Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Awas, Buku Cabul Merusak Moral Anak

12 Februari 2015   23:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:19 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, kembali terungkap buku-buku  'nyeleneh' yang beredar dengan bebas. Buku-buku itu bukan buku yang memberikan pendidikan yang baik , tetapi malah mengajarkan anak-anak untuk menganut seks bebas.  Padahal, bangsa kita adalah bangsa yang beragama, dan tak ada agama yang mengajarkan untuk melakukan perbuatan zina, melakukan hubungan suami istri dengan pasangan yang masih berstatus pacar.

Buku yang paling heboh adalah berjudul 'Saatnya Aku belajar Pacaran" dengan penulis Toge Aprilianto. Dalam buku ini jelas-jelas digambarkan bagaimana melakukan hubungan seks. Toge menulis bahwa hubungan seks tidak menjadi persoalan jika memang sama-sama suka dan sudah siap untuk melakukan hal itu. Saya tidak tahu, apakah Toge ini mempunyai agama atau tidak, ataukah ia produk dunia Barat yang menganut paham liberal. Apakah ia punya motif tertentu atau hanya karena tujuan komersil dengan menggugah selera rendah manusia.

Efek dari buku ini sama dengan pornografi yang merajalela di media sosial, membuat anak-anak dan remaja salah pikir tentang hubungan seks. Dengan membaca dan menonton film porno, remaja menjadi seperti terserang demam, panas dingin serta meriang. Hal itu akan tertanam dalam ingatan begitu kuat, dan seperti candu, akan mengulanginya selagi masih ada kesempatan. Akibat rangsangan yang ditimbulkan, maka mereka kemudian mencoba mempraktekkannya, berusaha melampiaskannya dengan cara membabi buta. Maka tak heran, semakin banyak kasus pelecehan seksual yang menimpa anak-anak dan remaja.

Contoh buku lain adalah buku Olahraga dan Kesehatan yang beredar di sejumlah sekolah di daerah tertentu. Dalam buku itu ada gambaran alat vital secara detail dan memuat cara membersihkannya dengan benar. Mungkin maksudnya baik, tetapi justru penggambaran alat vital yang begitu detail malah membuat  remaja berangan-angan tentang tubuh dan alat vital lawan jenisnya. Agak aneh juga mengapa buku ini bisa lolos sebagai buku pelajaran. Sebagaimana buku keluaran Diknas yang bertema 'pacaran yang sehat' yang telah diprotes dan akhirnya ditarik dari pasaran. Ini membuat kita menduga bahwa kelalaian Diknas disebabkan terjadinya krisis moral pada oknum-oknum yang bercokol di sana.

siapa mengontrol buku

Dengan menyebarnya buku-buku yang jelas-jelas dapat merusak moral anak membuat kita tersadar bahwa selama ini tidak ada yang mengontrol mutu buku-buku yang menjadi konsumsi masyarakat. Kita baru tahu ada buku yang bermasalah ketika banyak orang membicarakannya. Dan boleh dikatakan saat itu sudah 'kasep' karena sebagian buku itu pasti sudah dibaca oleh anak-anak dan remaja.

Selama ini penerbitan buku sepenuhnya di tangan para penerbit. Mereka yang menyeleksi sendiri jenis buku apa yang akan diterbitkan. Jadi seharusnya penerbit-penerbit inilah yang melakukan kontrol buku yang akan beredar di masyarakat. Namun dengan kasus beredarnya buku-buku cabul, maka patut kita pertanyakan apa tujuan dari penerbit mencetak buku-buku tersebut. semestinya editor di perusahaan penerbitan tersebut mengerti dampak dari buku semacam itu. Sama dengan penulisnya, apakah ada motif tertentu atau hanya karena sisi komersialisasi yang tinggi.

Karena dampak negatifnya yang tinggi, masyarakat berharap akan ada tindakan hukum baik kepada penulis atau penerbit. Permintaan maaf dan penarikan buku-buku tersebut saja tidak cukup. Sebab bisa jadi suatu saat mereka akan menerbitkannya lagi dengan hanya mengubah kemasan. Mengingat bahwa Diknas juga tidak dapat dipercaya, maka diperlukan hukum yang tegas yang dapat menghentikan penerbitan buku-buku sejenis.  Minimal ada peraturan menteri yang dikeluarkan untuk memeringatkan para penulis dan penerbit agar memerhatikan mutu buku yang akan diterbitkan. Ini untuk memberikan efek jera agar penerbit tidak seenaknya mengejar keuntungan tanpa memikirkin dampaknya kepada masyarakat,

Kepada orang tua, agar lebih hati-hati dalam memerhatikan anak-anaknya, termasuk mengetahui buku-buku apa yang biasa dibaca oleh mereka. Tak ada salahnya menyeleksi bahan bacaan anak-anak.  Hobi membaca harus disalurkan untuk membaca buku-buku yang bagus dan bermutu untuk menambah wawasan dan pengetahuan mereka. Kalau perlu, ajak anak-anak untuk membeli buku bersama-sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun