Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Miras Oplosan Lebih Berbahaya

28 April 2015   22:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:35 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Efektifkah Permendag No.06/M-Dag/PER/1/2015 untuk mengendalikan peredaran minuman keras di Indonesia? saya ragu. Secara kasat mata memang botol-botol minuman keras tidak akan terpampang lagi di mini market-mini market, tetapi bukan berarti tidak ada peredaran minuman keras.

Minuman keras asli dan bermerek masih akan bisa kita dapati di hotel, diskotek, bar dan tempat semacamnya. Bagi orang kaya, tidak perlu mencari ke mini market, tinggal datang saja ke salah satu tempat tersebut untuk menikmati minuman keras. Jadi peraturan tersebut nyaris tidak ada gunanya, hanya sebagai kebijakan yang kelihatannya menyenangkan orang-orang yang sok agamis.

Lantas bagaimana dengan masyarakat ekonomi lemah? mereka jarang mengkonsumsi minuman keras asli dan bermerek karena harganya yang tak terjangkau. Minuman keras yang beredar di kalangan masyarakat umum adalah oplosan, yang harganya jauh lebih murah sehingga anak-anak pun bisa membelinya dengan uang jajan sehari-hari. Namun miras oplosan justru sangat berbahaya bagi jiwa manusia. Tak sedikit nyawa yang melayang akibat miras oplosan ini.

Mengapa miras oplosan lebih berbahaya?

1. Miras oplosan adalah ramuan hasil mencampur beberapa zat kimia yang berbahaya. Salah satunya adalah obat nyamuk. Beberapa produsen miras oplosan mengaku memasukkan obat nyamuk sejenis Autan ke dalam ramuannya. Zat berbahaya tersebut dimasukkan dalam presentasi yang tinggi, di atas 30%. Maka bayangkanlah apa yang terjadi pada 'jeroan' manusia jika bahan kimia berbahaya diminum, meracuni darah sampai menghentikan detak jantung.

2. Miras oplosan dibuat secara ilegal dan diedarkan juga secara diam-diam. Ini lebih berbentuk industri rumahan yang sulit dideteksi oleh aparat, kecuali jika ada masyarakat sekitar yang berani melapor.  Tidak ada yang bisa mengontrol pembuatan miras oplosan dan peredarannya. Biasanya baru terungkap kalau sudah jatuh korban jiwa.   Miras oplosan ini biasanya ada di warung-warung kecil yang ada di pinggir jalan, tanpa merek dan botol tertentu.

3. Harganya yang murah membuat banyak orang bisa membelinya. Terutama nanak-anak muda di kota-kota pinggiran dan desa-desa. Mereka biasa kongkow di suatu tempat untuk mencoba miras agar disebut jagoan atau tidak ketinggalan zaman. Kadang-kadang miras oplosan juga dihadirkan untuk pesta dan peringatan tertentu di suatu kampung.

Jadi, bagaimana mengatasi miras? ini adalah persoalan penyakit sosial yang sudah menjangkiti masyarakat kita. Letak permasalahannya adalah pada degradasi moral dan iman yang sangat drastis. Ini masalah penyakit mental, karena itu solusinya  tidak cukup dengan Permendag tersebut. Harus ada upaya prefentif yang dilakukan untuk mencegah dan menghentikan peredaran miras.

Andil pemerintah memang hanya sebatas mengeluarkan peraturan resmi yang melarang peredaran miras.  Pemerintah tidak bisa mengatasi hal itu sendirian. Terutama untuk mengobati penyakit sosial yang terjadi dalam masyarakat. Selain aparat-aparat terkait, maka paling penting adalah memaksimalkan pengaruh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama  atau stake holder untuk memberi penyadaran kepada masyarakat akan bahaya miras. Ironinya, sekarang ini banyak tokoh yang terseret arus politik dan kepentingan pribadi/golongan sehingga perhatian kepada masalah masyarakat menjadi minus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun