Mohon tunggu...
Albertus Indratno
Albertus Indratno Mohon Tunggu... -

Content developer di www.gudeg.net. Content developer di hatimyu...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Hadi Waluyo, Lewat Gitar Kenalkan Yogyakarta pada Dunia

9 Mei 2014   15:56 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya datang ke rumah beliau beberapa hari yang lalu. Selain untuk reportase, saya memang lama sekali ingin berbicara lebih lama dengan beliau. Maklum, beliau sangat sibuk karena pesanan gitarnya dari mana-mana.  Kalau gitu, langsung saja deh baca liputannya disini:

Bunyi petikan gitar mengalun dari sebuah teras rumah. Beberapa anak muda memainkan lagu milik Vina Panduwinata berjudul Aku Makin Cinta secara instrumental. "Gitar ini rasanya pas. Cocok ini sama saya," kata seorang diantaranya. "Ini gitar pertama ya pak?" ia melanjutkan.

Sang pemilik mengangguk pelan. Gitar serupa merek Rickenbacker yang digunakan mendiang John Lennon dari The Beatles ini bukan buatan Amerika. Namun, hasil karya warga Paingan, Yogyakarta. Mereknya Zianturi. Pembuatnya bernama Sri Hadi Waluyo. Ia dijuluki "empu gitar."

Lelaki paruh baya ini menekuni usaha pembuatan gitar sejak tahun 1994. Selain Rickenbacker, ia mampu menduplikasi atau membuat gitar sesuai keinginan para pemesan.

Pak Hadi, begitu ia biasa dipanggil tak pernah mengenyam pendidikan formal pembuatan gitar. Ia belajar secara autodidak. Awalnya, saat bekerja di hotel di Jakarta, teman-teman gitaris sering mengeluhkan gitar yang rewel.  Selain itu, ia menambahkan, "Perkembangan gitar dari tahun 1915 sampai 1994 naik terus."

Selain mengerjakan pesanan musisi lokal, Hadi Waluyo juga mengirimkan hasil karyanya ke Jerman, Rusia, Kanada, Kroasia, Belanda, Filipina, Australia, serta Malaysia. "Dulu malah musisi Jerman memang tujuannya kesini (Desa Pugeran, Jalan Tasura-red)," katanya. "Yang dari Belanda dan dari Kanada memesan lebih dari sekali. Orang Rusia yang ada di Australia itu juga minta dibuatkan gitar."

Rahasia dagangnya terletak pada keberanian memberikan jaminan purna jual seumur hidup. Menurutnya, hal itu menjadi "peluang emas" bagi pemesan. "Kalau ada kerusakan, kecuali penggantian spare part (suku cadang), digratiskan," katanya. "Kalau dari saya, ini memacu kru agar bekerja dengan benar."

"Karena kami sudah memberikan garansi, jadi barang harus benar-benar berkelas," katanya. Pujian yang sering ia terima dari pemesan ialah bunyi yang dihasilkan lebih dari yang diharapkan.  "Dan nyaman dimainkan." Menurutnya, ada dua jenis pembuat gitar yaitu pengrajin dan ahli. "Satunya merancang. Satunya mengkonstruksi," katanya. "Saya ingin dua-dua-nya." Perbedaan mendasar diantara mereka ialah ilmunya. "Risiko salah konstruksi ialah gitar rewel," katanya. "Saya akan berusaha memaksimalkan kemampuan gitar." Ia juga  menyesalkan banyak yang terjebak harga yang mahal. "Beli gitar 17 juta tapi rewel." Untuk menyelesaikan satu gitar, "sang empu" membutuhkan waktu sekitar 10 hari. Sedangkan harganya bervariasi.  "Order paling murah yang pernah saya kerjakan 1,5 juta," katanya. "Yang paling mahal 24 juta." Sumber : www.gudeg.net Penulis : Albertus Indratno Fotografer : Albertus Indratno

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun