Kalau jaman sekarang kan, 2 tahun saja anak sudah dimasukkan orangtua ke grup kelompok bermain. Di jaman saya, pra-sekolah adanya masih TK saja. Jadi, waktu kita bermain masih lebih lama. Dan nyatanya, saya memang tidak pernah masuk TK.
ooOoo
Pagi itu, rasanya lebih dingin dari biasa. Entah itu karena pertama sekali saya akan memulai sekolah dasar (SD) atau karena memang pagi itu cukup dingin. Namun karena saya sudah mempersiapkan diri untuk sekolah sejak sebulan terakhir, tetap pagi itu rasanya istimewa.
"Boru (anak perempuan dalam Batak), mau diantar? Bapak mengarahkan pandangan ke saya saat sarapan pagi itu.
"Tidak usah, Pak! Kan, kepala sekolahnya Bapak ... itu, nanti guru kelas satu Ibu ... itu (saya menyebut nama)." ucap saya dengan mantap dan yakin.
Saya merasa tidak akan ada kesulitan, karena mereka semua kenal bapak dan tentunya saya kenal juga.
Sebulan berlalu, pelajaran di kelas sudah mulai serius. Saya yang tidak memiliki dasar membaca dan menulis, masih cuek dan nggak mau tau. Sampai hari itu bu guru bilang, "ambil kertas nya satu lembar, buku semua disimpan. Kita dikte!"
"Mampus! Saya bisa apa?"
Saya mulai keringat dingin. Saya kuatir nggak karuan.
ooOoo
Pulang sekolah, saya berjalan gontai sambil merenungi nasib. Nilai "O" ditulis sangat besar persis di tengah-tengah kertas dikte itu cukup mewakili wajah sendu siang itu. Saya masih terus berpikir, nanti malam saya bilang apa sama Bapak kalau ditanya ngapain di sekolah? Keluarga kami memang rutin mengadakan doa malam sehabis kami makan malam, dan, di saat yang sama akan dilanjutkan oleh Bapak-mamak nanya-nanya tentang kegiatan seharian.