Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Blusukan ke Pabrik dan Perkebunan Teh Malabar Bersama Best Western Hotel

1 Maret 2016   20:19 Diperbarui: 2 Maret 2016   08:27 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Tiba di depan pabrik teh Malabar (dok.pribadi)"][/caption]Apa obat yang paling menggairahkan untuk melepas kepenatan di ibukota? Tentu jawabannya adalah dengan jalan-jalan. Nah, paling tepat adalah dengan pergi ke pegunungan yang hijau dan segar, menikmati udara dan pemandangan yang indah. Pada umumnya orang Jakarta akan pergi ke daerah Bandung dan sekitarnya. Banyak tempat penginapan dan wisata yang bisa kita pilih sesuai dengan keinginan.

Namun bagi yang terlalu sibuk, tak akan punya banyak waktu untuk memilih. Ada alternatif yang memudahkan, ikut saja paket agrowisata yang ditawarkan oleh Best Western Premiere La Grande Hotel di Bandung. Hotel berbintang empat ini menyediakan pelayanan terbaik untuk agrowisata ke pabrik dan perkebunan teh Malabar. Adalah General Manager Best Western, Komang Artana yang memiliki ide untuk paket wisata ini. Tidak tanggung-tanggung, dia telah melakukan survei sendiri dengan bersepeda, menjelajahi perkebunan teh tertua di Jawa Barat ini.

Jika kita menginap di hotel Best Western pada Sabtu malam, maka minggu pagi kita akan diberangkatkan secara rombongan. Begitu pula dengan kami, para kompasianers yang diundang dalam rangka Visit Best Western. Kala hujan masih mengguyur kota Bandung setelah Subuh, kami cepat-cepat turun untuk sarapan yang dimulai pukul 05.30 WIB. Selesai sarapan, kami berkumpul di lobby, lalu berangkat dengan bus mini ke area pabrik dan perkebunan teh Malabar. 

[caption caption="Mengabadikan Rumah Bosscha (dok.pribadi)"]

[/caption]Untuk menuju lokasi, membutuhkan waktu sekitar tiga jam karena jalanan yang macet. Bahkan keberadaan pasar kaget di dekat lokasi perkebunan sempat menghambat beberapa lama. Dengan kesabaran tinggi, kami akhirnya bisa melanjutkan perjalanan menuju tempat tersebut. Jalan yang berkelok-kelok membuat mata kami seketika menjadi melek. Akhirnya kami memasuki area penginapan, dimana terdapat rumah peninggalan Bosscha, orang Belanda yang banyak berjasa karena mendirikan ITB (Institut Teknologi Bandung), rumah teropong bintang di Lembang dan pabrik serta perkebunan teh Malabar ini.

Kami melemaskan anggota tubuh sejenak, sambil melihat-lihat isi rumah Bosscha yang penuh barang antik. Ada piano kuno, kursi dan perabot kayu jati, bahkan lukisan wajah Bosscha sendiri. Bisa dibayangkan bahwa rumah ini adalah rumah termewah pada zamannya. Hanya pejabat Belanda yang memiliki fasilitas seperti ini. Di belakang rumah itu, agak menyamping, dibangun berjejer tempat penginapan untuk para tamu yang sengaja ingin beragrowisata.

Pihak hotel dan pemandu agrowisata memberikan keterangan bahwa kami akan diajak meninjau pabrik, lalu dilanjutkan dengan melakukan tea walk sejauh satu kilometer. Kedengarannya sih tidak jauh, jadi kami tetap semangat menyambutnya. Tetapi sebelum mulai tea walk, kami akan mengunjungi makam Bosscha, yang terletak di tengah-tengah area perkebunan teh. Maka, kami naik bus lagi menuju makam tersebut. Di sana kami sudah disambut oleh para penjaga.

Pabrik teh Malabar

Pabrik dan perkebunan teh Malabar merupakan PTPN VIII, meski dibangun sejak zaman Belanda. Usianya jelas lebih dari satu abad, jauh lebih tua dari usia kita. Pada waktu pertama memandang gedung pabrik, terlihat betapa tua dan lusuhnya pabrik ini. Sungguh menakjubkan bahwa pabrik ini bisa bertahan sampai sekarang. Sebelum memasuki pintu gerbang, kami membaca ada peraturan dalam bahasa Sunda yang harus ditaati oleh setiap orang di kawasan ini.

[caption caption="Peraturan untuk karyawan Malabar dalam bahasa Sunda (dok.pribadi)"]

[/caption]Di halaman kami melihat gudang penyimpanan, serta beberapa mesin yang sudah tua. Sepertinya semua masih berjalan dengan normal. Di atas pintu pabrik pun ada tulisan yang sudah tua. Di ruang tunggu terpampang foto-foto jadul yang menggambarkan aktivitas pabrik pada zaman Belanda. Ada beberapa foto dimana tempak orang-orang Belanda yang terlibat pekerjaan di pabrik itu. Dengan memerhatikan foto-foto, kami tahu bagaimana pabrik ini menjadi salah satu industri terbesar pada saat itu.

[caption caption="kompasianers masuk pabrik (dok.pribadi)"]

[/caption]Kemudian kami naik tangga yang terbuat dari kayu jati. Di panggung yang tak seberapa lebar kami melihat keranjang yang dikerek ke atas penuh dengan daun teh yang telah dilayukan di bawah. Di atas, sudah ada dua orang pekerja pabrik yang menerima dan memilah lagi daun-daun teh tersebut. Kami melihatnya dengan antusias, karena baru kali ini mengetahui proses pemilihan daun teh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun