Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Goodbye Prof. Yusril “Mickey Mouse”, DKI Tidak Membutuhkan!

26 September 2016   11:32 Diperbarui: 26 September 2016   23:43 3988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017 memasuki episode baru. Semua partai politik yang berhak mengusung dan mengajukan calon sudah menentukan pilihannya masing-masing. Parpol peraih suara di DPRD DKI telah membentuk tiga poros utama dengan mengusung pasangan calon masing-masing guna bertarung memperebutkan DKI-1.

***

Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Golongan Karya (Golkar) sejak awal telah mendeklarasikan mengusung petahana maju sebagai kandidat calon gubernur (Cagub) untuk meraih DKI-1. Belakangan setelah membiarkan publik berfantasi-ria dan berimajinasi liar, akhirnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memantapkan sikap mendeklarasikan petahana, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok dan Djarot Syaiful Hidayat sebagai pasangan calon di menit-menit akhir (last minutes).

Keputusan Megawati untuk tetap memasang petahana, Ahok-Djarot sekaligus menghentikan semua spekulasi tentang dukungan PDIP selama ini. Termasuk pula menjadi momentum konsolidasi internal. Mengingat selama ini, PDIP nyaris pecah akibat ulah sebagian kader yang anti Ahok. Malah sebagain kelompok anti Ahok itu sampai harus membuat video yel-yel untuk "menumbangkan" Ahok. Tapi, semua gerakan makar ala kader PDIP itu akhirnya mentah setelah Ketum PDIP mengeluarkan "wangsit politiknya". Segera setelah Megawati memutuskan mencalonkan petahana, maka parpol-parpol lainnya pun seperti blingsatan dan tergopoh-gopoh mencari pasangan calon yang akan diusung. 

***

Merasa mendapat “tantangan”, segera setelah itu, di last minutes pula Partai Demokrat pun menggalang kekuatan dengan membentuk poros yang mengambil nama sesuai dengan tempat tinggal mantan Presiden RI ke-6, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni Prosos Cikeas. Cikeas merujuk pada proses di mana parpol-parpol yang “sejalan dan seide” mencari sosok yang sepadan menantang pasangan petahana. Parpol-parpol yang “sejalan dan seide” itu tidak jauh dari lingkaran dalam SBY ketika menjadi Presiden. Parpol-parpol tersebut merupakan kawan sekondan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB).

Parpol-parpol yang turut bergabung dan membentuk Poros Cikeas adalah Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai  Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Ke-4 parpol ini pada Kamis malam (22/9/2016) dengan tanpa babibu, bersepakat untuk mengusung calon yang sebelumnya tidak pernah terdengar oleh publik maupun versi survey. Kandidat pasangan calon yang diusung setelah “bersemedi” di Cikeas, adalah putra sulung mantan Presiden RI ke-6, SBY. Dia adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang disandingkan dengan birokrat senior Pemprov DKI, Sylviana Murni. Lepas dari kemungkinan ada pengaruh trah SBY dalam keputusan itu, harus diterima sebagai realitas politik bahwa ke-3 parpol lainnya tidak memberikan resistensi terhadap kemunculan nama putra sulung SBY, AHY sebagai Cagub. Mungkin bagi PPP, PKB, dan PAN nama AHY merupakan figur yang dapat diterima semua pihak, meski ia merepresentasikan sebagai putra dan penerus dinasty SBY.

***

Gebrakan Megawati sebagai Ketua Umum PDIP dengan tetap mengusung petahana Ahok-Djarot tidak hanya membuat Poros Cikeas gelagapan sehingga dengan sangat terpaksa harus “mengorbankan” karier militer putra sulung SBY yang sedang moncer. Tapi, juga hal itu membuat Partai Gerindra harus berhitung ulang untuk tetap pada keputusan awalnya mengusung Sandiaga Uno.

Sandi yang sejak awal berwara-wiri mencari simpati dan memoles personal branding-nya agar diusung menjadi Cagub harus menguburkan mimpinya. Mengapa demikian?

Kejutan yang dibuat Megawati dan PDIP secara tidak langsung membuat Partai Gerindra merasa tidak percaya diri (pede) bila tetap bertahan pada sikapnya mencalonkan Sandi sebagai DKI-1. Mungkin bagi Partai Gerindra, Sandi belum sepadan dan selevel bila harus diadu dengan pasangan petahana Ahok-Djarot. Partai Gerindra tidak mau berjudi bila tetap memajukan Sandi sebagai Cagub. Bagi Gerindra, kalau pun nanti harus kalah dari petahana, kekalahan itu jangan terlalu menyolok. Misalnya kalah angka, asal jangan kalah KO apalagi TKO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun