Orang Indonesia senang melahap dan mencicipi berbagai makanan. Tapi satu hal yang tak bisa diabaikan adalah cita rasa. Sentuhan rasa pedas merupakan ciri dari makanan dan masakan Indonesia. Tengoklah jenis makanan dari Sabang sampai Merauke, pasti ada yang bercita rasa pedas. Bahkan begitu pula di tanah Jawa (baca; Jawa tengah, Jogjakarta) yang konon fanatik dengan rasa manis, tetap menggunakan cabai dalam masakan.
Begitu gemarnya kita akan rasa pedas, sampai-sampai dibuat dalam beberapa tingkatan. Dari level satu hingga level 10, tingkatan ini sesuai dengan kemampuan lidah masing-masing. Kalau tidak tahan terlalu pedas, mungkin berhenti di level lima. Namun ada saja orang yang tergila-gila dengan rasa pedas, sanggup di level 10 atau lebih, karena itu ada julukan 'sambel setan' untuk yang kelewat pedas.
Menyadari bahwa sambal adalah bagian yang tak terpisahkan dari orang Indonesia, maka Hokben juga mengeluarkan inovasi terbaru dengan membuat sambal. Ada tiga varian sambal yang diperkenalkan, yaitu Sambal Matah, Sambal Hijau dan Sambal Bawang. Â Jadilah makanan di Hokben merupakan perpaduan antara gaya Jepang dengan Indonesia.
HokBen ini asli Indonesia lho, bukan dari Jepang.  Hanya menu-menunya saja yang menyajikan makanan ala jepang. Lisensinya atas nama PT Eka Bogainti. Asal nama Hoka-hoka Bento dalam bahasa Jepang berarti  'mengukus bento' (makanan Jepang dalam sebuah paket). Namun sekarang kita lebih mudah menyebutnya dengan HokBen saja.
Sambal favorit
Tiga jenis sambal itu adalah merupakan favorit  orang Indonesia, dan mewakili dari tiga bagian wilayah Indonesia. Sambal hijau lebih kita kenal dalam masakan-masakan Padang (Sumatera Barat), sambal Matah berasal daari Bali, dan Sambal Bawang biasanya disajikan di wilayah pulau Jawa, tapi saya juga menemuinya di  Sulawesi dan bagian Timur lainnya. Sekarang semua jenis sambal, bisa kita temukan di berbagai rumah makan di Jakarta dan kota-kota lainnya.
Saya juga penyuka sambal. Kalau makan, rasanya kurang lengkap tanpa kehadiran sambal. Akibat terbiasa makan dengan sambal ini, membuat kita kerepotan kalau ke luar negeri, terutama ke Eropa atau negara-negara Barat. Karena di sana kita tidak akan menemukan sambal, yang ada hanya paprika, bubuk merica dan bubuk cabai kering.
 Namun dibandingkan dengan teman-teman lain,  saya bukan orang yang tahan dengan masakan yang terlalu pedas. Mungkin enak di mulut, tetapi akan memberikan reaksi yang ekstrim di perut. Daripada menjadi pelanggan toilet, maka saya menahan diri untuk memakan sambal yang pedasnya sedang-sedang saja.
Untung sambal yang dikeluarkan Hokben tidak terlalu pedas, cocok untuk lidah saya. Inilah pilihan yang tepat, karena saya yakin bahwa kebanyakan orang Indonesia juga bertahan pada rasa pedas yang sedang ukurannya. Dengan ukuran ini, maka lebih banyak memberi kemungkinan kepada konsumen untuk makan sambal.