Kabur di Malam Pernikahan
Bagian 10
Bruk!
Buku kecil itu terjatuh dari tanganku. Aku membungkuk untuk mengambilnya kembali. Tiba-tiba suara derap langkah terdengar di balik pintu. Gegas aku mengembalikan diary milik Alif ke tempatnya. Kemudian, aku berlari ke samping rak buku.
Aku memicingkan mata, mencoba melihat siapa yang datang. Ada rasa lega ketika netra menangkap sosok Alif sedang mengambil sesuatu di atas meja. Setelah itu, dia bergegas kembali meninggalkan ruangan ini.
Setelah dirasa Alif sudah keluar rumah, aku menghela napas panjang. Kembali aku meyakinkan sudah tidak ada orang lagi dengan memanggil Alif beberapa kali. Hening.
Setelah yakin Alif sudah pergi, aku mengunci pintu depan. Dengan begitu, keamananku lebih terjamin. Aku sering mendengar berita kalau di Jakarta itu banyak kriminalitas. Aku takut ada orang yang masuk ke rumah dan mencuri barang berharga. Nanti, jika ada sesuatu yang hilang, Bu Merry akan menyalahkan yang ada di rumah dan tidak respek lagi denganku.
Rasa penasaran membuatku kembali ke ruangan tadi. Dengan cepat aku mengambil buku kecil itu, lalu membukanya dengan  jantung yang berdegup kencang.
Aku menarik napas dalam mencoba menenangkan pikiran yang tiada menentu. Debar di dada kembali normal saat membaca tiap lembar buku. Rasa penasaran berubah kecewa. Ternyata, itu hanya catatan kecil Alif tentang agenda kegiatannya.
"Huh, bagaimana aku tahu rahasia Alif," gumamku.
Aku menyimpan diary kecil itu ke tempatnya, lalu melangkah ke dapur. Seharian di rumah memang membosankan. Aku mengambil bahan makanan yang tersedia di kulkas. Setidaknya, dengan sibuk memasak waktu akan cepat berlau.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB, tapi yang kutunggu belum datang juga. Cemas mulai merasuki sukma. Entah berapa kali aku bolak-balik menuju pintu. Aku ingin menelpon Alif, tapi aku tidak mempunyai nomernya. Hal ini, membuatku kesal pada diri sendiri. Mengapa sih aku tidak minta nomor HP Alif? Masa sih ada seorang istri yang tidak punya nomor suami?
Aku memijit kepala yang terasa pening. Berada malam-malam di rumah sendirian membuatku ketakutan. Betapa tidak, biasanya aku tak pernah sendirian di rumah. Aku selau ikut Emak. Waktu kerja pun, aku sekamar dengan Maya---teman kosku.