Ada satu hal yang ironi dalam menyambut hari raya Idul Fitri. Betapa banyak perempuan yang terjebak suasana efuria yang disebut hari kemenangan itu. Mereka lebih mementingkan hari lebaran daripada bulan Ramadan itu sendiri. Persiapan fisik lebih utama dari persiapan batin, sehingga hari-hari terakhir bulan suci tidak dimanfaatkan dengan baik untuk memaksimalkan ibadah. Mereka menyia-nyiakan kesempatan langka yang hanya ada pada 10 hari terakhir.
Faktor-faktor yang menyebabkan kelalaian perempuan a.l:
1. Memikirkan makanan lebaran
   Sejak jauh-jauh hari, kaum perempuan telah memikirkan makanan yang akan disajikan di hari lebaran. Mereka membeli bahan makanan selengkap mungkin, baik kue maupun untuk lauk pauk. Berbelanja berulangkali setiap hari, lantas membuat kue dan penganan lainnya yang sangat menyita waktu. Seringkali kesibukan menyiapkan makanan tersebut membuat mereka menunda shalat, lupa membaca ayat-ayat suci Alquran. Kalau sudah begitu, bagaimana mungkin mereka bisa menanti malam kemuliaan, malam Lailatul Qadar? pikiran mereka dipenuhi oleh hal lain.
2. Memikirkan baju baru.
   Memang sebagian besar orang tua pasti memikirkan baju baru untuk anak-anaknya. Kebiasaan ini membuat ibu-ibu begitu repot mencari baju-baju baru. Entah itu dengan menyusuri pasar tradisional, atau pasar grosir. Dalam pencarian pakaian ini perempuan bisa menghabiskan waktu seharian di pusat perbelanjaan. Akibatnya, ibadah juga seringkali terbengkalai. Padahal, baju baru bukan suatu keharusan. Ini adalah pendidikan yang buruk untuk anak-anak, seolah-olah lebaran hanya dimaknai sebagai pergantian pakaian.
3. Memikirkan mudik atau pulang kampung
Mudik atau pulang kampung adalah masalah yang paling berat. Sebab kesibukan mudik dimulai sejak sebelum bulan suci tiba. Misalnya dengan memesan tiket kendaraan yang akan dipakai. Lalu benda-benda apa saja yang akan dibawa, serta oleh-oleh yang disiapkan untuk keluarga di sana. Maka bulan Ramadan pun dicampuri urusan persiapan mudik. Perempuan lah yang paling merepotkan diri dengan perlengkapan mudik untuk suami dan anak-anak. Dan akhirnya, kesempatan untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah diabaikan, terutama pada 10 hari terakhir Ramadan.
Jika demikian, maka perempuan jarang yang menyempatkan diri menanti malam Lailatul Qadar. Jangankan itikaf, ibadah wajib saja sering tertunda. Semua itu hanya urusan dunia yang membuat mereka terlena. Lalau bagaimana mereka merayakan hari kemenangan jika tidak pernah berusaha menjadi pemenang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H