Oleh : eN-Te
Gonjang-ganjing kasus megakorupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (yang lebih tenar disebut e-KTP), semakin ke sini, semakin 'misterius'. Buat saya kasus e-KTP ini misterius, karena nama-nama yang sempat  muncul dalam dakwaan beberapa terdakwa kasus e-KTP terdahulu kemudian tidak terdengar lagi dalam dakwaan pada proses pengadilan dengan terdakwa mantan Ketua Umum Golkar dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Setya Novanto (Setnov). Sebut saja beberapa politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, dan juga yang lainnya dari partai lain. Apalagi sekarang muncul pula nana-nama dari klan SBY.
Tiba-tiba dalam beberapa persidangan lanjutan kasus e-KTP terakhir melalui kesaksian para saksi dan catatan Setnov, klan SBY mulai disebut-sebut. Diawali dengan kesaksian Mirwan Amir, yang menyebut nama SBY dalam persidangan Setnov. Kemudian masuk pula nama Ibas dalam "Buku Hitam" Setnov.
Hadir sebagai saksi, Mirwan Amir mengaku bahwa pernah pada suatu kesempatan bertemu di kediamannya di Cikeas, ia menyampaikan atau tepatnya menyarankan kepada SBY, agar menghentikan proyek e-KTP yang sedang berjalan. "Kata Mirwan, dirinya pernah meminta Kepada SBY untuk tidak melanjutkan proyek e-KTP lantaran bermasalah." Mirwan merasa perlu meminta kepada SBY untuk menghentikan proyek e-KTP tersebut, karena dalam pandangannya proyek tersebut banyak (ber)masalah.
Kesaksian Mirwan itu kemudian berbuntut panjang. Partai Demokrat pun berang. Segera setelah kesaksian Mirwan, Tim Hukum PD pun bereaksi. Â Melalui Tim Hukum PD, pihak SBY pun melaporkan salah seorang Penasehat Hukum (PH) Setnov, Firman Wijaya ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri.Â
Pihak SBY melalui Tim Hukum PD merasa keberatan dengan pernyataan dan atau pertanyaan yang disampaikan Firman Wijaya kepada saksi Mirwan Amir ketika persidangan berlangsung. Menurut Tim Hukum PD, bahwa keterangan atau pernyataan yang diberikan Firman Wijaya sudah masuk kategori perbuatan tidak menyenangkan. Firman Wijaya, menurut Tim Hukum PD dianggap telah menghina SBYÂ dan telah melakukan pencemaran nama baik.
Belum lagi jelas tentang penyebutan nama SBY, lagi-lagi klan SBY kembali terseret dalam pusaran kasus e-KTP. Adalah putra dan anak kesayangan Ibu Any Yudhoyono, Edi Baskoro Yudhoyono (Ibas), ikut pula disebut.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, kemudian saat ini sedang menjalani sidang, sering terlihat tidak pernah sekalipun lepas dari tangan Setnov sebuah buku agenda berwarna hitam. Buku hitam itu seakan-akan menjadi misteri, mengingat setiap menghadiri persidangan Setnov tidak pernah sekalipun melupakan buku itu. Hal itu kemudian memunculkan rasa penasaran dan tanya publik. Ada apa gerangan dengan buku itu?
Rupanya "Buku Hitam" ala Setnov itu berkaitan dengan proses pengajuan dirinya sebagai justice collaborators. Mengingat seseorang akan dikabulkan permohonan menjadi justice collaborators bila memenuhi beberapa persyaratan. Salah duanya adalah menjadi terdakwa (kasus korupsi) dan berikutnya harus konsisten dalam memberikan kesaksian.
Pada persyaratan terakhir inilah kita dapat menemukan benang merah "Buku Hitam" ala Setbov itu dengan konsistensi dia dalam membuka semua borok kasus e-KTP. Terutama nama-nama besar yang diduga kuat ikut bermain dan menjadi master mind dalam kasus e-KTP.
Buku itu berisi cacatan-catatan penting, semua rangkain peristiwa, dan nama-nama yang diduga terkait dan ikut kecipratan duit haram proyek e-KTP. Dan setelah nama SBY disebut oleh Mirwan Amir, kini putranya pula ikut terseret. Putra SBY itu ikut disebut dalam daftar "Buku Hitam" ala Setnov itu. Ditampilkan dalam grafik, Setnov menuliskan nama Ibas, yang pada saat proyek e-KTP berjalan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PD dan juga Ketua Fraksi PD di DPR RI, juga kecipratan dana haram proyek e-KTP melalui mantan Bendahara Umum PD, M. Nazaruddin.