terbaca saat putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman berkunjung ke tiga negara sekutu, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis.
Di balik keinginan membantu ketiga anggota NATO itu untuk intervensi ke wilayah Suriah, ada perjanjian ekonomi yang sudah disepakati bersama. Antara lain menyangkut investasi dalam skala besar serta impor barang-barang yang diproduksi oleh negara-negara Barat. Perjanjian perdagangan itu diharapkan dapat memberi pemasukan berarti bagi negara-negara Barat yang  terancam bangkrut.
Ternyata, Arab Saudi juga menyetujui kesepakatan untuk membayar tentara Amerika Serikat yang dikerahkan di Suriah. Donald Trump  telah mengajukan biaya untuk 2000 orang tentara Amerika Serikat yang akan ditinggalkan untuk 'menjaga' Suriah. Tentara Amerika Serikat menjadi tentara bayaran yang dibiayai oleh Arab Saudi.
Rencana selanjutnya jika Assad berhasil digulingkan, mereka akan menciptakan pemimpin boneka yang akan tunduk dengan perintah sekutu. Dengan demikian, mereka bisa melakukan apa saja di Suriah, termasuk mengeksploitasi sumber-sumber minyak yang berada di wilayah Suriah.Selain itu adalah menguasai jalur perdagangan minyak melalui negara tersebut.
Kepentingan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis memang sejalan dengan keinginan Arab Saudi. Negara-negara Barat ingin merebut jalur perdagangan yang masih dikuasai oleh Rusia. Â Trump juga ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa ia bisa mematahkan pengaruh Putin di kawasan Timur Tengah.
Media-media Barat masih menggirng opini masyarakat internasional bahwa Suriah dan Rusia menggunakan senjata kimia. Suriah dan Rusia dituduh menghalangi penyelidikan yang akan dilakukan para ahli dari negara-negara Barat. Padahal, penyelidikan itu sendiri terhambat karena belum keluarnya izin resmi dari PBB. Sekarang para penyelidik  tersebut telah berhasil masuk ke Douma, Goutha Timur untuk mencari bukti.
Tampaknya dalam jangka waktu yang tidak akan lama lagi akan terjadi serangan besar-besaran dari pasukan koalisi bentukan Amerika Serikat. Â Uni Emirat Arab memang belum menyatakan persetujuannya, tetapi sangat sulit bagi negara itu untuk mengelak dari tuntutan Amerika Serikat dan sekutu lainnya.Â
Kapal-kapal perang Amerika Serikat, Inggris dan Perancis masih bercokol di perairan Suriah. Ada kemungkina mereka akan menambah armada dalam jumlah besar untuk menggempur Suriah. Belum lagi ditambah dengan pasukan yang akan datang dari Arab Saudi, yang jumlahnya belum bisa dipastikan.