Negara-negara Barat ramai-ramai mengeroyok Rusia semenjak Putin  kembali menjadi Presiden setelah  memenangkan Pemilu beberapa waktu yang lalu. Pola yang digunakan sangat khas dengan permainan intelejen ala CIA dan kolaborasinya.  Dengan menggunakan adegan percobaan pembunuhan terhadap agen ganda di London.
Kembalinya Putin dalam puncak kekuasaan menciptakan kepanikan massal terhadap Amerika Serikat, Inggris dan sekutu yang lain. Saat ini, Rusia dalam posisi terkuat semenjak meredupnya Uni Sovyet setelah perestroika dan glasnov yang dibawa Gorbachev. Â Kemenangan Putin menyadarkan negara-negara Barat bahwa mereka sedang menyaksikan raksasa yang terbangun dari tidur panjangnya.
Kepanikan tersebut sangat beralasan. Dahulu hanya ada dua kekuatan yang sangat diperhitungkan di dunia, yaitu Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Dua negara ini dipandang sebagai negara adidaya yang paling digdaya. Bukan hanya memiliki kekuatan ekonomi, luas wilayah dan penduduk yang besar. Uni Sovyet juga mengimbangi Amerika Serikat dalam produksi senjata tercanggih.
Masa surut Rusia adalah ketika beberapa negara koloninya di Eropa Timur mulai memisahkan diri. Kemudian Uni Sovyet mengganti namanya dengan Rusia, dan berusaha bertahan agar tidak lebih terpuruk. Walau begitu, Rusia masih mempertahankan dominasinya di kawasan Timur Tengah yang membutuhkan pasokan senjata.
Amerika Serikat dan sekutunya yang pongah, mengira bahwa Rusia tidak bisa berbuat banyak. Mereka merangsek ke berbagai kawasan untuk menguasai dunia. Amerika Serikat membangun pangkalan militer dimana-mana, menciptakan penguasa-penguasa boneka di negara-negara yang dikendalikannya serta memasarkan senjata dan produk lainnya.
Kawasan Timur Tengah yang paling banyak diobok-obok oleh mereka, diadu domba, dipecah belah, dijadikan wilayah konflik. Tidak hanya Irak, Libya, Tunisia, Mesir, Suriah, Yaman dll. Semula semua operasi intelejen itu menghasilkan kesuksesan yang luar biasa. Namun ada sesuatu yang tidak mereka perhitungkan, yaitu soal perekonomian di era globalisasi.
Sangat sulit diprediksi bahwa Eropa kemudian kemudian jatuh bangkrut. Bahkan Yunani dalam kondisi paling parah sehingga tak sanggup membayar gaji karyawan. Negara-negara Barat lainnya tak sanggup menolong Yunani. Inggris pun tak mau melibatkan diri dalam UNi Eropa untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Hanya Jerman dan Perancis yang masih bisa bertahan.
Amerika Serikat juga tidak luput dari kejatuhan massal tersebut. Negara ini juga memiliki hutang yang besar di bank dunia. Dinamika di Wall Street membuat Amerika Serikat megap-megap, sulit untuk bernafas. Amerika Serikat berusaha menutupi kondisi perekonomian dengan memeras negara-negara yang dikendalikannya. Selain itu, melakukan akrobat politik di kawasan Timur Tengah bersama Israel.
Namun sampai sekarang kondisi perekonomian Amerika Serikat belum stabil. Kantor kepresidenan pun beberapa kali ditutup dan karyawan dirumahkan. Amerika Serikat tidak mendapatkan devisa atau pemasukan yang signifikan untuk mengangkat kembali perekonomiannya. Maka Amerika Serikat membabi buta mengaduk-aduk Timur Tengah lagi.
Selagi masih terengah-engah untuk menguasai Timur Tengah, Rusia dengan tenang bangkit kembali. Putin yang selalu menjaga hubungan dengan negara-negara koloninya memperkuat diri dengan diam-diam. Di saat Amerika Serikat gencar memasarkan senjata, Putin menawarkan produk mereka dengan cara yang lebih halus. Salah satunya adalah Indonesia yang juga membeli pesawat tempur dari Rusia.
Karena itu, kemenangan Putin membuat negara-negara Barat sangat panik. Pengusiran duta besar Rusia beruntun dilakukan oleh negara-negara Barat. Tetapi tentu saja hal itu tidak membuat Putin bergeming. Dengan senyum dingin ia menanggapi semua itu.Â