Mohon tunggu...
Mas Bejo
Mas Bejo Mohon Tunggu... -

Orang yang senang dengan perihal yang dapat menggugah jiwa | Aktif di - http://www.kulionline.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sadarisasi Budaya Kokohkan Karakter Pemuda Indonesia

27 September 2013   20:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:18 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Di setiap kebangkitan pemudalah pilarnya, di setiap pemikiran pemudalah pengibar panji-panjinya,” Hasan Al Banna, tokoh penggerak mesir. Selain itu bapak bangsa, Bung Karno membesarkan harapan pemuda dengan ungkapan yang sudah familiar pendengaran kita, yaitu “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya kuguncangkan dunia.” Itulah sedikit gambaran kekuatan yang ada pada pemuda, kekuatan yang mampu menegakkan apapun yang menjadi kehendaknya. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana kita peduli terhadap potensi itu, dan dimanakah posisi pemuda Indonesia saat ini?

Membangun bangsa yang berkarakter merupakan hajat kita bersama, dan menjadi kewajiban bersama pula untuk mewujudkannya. Ya, budaya adalah karakter bangsa yang seharusnya terpatrikan dalam diri kita. Namun di era teknologi saat ini usaha penanaman budaya bukanlah hal yang mudah, butuh pemuda-pemuda yang mampu memjadi pilar dan pengibar panji-panjinya.

Di era teknologi informasi yang semakin maju, dimana kita dapat dengan mudah melihat, mendengar, atau mengetahui informasi mengenai segala sesuatu, termasuk budaya atau pola hidup bangsa lain. Ketika informasi tersebut terus menerus mendominasi, tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi kehidupan kita. Indonesia yang saat ini masih berada pada tataran konsumtif -penikmat- menjadi rentan akan pengaruh budaya-budaya yang dibawa oleh arus globalisasi. Hal ini dapat berdampak buruk pada lunturnya jati diri Indonesia. Bagaimana tidak, dengan semakin terbukanya pembatas ruang maupun waktu, penyajian berbagai macam bentuk budaya dapat dilakukan dengan mudah. Pada situasi demikian ini pemain -produsen- yang akan diuntungkan. Ketika bangsa ini belum mampu menjadi pemain, maka jelas dapat terpengaruh oleh aktifitas pemain.

Didasarkan pada kehidupan manusia yang dinamis, membawa dampak pada berkembangan keinginan akan hal-hal yang baru, yang dianggap ideal untuk diikuti. Pola kehidupan semacam itu merupakan kodrat manusia yang pasti berlaku. Namun yang menjadi masalah adalah ketika hal-hal yang baru dan ideal itu bukan berasal dari bangsa kita, maka itu akan menggadaikan jati diri bangsa.

Kondisi ini menjadi tantangan baru sejauh mana pemuda mampu mengatasi budaya yang datang melalui pintu globalisasi. Budaya bangsa akan menjadi korban; terlindas, terbuang, terabaikan, bahkan mati jika pemuda tidak memiliki sikap tegas dan tangguh dalam menghadapinya.

Agar kita mampu memperbaiki kondisi yang telah terjadi pada bangsa kita, seperti yang telah digambarkan oleh Bung Karno dalam pidatonya pada HUT Proklamasi 1966, “Apakah kelemahan kita? Kelemahan kita ialah kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong.”

Sejatinya, jika berfikir jernih dan mendalam, mereka (baca: budaya asing) mendapatkan posisi sebagai budaya yang diminati atau mempengaruhi, bukan didasarkan pada baik atau buruknya sebuah budaya. Karena baik dan buruknya budaya adalah sesuatu yang relatif -pada bangsa kita tidak menyalahi Pancasila-. Namun posisi itu, diperoleh karena mereka adalah pemeran utama dalam permainan globalisasi.

Bukan juga dimaksud bahwa tidak penting untuk mengtahui dan mempelajari budaya yang bukan berasal dari kita. Hal itu tetap penting untuk dilakukan, namun harus sadar akan posisi dan penggunaannya. Budaya luar seharusnya memiliki posisi untuk dipelajari, dan dijadikan sebagai dasar dalam menentukan siasat dan strategi untuk pemenangan posisi budaya kita dalam arena globalisasi. Bukannya malah menggantikan posisi budaya kita dengan budaya asing.

Dengan sadar akan perihal itu, maka tidak ada lagi kata bahwa bangsa ini tidak keren, bangsa ini tidak gaul, bangsa ini kuno, atau sebutan-sebutan lain yang merendahkan. Namun yang ada adalah aku pemuda yang akan buktikan bahwa budayaku layak bersanding, bahasaku gaul diucapkan, bajuku keren digunakan, itulah aku INDONESIA.

Sumber: http://dpdknpikutim.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun