Oleh : eN-Te
Presiden Jokowi, Rabu (17/5/2017) kemarin bertemu dan berbincang dengan para Pemimpin Redaksi (Pemred) Media Massa Nasional di Istana Merdeka (1). Sebelumnya Presiden Jokowi mengundang para Tokoh Lintas Agama ke Istana Negara untuk ‘membahas’ kondisi sosial politik aktual nasional (2). Termasuk menyinggung masalah potensi meruyaknya bibit intoleransi yang dapat merusak kebhinekaan, pluralitas, dan terlebih persatuan dan kesatuan bangsa.
***
Presiden Jokowi merasa perlu melalui pertemuan itu untuk mengingatkan kembali komitmen kebangsaan terhadap tegaknya Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Di hadapan para tokoh agama, Presiden Jokowi mennyatakan "Apa pun agamanya, apa pun sukunya, apa pun golongannya, untuk menjaga kebhinekaan, membangun solidaritas,". Jokowi juga menegaskan, “menjamin kebebasan berserikat dan berorganisasi” (3).
Meski begitu Presiden mengharapkan agar kebebasan berserikat dan berpendapat digunakan secara bertanggung jawab. Mengingat para founding father sudah sepakat untuk mewariskan agar menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi dan dasar negara serta UUD 1945 sebagai konstitusi. Berkat ideologi Pancasila dan UUD 1945 ini sehingga mampu merekatkan semua perbedaan dalam keberagaman negeri ini sebagai sebuah bangsa dalam wadah NKRI.
Presiden merasa perlu mengajak Tokoh Lintas Agama agar mau turun gunung mengingatkan umatnya masing-masing untuk menjaga dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI. Bahwa keberagaman yang tersemai di negeri zamrud katulistiwa ini akan terlalu mahal harganya untuk dikorbankan hanya untuk memenuhi syahwat politik meraih kekuasaan sesaat.
***
Negeri ini memang sejak awal sudah ‘didesain’ sebagai sebuah negara bangsa (nation state) yang plural dan multi-etnis, budaya, agama, suku, dan ras. Artinya, keberagaman negeri ini adalah sesuatu yang given(sudah dari sononya).
Karena itu, jangan sampai kepentingan politik sesaat, mengorbankan sebuah nilai yang ditakdirkan menjadi bagian yang inheren dari bangsa ini. Bahwa keberagaman itu adalah sebuah keniscayaan, dan oleh karena itu harus menjadi modal yang berharga untuk saling asah, asuh, dan asih antar sesama anak bangsa.
Potensi besar keberagaman itu sebenarnya menjadi sumber daya yang memungkinkan membuat bangsa ini maju menatap masa depan dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bukan malah menjadi ‘racun’ sehingga bisa membuat semua ‘bibit’ potensial negeri ini menjadi layu dan gugur sebelum berkembang.
Sayangnya potensi besar keberagaman itu hendak ingin diberangus. Ada sekelompok anak bangsa yang mungkin sudah merasa sangat kebelet, sehingga ingin menghancurkan tatanan keindahan itu. Mereka hadir atas nama demokrasi dan kebebesan berekspresi ingin mengubah ideologi negara menjadi bentuk ideologi lain.