Mohon tunggu...
Denny Boos
Denny Boos Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Perempuan asal Tobasa. Menyukai hal-hal sederhana. Senang jalan-jalan, photography, sepedaan, trekking, koleksi kartu pos UNESCO. Yoga Iyengar. Teknik Sipil dan Arsitektur. Senang berdiskusi tentang bangunan tahan gempa. Sekarang ini sedang ikut proyek Terowongan. Tinggal di Berlin.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tuhan, Biarkan Kami Menua Bersama

3 Juni 2016   17:49 Diperbarui: 3 Juni 2016   18:08 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Kami dan musim gugur)

Beberapa waktu ini, perhatian saya tertarik dengan seorang bapak tua yang tinggal di lantai atas apartemen sebelah. Saya perkirakan beliau sudah masuk di umur 70 an, kurang lebih seumur papa nya si abang. Beliau sangat rajin bangun pagi, siram tanaman dan pergi jalan atau sepedaan walau sudah tua. Beliau tinggal sendiri. Dan kita tidak pernah tau, apakah istri nya tinggal terpisah-atau-sudah tidak ada, apakah ada anak, atau memang dari awal memilih sendiri. Beliau tidak pernah bercerita. Di lingkungan ini, kita cukup mengenal satu sama lain.

Entah kenapa, satu hal yang saya pikirkan kemudian adalah perihal doa-doa perjodohan. Betapa pentingnya kita alamatkan sunguh-sungguh pada Tuhan, agar kita semua kiranya diberikan jodoh yang dari Tuhan, diberi kesempatan menua bersama dengan jodoh yang Dia pilihkan itu,

karena...

ada masa dimana perubahan kehidupan dari yang produktif-bekerja menjadi tidak, perubahan umur yang juga mempengaruhi perubahan tenaga dan kemampuan berpikir, di sana akan kita sadari bahwa hanya pasangan yang berjodoh dengan kita itulah yang semestinya tetap setia ada di samping kita. Setidaknya, kita harapkan demikian. Dan saya rasa, Tuhan pun mengharapkan begitu karena itu jugalah kenapa ada banyak nasehat-nasehat yang perlu kita dengarkan perihal memilih pasangan, agama apapun yang kita anut. 

Jujur atau tidak kita harus bisa belajar mengiklaskan, ketika, bahkan anak-anak yang telah kita besarkan dengan susah payah itu pun, akan pergi meninggalkan kita dan memulai kehidupannya sendiri-sendiri. Datang sesekali jika ada waktu, itu pun sudah syukur dan membuat orangtua sangat senang. Tapi, adakah orangtua yang akan terus-terusan memberatkan anaknya bahkan untuk sekedar mengunjungi? Orangtua yang menginginkan kebahagiaan anaknya, tidak pernah ada dalam kategori seperti ini. 

Mungkin Tuhan sudah mengaturkan alur yang baik adalah demikian, atau, mari kita terima bahwa rantai kehidupan seperti itu adalah sebentuk penyambung anugrah: orangtua membesarkan anak tanpa pamrih, anak-anak meninggalkan orangtua untuk berkembang bersama dunia dan berjuang untuk kehidupan nya yang baru. 

Karena pada akhirnya, bukankah semua yang Tuhan percayakan untuk menjadi penyambung rantai (orangtua) itu akan meneruskan tugas ini kepada generasi selanjutnya? Dalam alur ini, bagaimanapun juga, hanya rasa syukur lah yang membuat kegembiraan dalam perjalanan setiap perubahan fase itu terpelihara. 

Berangkat dari hal-hal seperti ini lah kemudian yang menumbuhkan pemikiran, betapa pentingnya meminta sungguh-sungguh kepada Tuhan agar dipertemukan dengan seseorang yang berjodoh dan diberi kesempatan menua bersama. Menikah bukan lagi karena takut umur sudah semakin bertambah, takut apa kata orang karena sudah berumur tapi masih saja dalam kondisi penjajakan, kuatir kalau-kalau tidak bisa menyenangkan orangtua, merasa dikejar target karena semua teman-teman sudah menikah bahkan kalau dalam kondisi saya teman-teman saya sebentar lagi akan menikahkan anak, dan masih banyak alasan dan pemikiran lainnya. 

Dan satu hal lagi, semoga, ketika Tuhan memberikan kita kesempatan untuk berjodoh dengan seseorang, semoga disaat yang sama kita juga bertanggungjawab menjaga kebahagiaan dan kehidupan bersamanya. Terus memegang kepercayaan yang dari Tuhan itu dengan berjuang dan merawat cinta yang pernah ditumbuhkanNya. Masalah akan selalu ada, rasa bosan pun pasti akan pernah menghampiri, tapi dengan mengingat kalau dia yang berjodoh dengan kita adalah anugrah yang pantas diperjuangkan kebahagiaannya bersama kita, semoga, Tuhan memberikan kesempatan untuk menua bersama. 

Untuk teman-teman yang belum dipertemukan Tuhan dengan jodohnya, mari terus semangat berjuang, biar Tuhan yang mengerjakan selebihnya. Saya menanti dan berjuang hampir 10 tahun dari target menikah. Maksudnya, target saya menikah adalah 10 tahun lalu. Puji Tuhan, setelah perjalanan panjang itu, Tuhan mempertemukan saya dengan jodoh pilihanNya.

Dan pagi ini, saya melihat si bapak tua masih angkat-angkat minuman ke mobilnya. Dan nggak nyangka juga dia masih berani nyetir mobil seperti itu. Hanya bisa memanjangkan doa-doa, semoga beliau bahagia dengan kehidupannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun