Radio, yang tidak memerlukan gambar visual, lebih mudah ditangkap oleh pemancar rendah. Bahkan cukup dengan antena yang ada di radio, kita dapat mendengarkan berbagai siaran. Para penduduk yang tinggal di wilayah pedesaan, umumnya memiliki sebuah radio yang menjadi hiburan utama. Media ini memang fleksibel, dapat ditaruh dimana saja, dibawa kemana saja dan harganya jauh lebih murah.
Setiap acara yang disiarkan dari radio menjadi perhatian penduduk. Apalagi acara hiburan musik dan sandiwara. Ya, mereka yang jauh dari perkotaan memang haus akan hiburan. Mereka hanya bisa mendapatkan hiburan yang cepat dan murah meriah melalui radio. Tengok saja di warung-warung desa, biasanya ada saja orang yang berkumpul, minum kopi sambil mendengarkan radio yang disetel keras-keras.
Maka tak heran jika sandiwara radio bisa menjadi begitu populer dan fenomenal. Siaran sandiwara yang dibatasi waktu, akan membuat penasaran pendengarnya. Mereka ingin tahu bagaimana kelanjutan ceritanya setiap hari. Nah, menyimak dari kebiasaan penduduk ini, patutlah sandiwara radio menjadi sarana jitu dalam melakukan pembelajaran terhadap masyarakat.
Pembelajaran tentang sadar bencana sangat penting, mengingat bahwa negara kita rawan bencana alam. Kita tidak ingin mengulang kejadian dimana bencana alam memakan korban yang besar. Oleh sebab itu, pembelajaran ini disisipkan melalui acara sandiwara radio yang sangat digemari masyarakat. Sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana' yang diputar tahun lalu dinilai sangat sukses. Untuk itu perlu dibuat sekuelnya.
Mengenal Indonesia dan bencana yang mengiringi
Pada tanggal 8 Juni 2017 yang lalu, Kompasiana kembali menggelar acara Nangkring bersama BNPB. Dalam acara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.si APU, Â memaparkan posisi Indonesia sebagai negara yang rawan bencana. Karena memiliki kondisi seismo tektonik, menyebabkan rawan gempa, tsunami dan gunung meletus. Posisi geografis berbentuk kepulauan dan samudera juga menyebabkan rawan bencana hidrometerologi.
Menurut UU No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, jenis-jenis bahaya dikategorikan sbb:
1. Bencana alam; seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
2. Bencana non alam; misalnya gagal teknologi, kebakaran hutan/lahan, epidemi, wabah penyakit.
3. Bencana sosial; antara lain konflik sosial antar kelompok atau antarkomunitas dan teror
BNPB telah melakukan pemetaan terhadap darah-daerah yang rawan bencana. Spesifikasi berdasarkan jenis bencana alam yang biasa melanda daerah tersebut. Ada peta bahaya gempa bumi, peta sejarah bahaya gempa bumi dan tsunami, peta sebaran gunung berapi aktif, peta bahaya tsunami, peta bahaya longsor, peta bahaya banjir, peta bahaya karhutla, dan peta bahaya kekeringan. Dengan pemetaan tersebut, BNPB merencanakan antisipasi dan penanggulangannya.