Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menteri Susi Abaikan Nelayan Tradisional

23 Mei 2015   02:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:42 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Banyak orang yang terpukau akan aksi Susi meledakkan kapal-kapal asing.Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan ini belum menyentuh masyarakat nelayan tradisional. Belum ada satu pun tindakan Susi yang pro nelayan kecil. Padahal mereka yang seharusnya mendapat perhatian utama ssebagai rakyat yang membutuhkan bantuan pemerintah.

Memang menenggelamkan kapal asing pencuri ikan, bukan kebijakan yang salah. Apalagi itu demi kedaulatan wilayah NKRI. Tetapi esensi dia sebagai seorang menteri, tentu tidak hanya berpikir di satu arah saja. Kebijakan itu harus paralel dengan kebijakan yang memperhatikan rakyat pesisir, yang dapat menyejahterakan nelayan-nelayan tradisional.

Ada sekitar 2,17 juta nelayan miskin di Indonesia (data BPS 2013). 70% hanya lulusan Sekolah Dasar dengan penghasilan paling tinggi Rp 1,1 juta per bulan. Kehidupan mereka, hari ini menangkap ikan, hanya cukup untuk makan besok. Jika besoknya tidak melaut, maka nelayan tersebut akan pinjam uang ke tengkulak. Dalam cuaca yang semakin tidak menentu, nelayan kecil terpaksa hidup segan mati tak mau.

Menteri Susi perlu mengevaluasi ulang kebijakan yang dibuatnya selama ini. Peraturan yang dikeluarkan masih ada yang berbenturan dengan kebiasaan nelayan, sehingga menyulitkan kehidupan nelayan. Idealnya, sebelum memutuskan suatu kebijakan, Susi harus mengajak semua stakeholder untuk duduk bersama. Pembicaraan itu sangat penting untuk menentukan kebijakan apa yang terbaik bagi masyarakat nelayan.

Contoh kebijakan yang sangat kontroversial adalah penggunaan cantrang. Memang cantrang terbukti berbahaya bagi ekosistem laut. Tetapi selama ini banyak nelayan yang mengandalkan cantrang untuk mencari penghasilan. Menteri Susi hanya mengeluarkan larangan tanpa sosialisasi dan solusi bagaimana nelayan bisa menangkap ikan tanpa cantrang.

Jika serta merta cantrang dilarang tanpa penjelasan, tentu hal ini sulit diterima oleh nelayan tradisional. Mereka hanya rakyat kecil yang berpendidikan rendah, perlu mendapat arahan yang cukup dan memadai. Karena itu butuh sosialisasi beberapa waktu lamanya. Di sisi lain, harus ada solusi alat apa yang bisa digunakan nelayan kecil untuk  menangkap ikan lebih baik dari cantrang. Kalau nelayan tidak memiliki alternatif cara dan alat untuk menangkap ikan, bagaimana mereka akan bertahan? Mereka akan kelaparan, dan anak-anak nelayan miskin itu akan semakin kekurangan gizi.

Beberapa waktu yang lalu, Menteri Susi menjanjikan ada pelonggaran penggunaan cantrang hingga September 2015. Namun hal itu hanya diucapkan secara lisan, tak ada kelanjutan dengan kebijakan-kebijakan secara resmi. Alhasil, nelayan tradisional masih kebingungan, takut menggunakan cantrang karena bisa ditangkap, tapi tidak punya alat lain untuk menangkap ikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun