Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Gerindra Mutung, RK Berpindah ke Lain Hati

24 Maret 2017   17:27 Diperbarui: 25 Maret 2017   18:00 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sbr : jabar.tribunnews.com

Walikota Bandung, Ridwan Kamil (RK) telah menerima dukungan dan telah didelakrasikan oleh Partai Nasdem untuk maju sebagai calon gubernur Jawa Barat (Jabar) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 yang akan datang (yad). Deklarasi pencalonan Kang Emil (begitu RK biasa disapa) sebagai salah satu bakal cagub Jabar dari Partai Nasdem secara resmi telah dilakukan pada Ahad (19/3/2017) lalu.

Prosesi deklarasi Partai Nasdem itu dilakukan dengan sedikit unik. Di mana ketika akan hadir dan menuju lokasi deklarasi, Kang Emil diarak bagai pangeran. Berjalan dari kediamannya sekitar empat sampai lima kilometer, RK dengan didampingi Ketua DPW Partai Nasdem Saan Mustafa, diantar dengan ‘parade budaya’. Dan ketika kurang dari beberapa ratus meter dari lokasi deklarasi, Kang Emil diusung naik di atas sebuah ‘patung’ berbentuk kepala singa yang dipanggul oleh beberapa pemuda tegap yang merupakan kader dan simpatisan Nasdem (lihat di sini ).

Alur cerita berlanjut. Ketika dipersilahkan naik memberikan sambutan, Kang Emil malah ‘menyindir’ partai lain yang belum bergerak dan tergiur untuk menyatakan dukungan untuk mengusung dirinya. Dengan bertanya, Kang Emil berujar, ‘kenapa partai lain banyak pikiran” (baca di sini). Tentu saja sindiran RK ini ditujukan pula kepada partai yang mem-back up-nya ketika maju sebagai calon walikota Bandung.

Dua partai utama yang mengusung dan mencalonkan RK ketika Pilkada Kota Bandung pada tahun 2013, adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Jadi, seharusnya RK lebih sedikit menunjukkan praktek hihg politic, bila seandai sudah merasa ngebet untuk maju menjadi cagub Jabar. Paling kurang memberitahukan dan mungkin merembugkan tawaran Nasdem itu dengan duar partai pengusungnya, PKS dan Gerindra.

Tapi cara yang dilakukan Kang Emil sungguh mungkin tidak pernah terpikirkan oleh elit kedua partai pendukungnya itu. Dalam pandangan kedua partai pendukungnya, PKS dan Gerindra, RK tidak akan mungkin menujukkan praktek low politic.

Sayangnya fakta hari ini menunjukkan kondisi yang sebaliknya. RK seakan kurang menunjukkan etika yang baik, dengan terlebih dahulu datang untuk sowan dan meminta restu pada dua partai pengusungnya. Belum ada sinyal restu dari kedua partai pengusungnya itu, RK malah langsung menerima ‘pinangan’ Partai Nasdem.

Sehingga wajar bila Partai Gerindra merasa kecewa dengan langkah dan move politic Kang Emil. Gerindra dan juga PKS merasa seperti ditelikung begitu saja. RK dan Partai Nasdem sepertinya sengaja melakukan fait accompli.

Mestinya RK sadar bahwa Gerindra telah pernah mengalami peristiwa yang nyaris sebangun, ‘dilukai dengan sengaja’. Dan luka itu, belum sempat dan mungkin tidak akan pernah sembuh.

Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, yang saat-saat ini di putaran kedua Pilkada DKI, mencoba peruntungan untuk kembali menikmati singgasana DKI-1, pernah meninggalkan pengalaman buruk bagi Gerindra. Meninggalkan luka yang membekas hingga kini.

Ahok yang maju mendampingi Jokowi sebagai cagub DKI pada Pilkada 2012 melalui kendaraan politik, Gerindra dan PDIP, malah tega lompat pagar dan secara sepihak menyatakan keluar dari Gerindra. Karena sikapnya tersebut sehingga pada Pilkada DKI 2017, membuat Gerindra tidak lagi memberi ‘tumpangan’ kepada Ahok.

Gerindra pantas merasa kecewa kepada Ahok. Jika tanpa perjuangan dan lobi Prabowo kepada Megawati, mungkin Ahok tidak akan dapat disandingkan dengan Jokowi, dan mungkin tidak akan dapat mengantarkan mereka berdua ke tampuk kekuasaan. Tapi, apa lacur, Ahok memberikan sebuah keniscayaan yang tak terduda. Meninggalkan Gerindra tanpa sedikit pun menyisakan apresiasi. Ahok membalas Gerindra tidak lebih dari, sebuah mimpi buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun