Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jenderal Naif dalam Tesis Gerung dan Hoaks Ratna

10 Oktober 2018   07:32 Diperbarui: 10 Oktober 2018   07:37 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jabar.indonesiaraya.co.id

Oleh : eN-Te

"Sabda" Rocky Gerung

Konon khabarnya, Rocy Gerung, mantan Dosen Filsafat UI, yang sering nyasar menjadi Narasumber "serba bisa" dengan topic apapun di acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One, besutan sang Presiden yang bersuara serak-serak basah, Karni Ilyas, pernah "bersabda", bahwa "pembuat hoaks terbaik adalah Penguasa" (sumber). Tesis ini, lebih tepatnya asumsi prematur rupanya mungkin diilhami oleh kebiasaan menggerung Rocky, yang pernah menyatakan semua kitab suci itu fiksi.

Tesis Rocky ini oleh kaum bani kampret langsung ditelek dan sangat digandrungi. Bahkan pada takaran tertentu, tesis Rocky Gerung ini sudah dipercaya sebagai sebuah sabda. Karena itu, segala hal (informasi, berita, data, dll) yang berasal dan bersumber dari Pemerintah (rejim saat ini) selalu saja diragukan, bahkan dianggap sebagai sebuah kebohongan.

Pemerintah distigmatisasi dan diframing sedemikian rupa sebagai pembuat berita bohong kelas wahid. Tidak ada yang kredibel bila berasal dan bersumber dari corong Pemerintah. Karena bagi sebagian kelompok anak bangsa ini, khususnya dari faksi oposisi, informasi apapun yang disampaikan oleh Pemerintah mempunyai integritas dan kredibilitas yang sangat rendah, sehingga patut diragukan kesahihannya.

Untuk beberapa lama "sabda" Rocky Gerung ini mendapat legitimasi yang sangat kuat dari kelompok bani kampret. Tak tanggung-tanggung, nyaris semua elemen pendukung kelompok oposisi mempunyai sikap yang sama dalam merespon tesis Rocky, sang filosof nyasar. Semuanya mendukung penuh, bahwa tesis Rocky Gerung mempunyai relevansi actual yang tak terbantahkan. Meski harus diakui bahwa tesis yang dikemukakan oleh Rocky Gerung itu tidak mempunyai pijakan rasional ilmiah yang kuat. Karena tidak didukung oleh fakta-fakta yang saling berhubung dan terkait, lebih pada asumsi semata. Asumsi itu lahir dari proses berhalusinasi yang tak bernalar, sampai dia harus menggerung secara membabi buta.

Boleh jadi Rocky Gerung sangat terobsesi ingin bergabung dalam koalisi Pemerintah. Akan tetapi setelah sekian lama memendam rasa, keinginannya tidak pernah kesampaian. Pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi tidak pernah melirik barang sejenak, meski si Rocky sudah berkoar-koar menjajakan harapannya. Sayangnya, obsesinya hanya tinggal menggantang asap, tidak pernah terwujud. Dalam keputusasaannya, maka secara perlahan dalam alam bawah sadar kemudian tersembul rasa kecewa yang mendalam, yang menghantarkan Rocky pada suatu titik, membenci Pemerintah. Dan personifikasi Pemerintah yang sedang berkuasa saat ini adalah Jokowi (JK), sehingga kebencian Rocky ditimpahkan sepenuhnya  kepada Jokowi.

Asa sudah tertolak, maka kecewapun bersemburan muncul. Manifestasi rasa kecewa Rocky yang mendalam terhadap Jokowi, kemudian dia kapitalisasi sedemikian rupa dibalut dengan rasa iri, dengki, dan hasad, sehingga melahirkan kebencian yang mendalam terhadap Pemerintahan Jokowi. Dalam puncak kebenciannya itu, Rocky kemudian mencari sebuah cara yang logis supaya dapat diterima public, khususnya kaum bani kampret.

Apa itu? Teori rasionalisasi. Mencoba mencari sebuah kondisi yang dapat menjadi penjelas yang sempurna terhadap kegagalannya mewujudkan mimpinya, bergabung dengan Pemerintah. Justifikasi yang dia temukan, mengingat dia juga telah terlanjur dinobatkan sebagai seorang filosof, adalah dengan melemparkan  sebuah teori, tepatnya tesis. Tesis yang mencoba mengiring opini public untuk membentuk stigmatisasi, bahwa Penguasa itu ghalibnya suka berbohong. Apalagi  Jokowi yang sejak awal menerima "tantangan" maju sebagai calon Presiden (Capres) pada 2014 sudah terlanjur dicap sebagai pemimpin yang tidak amanah oleh kompetitornya.

Berbagai stigma miring sengaja diframing sedemikian rupa untuk mengelabui alam bawah sadar masyarakat, khususnya kaum bani kampret agar tidak mempercayai Jokowi. Seorang Capres yang kemudian berhasil menjadi Presiden RI ke-7, yang kononnya menurut kaum bani kampret mempunyai asal "keturunan" yang tidak jelas, setelah menumbangkan Sang Jenderal Kardus.

Saking gregetan kelompok opisisi terhadap status Jokowi, sampai-sampai sebagian mereka harus menggadaikan kewarasan nalarnya sebagai manusia beradab, mencoba mengusulkan kepada Jokowi agar mau melakukan tes DNA untuk membuktikan hubungannya dengan sang Ibu tercinta. Sebuah permintaan yang tidak mempunyai relevansi logis terhadap keabsahan seseorang menjadi Presiden. Nah, pada titik kulminasi kekecewaan yang membuncah, maka tersembullah keluar "sabda" Rocky, bahwa pembuat hoaks terbaik adalah Penguasa (Pemerintahan Jokowi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun