Salah Satu Foto Sampul Tempo (sumber)
eh : eN-Te
Sejak Menteri Energi dan Sumber Daya Meneral (ESDM), Soedirman Said (SS) meniup pluit bahwa ada anggota dewan (belakangan malah Ketua DPR, Setya Novanto (SN) yang disebut-sebut), yang berperilaku tidak pantas, kemudian berdampak pada polemik dan kontroversi sehingga membuat atmosfir politik Indonesia menjadi gonjang ganjing, maka tadi malam, setelah diperdengarkan isi “rekaman catut” di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), publik Indonesia dibuat tersadar dan masygul. Sadar karena ternyata rekaman catut itu bukan hanya isapan jempol semata, melainkan (hampir menjadi) fakta. Menteri ESDM, SS, tidak hanya berkoar, tapi mampu menghadirkan sebuah “ritme lagu”, yang tidak hanya membuat mata publik terbelalak, tapi sekaligus juga terperangah. Rupanya, drama pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden, benar-benar adalah sebuah fakta faktual yang semakin terbuka dan menjadi terang benderang.
Selama ini publik disuguhi berbagai informasi yang menunjukkan seakan-akan ada pertarungan pada level elit untuk mengamankan kepentingan politik jangka pendek. Tapi, ternyata hal itu hanya sebagai “bumbu penyedap rasa” untuk menarik animo dan antusiasme publik mengikuti “alur cerita” yang sedang dikembangkan oleh Menteri ESDM. Lepas dari apa motif maupun niat politik dari seorang SS, (hal ini juga mendapat atensi khusus dari salah satu anggota MKD dari Fraksi Partai Golkar, Ridwan Bae), kita patut mengangkat topi dan memberi respek terhadap kesungguhan dan niat tulus seorang SS untuk membangun bangsa ini. Bangsa ini, sudah lama merindukan sosok-sosok yang mau dan berani mengorbankan karier politik dan masa depannya untuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang bersih dari tangan-tangan kotor bermental pemburu rente.
Setiap orang pasti mempunyai motif dan niat, termasuk juga SS. Tapi dalam kasus rekaman catut ini, telah menghadirkan sebuah fakta bahwa telah terjadi permufakatan jahat bermaksud merampok kekayaan negara untuk mengelembungkan kantong pribadi, tanpa ada rasa malu. Dan itu, memuakkan!
Bahkan secara terang-terangan terungkap perencanaan jahat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan konstitusional. Bila hal ini terjadi pada masa rezim Soeharto, tak ayal lagi, tipologi orang bermental pemburu rente ini akan dikenakan tuduhan subversif. Sebuah tuduhan yang sungguh menyeramkan, yang menunjukkan bahwa mereka yang bersekongkol adalah kategori pengkhianat negara. Dan sanksi yang paling pantas untuk pengkhianat negara adalah hukuman mati.
Isi rekaman itu tidak hanya membuat gerah, tapi juga membuat perasaan rakyat tersakiti. Bagaimana mungkin, seorang ketua DPR, yang diberi kepercayaan mewakili dan menjadi representasi rakyat untuk memperjuangkan aspirasi mereka, malah berbuat hal sangat memuakkan. Tanpa ada rasa berdosa, dia malah mengajak orang dengan tipologi bermental sama dengannya, pemburu rente, melakukan permufakatan jahat untuk menggarong kekayaan negara, lebih jauh menjual kedaulatan dan martabat serta harga diri bangsa.
Terkuaknya skandal catut nama Presidan dan Wapres oleh SN, sang Ketua DPR, menghadirkan kembali potret buram penegakkan hukum di Indonesia. Bahwa selama ini, rekam jejak seorang SN, penuh lumuran lumpur. Tapi entah mengapa, tipologi orang bermental pemburu rente ini, selalu saja lolos dari lubang jarum. Seolah-olah hal itu mengkonfirmasi suatu hal, bahwa SN benar-benar orang yang tidak tersentuh (hukum), untouched man. Pertanyaan kemudian muncul adalah apakah skandal catut nama ini akam kembali membuktikan bahwa seorang SN sebagai untouched man? Kita lihat saja perkembangan selanjutnya dari drama sidang di MKD.
Ya sudah, selamat mebaca, ...!
Wallahu a’lam bish-shawabi