Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kartini yang Mengalami Modernisasi

9 April 2017   14:30 Diperbarui: 9 April 2017   23:00 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menonton film Kartini, bukan sekedar mengingat jasa para pahlawan, khususnya wanita. Kartini ada untuk kita pelajari dan kita hayati, betapa sulitnya kehidupan wanita di masa lalu.  Namun dari kisah Kartini dalam film terbaru Hanung, ada yang  berbeda. Hanung memang ingin mempersembahkan sesuatu yang baru dalam kisah Kartini. Dia menyelipkan beberapa modernisasi, yang sebetulnya agak kurang masuk akal, tetapi cukup memberi kesegaran tersendiri.

Dian Sastro sangat apik dalam memerankan sosok Kartini. Ini membuktikan kesungguhannya untuk menyelami jiwa Kartini. Walau secara fisik Dian Sastro jauh lebih tua dan bentuk wajahnya tidak seperti Kartini yang bulat. Apalagi sosok Kartini masih muda belia, belasan tahun. Sedangkan Dian Sastro berusia dua kali lipatnya. Mungkin agak sulit bagi Hanung untuk mencari aktris yang lebih pas sebagai Kartini, karena membutuhkan kemampuan akting yang prima. Dalam hal ini, Dian Sastro telah berupaya tampil maksimal dan mengerahkan segala kemampuannya.

Beberapa modernisasi dari kisah Kartini, terlihat dengan gaya tomboy Kartini dan adik-adiknya. Padahal Kartini asli sangat feminin. Dalam film ini Kartini senang memanjat dan nangkring di tembok, serta berlari-larian di hutan dan di pantai. Ini sungguh bertolak belakang dengan fakta yang sesungguhnya. Tidak ada putri bangsawan di zaman itu yang melakukan hal-hal tersebut.  Begitu pula dengan kebiasaan 'ngemil' makan kacang langsung dari toples dan bersikap seenaknya.

Satu hal yang membuat saya kurang sreg adalah panggilan kasar di dalam keluarga. Seringkali ada sebutan atau panggilan 'koe' (kamu) dari kakak ke adik atau orang tua pada anak. Setahu saya, dalam keluarga bangsawan, panggilan sangat halus, minimal sampeyan atau panjenengan.  Untuk kakak dan adik, biasanya panggilan Kakang Mas, Mbak Ayu, Yayi, Diajeng. Sangat jarang menggunakan bahasa yang kasar kecuali dalam keadaan sangat marah.

Penampilan Reza Rahardian sebagai Kakang Mas (kakak kandung) Kartini terasa sebagai tempelan saja. Memang dia hanya muncul sebentar, karena menurut cerita, berangkat meneruskan studi ke Belanda. Pengaruhnya terhadap Kartini adalah mewariskan buku-buku yang membuat adiknya tersebut haus akan ilmu pengetahuan dan merasa dapat menembus dunia. Sebuah motivasi besar dari seorang kakak.

Meski demikian. film ini telah berhasil menitikberatkan perjuangan Kartini. Bukan hanya upaya Kartini mengembangkan kemampuannya untuk menulis, berbagi ilmu dengan yang lain, tetapi juga memahami setiap peristiwa dari kacamata yang bijak seorang wanita cerdas. Peran ibu kandungnya dalam menanamkan kebijaksanaan itu sangat tinggi. Christine Hakim yang menjadi ibu kandung Kartini menunjukkan kelasnya sebagai pemain senior yang telah meraih berbagai macam penghargaan.

Ada beberapa adegan yang sangat mengharukan dan menguras air mata. Misalnya ketika satu persatu gadis dalam keluarga itu dipaksa untuk menikah dengan laki-laki bangsawan pilihan orang tua. Mereka menderita bukan karena kekurangan materi, tetapi karena laki-laki tersebut telah memiliki beberapa istri. Hanya saja setelah kakak Kartini pulang dan mengadukan nasibnya, maka ibu tiri Kartini tersadar. Mereka setuju pada persyaratan yang diajukan pada Kartini bila harus menikah.

Peran sang Bapak juga memiliki nadil dalam menyelamatkan Kartini. Tampak betul bahwa Kartini adalah putri kesayangannya, ia berusaha mengabulkan semua permintaan Kartini. Ini disebabkan, sebetulnya ia lebih menyayangi istri pertama, yang menjadi ibu kandung Kartini. Pernikahan kedua dengan putri bangsawan yang lebih tinggi, hanyalah untuk memenuhi perintah orang tuanya. Karena itulah, ia berusaha membela Kartini secara halus.

Untunglah film ini menjadi happy ending. Calon suami Kartini ternyata menyetujui semua persyaratan yang diajukan Kartini. Bahkan ketika berkunjung ke rumah keluarga Kartini, ia memberi kejutan bahwa istrinya adalah pengagum Kartini. Sang istri justru meninggalkan wasiat sebelum meninggal karena sakit, bahwa anak-anak mereka lebih baik bila diasuh oleh wanita seperti Kartini.

Nobar Kartini (dok.Komik)
Nobar Kartini (dok.Komik)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun