[caption caption="Sumber : http://www.tribunnews.com"][/caption]Oleh : eN-Te
Skandal Panama Papers telah menyeret beberapa oarng penting dari belahan dunia lain untuk merelakan posisi empuknya yang selama ini telah dinikmati. Ketika dokumen Panama Papers itu beredar, segera saja menelan korban. Korban pertama akibat beredarnya dokumen Panama Papers ini adalah Perdana Menteri Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson (sumber).
Segera (tidak pake lama), setelah mengetahui namanya dan nama istrinya tercantum dalam daftar nama-nama yang diduga sengaja menyembunyikan hartanya agar terhindar dari kewajiban membayar pajak kepada Negara, sang Perdana Menteri (PM) pun mengundurkan diri. Sebuah contoh high politic yang diperlihatkan oleh politisi yang berasal dari negeri-negeri yang selama ini sering kita cap sebagai negeri kapir. Meski mereka menyandang “predikat” sebagai kapir, tapi mampu menampilkan moral tingkat tinggi.
Begitu pula dengan Menteri Industri Energi dan Pariwisata Spanyol, Jose Manuel Soria. Begitu menyadari bahwa namanya diduga terlibat dalam perusahaan changkang di Panama (sumber), dengan sigap pula mengundurkan diri.
***
Contoh dua orang “kapir” di atas adalah pejabat public yang mau mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya atau orang-orang dekatnya lakukan, baik keluarga maupun kolega. Jauh sebelumnya, di negeri kapir ini, banyak kasus bila terindikasi berkaitan diri, keluarga, atau teman mereka, dan atau dengan posisinya sebagai pejabat publik, dengan serta merta mereka meletakkan jabatannya. Mereka sangat paham dan sadar bahwa sebagai pejabat publik harus dapat memberi contoh dan teladan. Karena itu, agar nilai-nilai agung yang berkembang dalam masyarakat tidak terkontaminasi oleh ulah tak bertanggung jawab, mereka berusaha untuk berada paling depan dan yang paling pertama berusaha menjaga dan memberi contoh. Salah satu caranya, yaitu tadi, bersedia mundur dari posisi terhormatnya saat ini. Lihatlah contoh “negara kapir”, Jepang yang politisi maupun pejabatnya mampu menghadirkan high politic!
Lain di luar sana, negeri yang dipandang sebagai negeri kapir, tapi mampu menghadirkan sebuah “panorama” indah nan sejuk untuk dipandang mata. Beda halnya di sini, negeri dengan mayoritas penduduk muslim, yang sering menstigmatisasi pihak lain sebagai kapir dengan standar nilai sendiri.
Di negeri ini, yang tidak hanya bangga dengan nilai-nilai religious(itas), nilai budaya, nilai etika sebagai orang timur, tapi sangat lihai berusaha untuk mengelak dari sebuah tindakan jahat yang mengindikasikan keterlibatannya, maupun keterlibatan orang dekat, keluarga atau partner. Malah masih dengan sangat pongah dan sombong secara retoris bertanya balik, “apa yang salah dengan sebuah skandal?”
Duh, di negeri Pancasila yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, tapi sangat suka dengan “kebohongan”. Pura-pura menjadi kura-kura dalam perahu, berusaha dengan berbagai trik untuk menghindar dari sorotan publik. Ada-ada saja alasan yang dapat digunakan untuk sekedar mengurangi rasa malu. Padahal sebenarnya sudah hilang “kemaluannya”.
***
Berawal dari beredarnya dokumen Panama Papers, Ketua BPK, Harry Azhar Azis (HAA) kena getahnya pula. Tak disangka dan tak diduga publik, di tengah perseteruan, tepatnya polemik LHP BPK mengenai audit investigatif terhadap pembelian lahan RS. Sumber Waras, terkuak sebuah “motif jahat” yang dilakukan Ketua BPK. Ternyata dokumen Panama Papers juga mencantumkan HAA sebagai salah seorang nasabah dari firma Mossack Fonseca yang berkedudukan di Panama.