Oleh : eN-Te
[caption id="attachment_371111" align="aligncenter" width="455" caption="AR dan ZH (Sumber : cnnindonesia.com)"][/caption]
Zulkifli Hasan (ZH) terpilih menjadi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) untuk periode 2015 - 2020. ZH keluar sebagai pemenang dalam persaingan memperebutkan posisi Ketua Umum PAN pada Konggres IV di Nusa Dua Bali, Minggu (1/42015). ZH terpilih melalui proses pemungutan suara dipercepat, setelah suasana Konggres berubah panas yang ditandai dengan aksi lempar kursi antarpeserta, dengan selisih suara sangat tipis, hanya enam suara. ZH memperoleh 292 suara dari peserta konggres, sedangkan Hatta Radjasa memperoleh 286 suara.
Sedianya pemungutan suara untuk memilih Ketua Umum PAN dijadwalkan pada hari Senin (2/3/2015), akan tetapi karena suasana Konggres yang semakin memanas, sehingga setelah melalui rapat antara Stering Comitee (SC), Organizing Comitee (OC), dan para calon Ketua Umum (Hatta Rajasa (HR) dan ZH), disepekati bahwa untuk menurunkan tensi dan suhu Konggres, maka pemungutan suara untuk memilih Ketua Umum, dipercepat satu hari lebih awal. Dari pemungutan suara tersebut diketahui bahwa peserta Konggres IV PAN di Nusa Dua Bali, mempercayai tampuk kepemimpinan PAN lima tahun ke depan dinahkodai ZH. Karena itu, menarik untuk ditunggu bagaimana ZH membawa “biduk” PAN di bawah bayang-bayang dan “kendali” Amien Rais (AR).
Kemenangan ZH tidak bisa tidak dilepaskan dari peran dan “kontribusi” AR. Tokoh gaek dan pendiri PAN, yang sudah malang melintang dalam percaturan politik negeri ini, sejak 1997, ketika “mempelopori” gerakan reformasi. Sayangnya dalam perjalanan kiprah politiknya tersebut, AR, sering menempatkan dirinya pada posisi “sulit”. Penulis menggunakan idiom “sulit” (dalam tanda petik) untuk menjelaskan bahwa ada kecenderungan sikap AR berusaha dengan lihai mengambil “keuntungan” di saat-saat menentukan. Karena itu, apapun motif dibalik kecenderungan “sikap lihai” itu membuat sebagian orang yang tidak suka dengan sepak terjang AR, menilainya sebagai politisi oportunis.
Lihatlah sikap AR ketika memberikan pidato sebagai Ketua MPP PAN dalam Konggres PAN IV di Bali. Secara terbuka dan tanpa “malu-malu” AR menyerang HR sebagai seorang Ketua Umum “pembohong”. Cara AR mencoba “mengkampanyekan” ZH, yang juga merupakan besannya sendiri (lihat di sini) dengan menjatuhkan HR di depan peserta konggres menunjukkan posisi “sulit” AR. Dalam karier politiknya yang semakin senja dan redup, rupanya AR tidak kehilangan akal untuk berada pada posisi “sulit” meraih simpati. Penulis sulit membayangkan, seandainya dalam pemungutan suara tersebut HR yang memenangi pertarungan, mungkinkah HR akan “menghempaskan” karier politik AR?
AR memang lihai “bermain” politik. Meski oleh sebagaian orang kemudian dibaca sebagai sikap kekanak-kanakan (lihat di sini), di mana cara AR menyerang HR di arena Konggres sebelum pelaksanaan pemungutan suara terkesan sangat vulgar. Bentuk serangan itu, malah AR merasa itu sebagai bentuk warning secara moral politik. Menanggapi “serangan” AR, mantan Ketua Umum PAN, HR dengan tenang menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Jokowi (Presiden terpilih) sebagai bentuk “tatakrama politik “ untuk memberikan ucapan selamat (lihat di sini). Lagi pula, menurut HR, dalam pertemuan tersebut ia didampingi ZH.
Rakyat bangsa ini sebagai pemilik sah suara pada kontestasi Pemilu dan Pilpres, serta sebagai pemegang kedaulatan, hendaknya patut bertanya, mungkinkah ZH dalam menahkodai PAN ke depan dapat memposisikan dirinya sebagai Ketua Umum yang independen, baik dalam posisi pemegang otoritas partai, maupun interrelasi dalam konteks hubungan partai politik (parpol). Jangan-jangan ZH malah “di-Soetrisno Bachir-kan” oleh AR, sebagaimana posisi mantan Ketua Umum PAN sebelum periode kepemimpinan HR itu. Atau ZH malah lebih jauh, “di-Jokowi-kan” AR sebagaimana pemahaman publik terhadap posisi Presiden Jokowi dalam konteks hubungannya dengan Ketua Umum PDIP dan partai pendudukung pemerintah (KIH).
Terlalu dini dan prematur kalau kita menvonis bahwa seorang ZH dapat dikendalikan oleh AR. Nah, apa dan bagaimana “posisi politik” ZH setelah terpilih berkat “kontribusi” AR, kita tunggu saja kiprah ZH dalam memimpin dan menahkodai PAN lima tahun ke depan.
Yaa sudah, begitu saja pendapat penulis, selamat membaca, ...
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 02 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H