Profesi guru, tidak hanya diisi oleh orang-orang yang telah menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Ada yang disebut guru bantu atau guru honorer. Guru seperti ini hanya mendapat honor berdasarkan kebijakan sekolah masing-masing, tidak ada jaminan kelayakan walau mereka bekerja seperti guru yang berstatus PNS. Bahkan nasib mereka banyak yang terkatung-katung, tidak jelas statusnya dan tidak jelas penghasilannya.
Keberadaan guru bantu sebetulnya sangat diperlukan karena jumlah sekolah dengan jumlah pengajar belum seimbang. Masih banyak daerah yang mengalami kekurangan guru, terutama di wilayah terpencil atau desa-desa pelosok di seluruh Nusantara. Jarang guru PNS yang mau mengajar ke tempat-tempat seperti itu. Guru bantu menjadi tulang punggung pendidikan di daerah tersebut.
Ironinya, mereka kurang dihargai oleh pemerintah. Guru bantu hanya mendapatkan honor yang sangat kecil. Ada yang cuma menerima Rp 300,- sebulan, padahal mereka mengajar setiap hari. Penghasilan yang kecil itu juga belum tentu diterima tepat pada waktunya. Kadang baru diterima beberapa bulan kemudian, dan juga ada saja potongan-potongan administrasi dari birokrasi terkait.
Jika kita membandingkan antara guru bantu dengan guru PNS, tentu saja bagai langit dan bumi. Guru PNS mendapat gaji tetap sesuai dengan tingkatannya, ditambah tunjangan dan honor ketika menjadi pengawas. Sedangkan guru bantu, penghasilan tidak tetap, tanpa tunjangan dan fasilitas, hanya mendapat tambahan kalau mengajar kesana kemari di sekolah lain. Tetapi kalau mereka berada di daerah terpencil, sulit mencari tambahan. Karena itulah mereka 'nyambi' dengan profesi lain, seperti menjadi tukang ojek dll.
Tak usah lagi memikirkan guru PNS, karena pada dasarnya mereka sudah sejahtera, kecuali yang berada di bawah 2A. Namun pemerintah harus mulai memperhatikan kesejahteraan guru bantu yang membutuhkan sentuhan, lebih dari sekedar pemberian honor dari sekolah setempat. Mereka tidak boleh dianak-tirikan dalam dunia pendidikan. Mereka juga memiliki andil yang cukup besar dalam mencerdaskan anak bangsa.
Beberapa kesulitan yang dialami guru bantu:
1. Tak kunjung diangkat sebagai PNS. Tidak sedikit yang telah mengikuti tes CPNS berulangkali, tetapi gagal. Ada oknum dari Kemendiknas yang suka meminta sejumlah uang untuk 'pelicin' masuk PNS. Salah seorang teman saya pernah ditipu, sudah memberikan uang sekian juta, tapi tetap tidak lulus tes. Seharusnya ada sistem tersendiri untuk pengangkatan guru bantu tanpa prosedur birokrasi seperti CPNS lainnya.
2. Honor yang terlambat. Jangankan di daerah terpencil, di ibukota Jakarta saja guru bantu jarang menerima honor tepat waktu. Seringkali tiga bulan uang honor itu baru keluar. Bayangkan, bagaimana sulitnya kehidupan mereka sehari-hari jika tidak memiliki pekerjaan lain. Dalam hal ini, Pemda DKI selayaknya mengatasi masalah ini sebagaimana yang telah dijanjikan pada masa kampanye.
3. Tidak adanya fasilitas dan tunjangan. Banyak guru bantu yang hidup di bawah garis kemiskinan, dalam rumah kontrakan sempit dan lingkungan kumuh. Seandainya ada fasilitas yang memungkinkan mereka memiliki rumah sederhana dengan biaya ringan, hidup mereka akan lebih baik.
Sebagai guru, seorang guru bantu juga dituntut untuk memberikan pendidikan yang maksimal kepada murid-muridnya. Secara logika, bagaimana mereka bisa memberikan pengabdian seperti yang diharapkan jika kesejahteraan mereka diabaikan. Semoga pemerintah dapat melihat dengan jeli agar nasib guru bantu menjadi lebih baik.
*hormat saya kepada para guru yang mengabdi dengan tulus kepada negeri ini