Kota Kupang (dokpri)
Oleh : eN-Te
Pada Kamis, (26/11/2015) saya dan beberapa teman berada di Jakarta. Selama berada di Jakarta, ketika hendak berangkat ke suatu tujuan, kami naik angkot, yakni mikrolet atau kopaja. Pengalaman ketika menumpang kopaja selama di Jakarta, kembali mengingatkan saya untuk melunasi “utang” menulis tentang angkot di Kota Kupang. Karena itu, artikel ini merupakan “utang” yang sudah lama tersimpan dalam memori saya. Ketika itu, setelah berada di Kupang dan balik kembali ke Makassar, saya berniat menulis tema tentang angkot di Kota Kupang, sekaligus ingin menceritakan pengalaman perjalanan dinas di Kota Kupang, khususnya tentang keunikan angkot di Kota Kupang.
Pada pekan pertama bulan Oktober, saya melakukan perjalanan dinas ke Kota Kupang. Perjalanan dinas dalam rangka kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Mata Pelajaran Teknologi Informatika dan Komunikasi (Diklat Mapel TIK) dalam Implementasi Kurikulum 2013 (K-13). Kegiatan berlangsung dari 01 s.d. 05 Oktober 2015, bertempat di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Penyelenggara kegiatan, yakni Lembaga Pendidikan, Pemberdayaan dan Peningkatan Tenaga Kependidikan Kelautan, Perikanan dan Teknologi Komunikasi (LPPPTK KPTK) Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.
Seperti sudah saya ceritakan di awal, bahwa kali ini, saya ingin membagi “pengalaman” selama di Kota Kupang dalam bentuk reportase perjalanan sebagai sebuah tulisan ringan. Reportase kali ini yang ingin saya bagi kepada pembaca adalah mengenai suasana Kota Kupang dan “keunikan” angkot di Kota Kupang, yang dalam istilah setempat disebut bemo. Sya sebut unik karena bemo-bemo tersebut sangat “eksentrik”. Disebut “eksentrik” karena bemo tersebut dilengkapi dengan berbagai aksesories yang sangat menarik. Baik berupa sound system, variasi pernak-pernik tambahan pada mobil, poster-poster yang menempel mengelilingi mobil, dan tak kalah unik adalah setiap bemo memiliki nama.
Kondisi Obyektif Kota Kupang
Wilayah Provinsi NTT terdiri dari 22 kabupaten/kota, yang tersebar pada beberapa pulau (besar) dan pulau-pulau kecil. Pulau-pulau yang tergolong besar itu, yakni Pulau Flores (10 kab.), Pulau Sumba (4 kab.), Pulau Alor (1 kab.), Pulau Timor (4 kab., dan 1 kota), Pulau Rote (1 kab.), Pulau Sabu (1 kab.), dan Pulau Lembata (1 kab.). Sedangkan pulau-pulau kecil merupakan pulau-pulau pesisir yang masuk dalam wilayah beberapa kabupaten, seperti pulau Komodo (di mana terdapat hewan yang dilindungi Komodo), pulau Adonara, Pulau Solor, dan beberapa pulau kecil lainnya. Sementara Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi NTT dan terletak di ujung Pulau Timor.
Laiknya ibu kota provinsi, penduduk Kota Kupang juga bersifat heterogen dan plural. Heterogenitas dan pluralitas penduduk Kota Kupang dilihat dari etnisitas dan agama. Ada Etnis Timor sebagai penduduk pribumi, dan ada etnis pendatang, yakni Etnis Alor Pantar, Etnis Flores (daratan Flores dan sekitarnya), Etnis Sumba, Etnis Sabu-Rote, serta etnis pendatang lainnya, seperti Jawa, Bugis-Makassar, serta etnis lainnya.
Meski saya sendiri merupakan warga asal NTT beretnis Flores tapi tidak cukup familiar dengan Kota Kupang. Sebab sudah lebih dari 20 tahun saya berdomisili di luar NTT, tepatnya Kota Makassar. Saya berkunjung ke Kota Kupang hanya pada waktu-waktu tertentu dan bersifat musiman. Misalnya bila musim mudik lebaran, itupun tidak selalu rutin setiap tahun. Adalah sangat menyenangkan, mendapat tugas dinas ke Kota Kupang, karena hal itu merupakan kesempatan langka. Di samping dapat mudik kampung, juga hal itu dapat menjadi ajang silaturahmi dengan keluarga dan juga sahabat dan teman-teman lama (teman sekolah).