Oleh : eN-Te
Tak terasa kita kembali bersua dengan Ramadhan 1437 Hijriyah/2016 Masehi. Marhaban Ya Ramadhan.
Dua malam sudah kita telah melaksanakan sholat Tarwin secara berjamaah, baik di masjid-masjid, mushallah-mushallah, surau-surau, langgar-langgar, maupun di rumah-rumah.
Umat muslim sedunia menyambut setiap kedatangan Ramadhan dengan perasaan suka cita membuncah. Kehadiran Ramadhan merupakan sebuah momentum yang sangat berharga, yang sangat ditunggu-tunggu setiap muslim. Melalui bulan yang penuh berkah ini, setiap amalan hamba-Nya dilimpahgandakan oleh Allah SWT.
Begitu pula sebaliknya, ketika Ramadhan hendak pergi meninggalkan muslim yang telah dengan khusyu’ menjalankan semua rangkaian ibadah Ramadhan, akan merasa sangat kehilangan bagai seseorang yang kehilangan kekasih pujaan hati dan belahan jantung. Mengapa demikian?
Bagi seorang muslim, seperti hidup itu sendiri yang tidak dapat dipastikan kapan berakhirnya, maka seorang muslim yang merasa kehilangan ditinggalkan Ramadhan merupakan sebuah keniscayaan. Dalam benaknya tergambar perasaan khawatir, kalau-kalau Ramadhan pada tahun yang akan datang tidak lagi diperkenankan untuk bertemu. Karena jatah untuk hidup dan mengabdi sudah sampai finis.
Maka tidak heran bila para ulama tabi tabi’in dulu senantiasa berdoa kepada Allah SWT, enam bulan sebelum dan sesudah Ramadhan. Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dengan menisbatkan keterangan Mu’alla bin Al-Fadhl, menerangkan bahwa :
“Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan berikutnya sesudah Ramadhan, mereka (juga) berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadhan” (sumber).
Praktis dalam satu tahun para sahabat dan ulama tabi tabi’in selalu berada dalam “kekhawatiran”, sehingga tidak membuat mereka lalai untuk senantiasa berdoa memohon agar dipertemukan dan diterima semua amal yang telah dilakukan selama Ramadhan.
Begitu khawatirnya para sahabat dan ulama tabi tabi’in akan “nikmatnya” berjumpa Ramadhan. Sehingga jauh sebelum Ramadhan tiba mereka selalu diliputi perasaan khawatir. Khawatir tidak sempat bertemu Ramadhan, karena itu tidak lagi memiliki kesempatan untuk beribadah sebagai ungkapan syukur nikmat, dan khawatir pula bila semua rangkaian ibadah yang telah dikerjakan selama Ramadhan ternyata tertolak.
Setiap muslim menyadari bahwa hakekat kehadirannya, selain sebagai khalifah fil ardh, juga bertujuan untuk mengabdi kepada yang menghadirkannya, Allah SWT. Dalam Qur’an, Allah SWT. menegaskan, bahwa :