Hakikat Media Sosial dalam Perspektif Al-Qur'an
Perkembangan teknologi yang semakin tak terbatas menjadi daya dorong bagi perkembangan media sosial dalam ranah digitalisasi kehidupan. Mengiringi kebutuhan manusia dengan mempermudah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari sehingga semakin melekat seakan tidak dapat dipisahkan. Semakin beragamnya digitalisasi media sosial yang dapat digunakan, seperti aplikasi chat, situs web berbagi foto atau video, beranda belanja daring dan masih banyak lagi bentuknya. Pengaruh media sosial dalam bentuk digitalisasi dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah besar. Namun, melihat realitas yang ada, masyarakat semakin beragam pula cara pandangnya terhadap media sosial. Tidak sedikit cara pandang masyarakat yang mengarah pada
Hal yang Berdampak Buruk Bagi Kehidupan Bersosialisasi. Karena kebebasan dalam penggunaannya, maka besar kemungkinan terjadinya penyalahgunaan media sosial. Alih-alih dijadikan solusi efektif dalam bersosialisasi, digitalisasi media sosial justru kerap kali ditemukan sebagai alat kriminalisasi. Penyalahgunaan ini muncul dalam berbagai bentuk, seperti penipuan, perundungan siber, penyebaran berita bohong, peretasan, dan masih banyak lagi. Data terkini dari United Nations International Children Educational Fund (UNICEF) dalam konferensi kebaikan hati Indonesia yang diselenggarakan secara virtual pada 26-28 Juni 2024 menyebutkan bahwa sebanyak 45% (empat puluh lima persen) dari 2.777 remaja di Indonesia usia 14-24 tahun pernah mengalami perundungan siber atau online bullying. Secara rinci, 45 persen mengalami pelecehan melalui aplikasi chat, 41 persen menyebarkan foto atau video tanpa izin, dan sisanya perundungan siber dalam bentuk lainnya. Hal ini merupakan salah satu contoh akibat dari cara pandang masyarakat yang salah dalam menyikapi hakikat digitalisasi media sosial.
Hakikat media sosial menjadi hal yang penting untuk dibahas dalam topik ini, apa sebenarnya yang diharapkan dari terciptanya media sosial di ranah digitalisasi, sebagai salah satu dampak dari perkembangan teknologi? Teknologi sendiri hadir sebagai media yang memudahkan berbagai aspek kehidupan manusia. Tentunya, perkembangan teknologi diharapkan dapat menjadi jembatan yang efektif bagi berbagai aktivitas manusia yang mengarah kepada hal-hal yang lebih baik. Sama halnya dengan digitalisasi media sosial sebagai salah satu bentuk teknologi. Keberadaan media sosial dalam hal ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang mengarahkan manusia kepada hal-hal yang positif. Dalam hal ini, ada banyak sekali bentuknya seperti sarana literasi, ada sangat banyak platform media sosial yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Ketika pandemi melanda dunia, kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring, yang tidak lain adalah digitalisasi media sosial. Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas komunikasi saat ini sangat terbantu dengan adanya digitalisasi media sosial, bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia saat ini. Sejalan dengan pengertian media sosial menurut Widada, media sosial merupakan media daring, yang mana para penggunanya dapat dengan mudah memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan komunikasi. Salah satu contohnya adalah penggunaan aplikasi pembantu komunikasi seperti WhatsApp, Telegram, Line, Instagram dan lain sebagainya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa perspektif masyarakat terhadap hal ini berbeda-beda sehingga digitalisasi media sosial dapat keluar dari hakikatnya.
Banyak faktor yang membuat orang salah memahami hakikat media sosial, baik dari faktor ekstrinsik maupun intrinsik penggunanya. Faktor internal dapat berupa kecanduan, yaitu perilaku yang berlebihan dalam hal ini ketergantungan terhadap media sosial, kurangnya pengakuan dan perhatian dari orang lain, kurangnya pengendalian diri dan kemampuan manajemen waktu, kurangnya rasa percaya diri dan mencari kompensasi, kecenderungan narsistik dan keinginan untuk menonjol. Bisa juga dari faktor eksternal berupa budaya dan lingkungan sekitar yang mendorong penggunaan media sosial secara berlebihan, tekanan dari lingkungan untuk selalu terhubung dan menunjukkan gaya hidup, kemudahan dan jangkauan akses media sosial yang luas, konten yang sengaja didesain untuk meningkatkan kecanduan dan masih banyak lagi bentuknya.
Dari manakah faktor-faktor tersebut muncul, padahal dalam segala aspek kehidupan terdapat nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalani hidup? Apakah dari penggunanya yang mengabaikan nilai-nilai tersebut? Salah satunya adalah nilai-nilai dalam aspek agama. Dimana agama hadir dalam kehidupan memiliki fungsi salah satunya sebagai pedoman moral bagi manusia untuk berperilaku lebih baik.
Islam hadir dengan ajaran Ralumat lil 'alaminnya tidak hanya sebagai sebuah agama, Islam hadir dengan ajaran kitab sucinya, yaitu Al-Qur'an, yang merupakan panduan hidup yang komprehensif dalam berbagai aspek. Aspek tersebut dapat berupa aspek sosial, budaya, spiritual, ekonomi, dan sebagainya. Yang memberikan paradigma yang dinamis kepada manusia dan menuntun pada kehidupan yang lebih bermakna. Maka sangat perlu untuk memadukan ajaran Islam dalam Al-Qur'an dengan dunia modern ini untuk menghadapi digitalisasi media sosial. Media sosial yang ada hendaknya dimanfaatkan dengan baik dan bertanggung jawab dengan menghargai dan menjunjung tinggi privasi orang lain. Selain itu, penting untuk bersikap hati-hati, mawas diri, melek media sosial, dan berpedoman pada memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan komunikasi. Salah satu contohnya adalah penggunaan aplikasi pembantu komunikasi seperti WhatsApp, Telegram, Line, Instagram dan lain sebagainya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa perspektif masyarakat terhadap hal ini berbeda-beda sehingga digitalisasi media sosial dapat keluar dari hakikatnya.
Banyak faktor yang membuat orang salah memahami hakikat media sosial, baik dari faktor ekstrinsik maupun intrinsik penggunanya. Faktor internal dapat berupa kecanduan, yaitu perilaku yang berlebihan dalam hal ini ketergantungan terhadap media sosial, kurangnya pengakuan dan perhatian dari orang lain, kurangnya pengendalian diri dan kemampuan manajemen waktu, kurangnya rasa percaya diri dan mencari kompensasi, kecenderungan narsistik dan keinginan untuk menonjol. Bisa juga dari faktor eksternal berupa budaya dan lingkungan sekitar yang mendorong penggunaan media sosial secara berlebihan, tekanan dari lingkungan untuk selalu terhubung dan menunjukkan gaya hidup, kemudahan dan jangkauan akses media sosial yang luas, konten yang sengaja didesain untuk meningkatkan kecanduan dan masih banyak lagi bentuknya. Dari manakah faktor-faktor tersebut muncul, padahal dalam segala aspek kehidupan terdapat nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalani hidup? Apakah dari penggunanya yang mengabaikan nilai-nilai tersebut? Salah satunya adalah nilai-nilai dalam aspek agama. Dimana agama hadir dalam kehidupan memiliki fungsi salah satunya sebagai pedoman moral bagi manusia untuk berperilaku lebih baik.
Islam hadir dengan ajaran Ralumat lil 'alaminnya tidak hanya sebagai sebuah agama, Islam hadir dengan ajaran kitab sucinya, yaitu Al-Qur'an, yang merupakan panduan hidup yang komprehensif dalam berbagai aspek. Aspek tersebut dapat berupa aspek sosial, budaya, spiritual, ekonomi, dan sebagainya. Yang memberikan paradigma yang dinamis kepada manusia dan menuntun pada kehidupan yang lebih bermakna. Maka sangat perlu untuk memadukan ajaran Islam dalam Al-Qur'an dengan dunia modern ini untuk menghadapi digitalisasi media sosial. Media sosial yang ada hendaknya dimanfaatkan dengan baik dan bertanggung jawab dengan menghargai dan menjunjung tinggi privasi orang lain. Selain itu, penting untuk bersikap hati-hati, mawas diri, melek media sosial, dan berpedoman pada kebijakan, untuk menciptakan masyarakat yang bijak dalam menghadapi digitalisasi media sosial. Dalam artikel ini, penulis akan membahas salah satu mukjizat Al-Quran, yaitu nilai-nilainya yang masih dapat digunakan sepanjang masa, seperti dalam menanggapi digitalisasi media sosial. Dalam hal ini, penulis tidak hanya berupaya memberikan gambaran kepada masyarakat tentang bagaimana Al-Quran memberikan perspektif tentang hakikat media sosial, tetapi juga bagaimana implementasi nilai-nilai Al-Quran dalam menuntun etika untuk menanggapi digitalisasi media sosial.
kebijakan, untuk menciptakan masyarakat yang bijak dalam menghadapi digitalisasi media sosial. Dalam artikel ini, penulis akan membahas salah satu mukjizat Al-Quran, yaitu nilai-nilainya yang masih dapat digunakan sepanjang masa, seperti dalam menanggapi digitalisasi media sosial. Dalam hal ini, penulis tidak hanya berupaya memberikan gambaran kepada masyarakat tentang bagaimana Al-Quran memberikan perspektif tentang hakikat media sosial, tetapi juga bagaimana implementasi nilai-nilai Al-Quran dalam menuntun etika untuk menanggapi digitalisasi media sosial.
Menurut Hanson, media sosial merupakan media yang diciptakan untuk memfasilitasi interaksi sosial dua arah, yang bekerja dengan cara menyebarkan informasi dari satu ke banyak sasaran atau banyak sasaran ke banyak sasaran. Sebagaimana yang dikutip oleh Setiadi, Meike dan Young, media sosial merupakan gabungan komunikasi personal yang memungkinkan berbagi komunikasi antar individu dengan media publik, tanpa batasan tertentu. Dapat disimpulkan bahwa media sosial merupakan sarana informasi yang dapat diakses secara daring, yang menghubungkan dua arah