Publik sudah merasa jengah terhadap berbagai manuver yang cenderung ingin menutup-nutupi dengan berbagai penjelasan bersifat kamuflase yang cenderung “kasar”. Sudah saatnya publik menuntut hak agar mendapat informasi yang benar, akurat, dan tentu saja harus bersifat faktual dan apa adanya. Bahwa untuk sebuah alasan politik (dan juga keamanan), sehingga tidak semua informasi harus diketahui publik, mungkin ya. Tapi, pada sisi lain, elit politik dan penguasa harus menunjukkan sikap ksatria dan jujur, tidak bersikap hipokrit. Di depan mengatakan A, tapi sesungguhnya di belakang, yang sebenarnya disembunyikan adalah fakta B.
Hal ini penting, mengingat masih banyak dari rakyat negeri ini yang masih menganut atau berpegang pada budaya paternalistik. Apa yang dikatakan pemimpin, itu yang diikuti. Tentu saja, pemimpin yang benar, yang mengatakan apa adanya secara jujur, tidak dibungkus dengan bahasa eufemisme hanya sebagai kamuflase semata. Tentu pula, penulis yakin, para elit pemimpin dan penguasa juga tidak ingin mewariskan budaya berbohong kepada rakyat dan bangsanya. Cukup sudah selama lebih kurang 32 tahun rezim Orba “mendesain” manusia Indonesia menjadi manusia “yes man”, tetap mengatakan ya, meski itu bertentangan dengan hati nuraninya sendiri. Saatnya kita sebagai bangsa besar dan berbudaya, memutus mata rantai “kebohongan” sebagai karakter dan jati diri bangsa. Bangsa ini harus dibangun atas landasan kejujuran dengan karakter berintegritas. Kredibilitas anak bangsa sebagai bangsa yang berintegritas, yang mencerminkan bangsa berbudaya dan beradab tidak hanya dibungkus dengan slogan kosong, tapi harus diejawantahkan, harus dibumikan menjadi sesuatu yang inheren dalam kepribadian bangsa. Dan semua itu harus dimulai dari atas oleh para elit pemimpin dan penguasa. Para elit dan penguasa sudah seharusnya menyadari bahwa akibat “kebohongan” dapat menjadi racun yang bisa menghancurkan kepribadian generasi anak negeri. Oleh karena itu, mari kita himbau “hai pemimpin, berhentilah berbohong!”
Ya sudah, begitu saja pendapat penulis, selamat membaca, …
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 08 September 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H