Kemarin kita baru berduka atas bom bunuh diri didepan Gereja Katedral di Makassar, ntah apa yang menjadi motif nya belum diketahui pasti. Namun yang pasti teroris yang melakukan bunuh diri memiliki agama, coba cek aja KTP nya. Karena tidak mungkin warga Indonesia tidak punya agama sekalipun dia tidak percaya Tuhan. Jadi kita menipu diri kalau mengatakan teroris tidak punya agama, bukan sedang bertoleransi.
Nah pertanyaannya apakah agama yang dianut sang teroris memang mengajarkan kekerasan? membunuh sesama? atau tidak?, Saya yakin tidak. Saya tinggal sebagai kaum minoritas dilingkungan muslim, mereka semua orang baik yang bertoleransi tinggi. Ketika mereka merayakan hari Raya Idul Fitri maka akan banyak makanan yang berdatangan dari tetangga yang merayakan, ketika nasi dirumah saya habis saya tinggal minta ke tetangga yang muslim dan mereka dengan senang hati memberi. Begitu juga jika hari Natal tiba, mereka akan datang untuk bersilaturahmi sekaligus mengucapkan selamat hari Natal.
Lalu bagaimana suatu ajaran agama yang damai dan bertoleransi berubah menjadi anarkis bisa terjadi? Pasti ada yang menyimpangkan dan yang menerima ajaran itu tidak mengkaji ulang dengan logikanya, mereka hanya mendengar dari orang yang mereka anggap panutan padahal sang panutan masih manusia biasa yang bisa saja salah, atau memiliki rasa dendam sehinggga menyimpangkan suatu ajaran agama yang baik dengan sengaja.Â
Apa yang bisa bisa kita lakukan untuk mencegah penyimpangan terhadap ajaran agama? Pelajari dan dalami agama kita, gunakan logika untuk mengkaji bukan sekedar perasaan sesaat, baca banyak literasi dan berdialoglah dengan banyak orang, dan toleransi antar umat beragama. Bukan dengan menipu diri dengan mengatakan bahwa teroris tidak punya agama.
Karena penyimpangan agama bukan saja terjadi di agama Islam, namun di Kresten juga ada hanya saja  penyimpangan bukan dalam bentuk bom bunuh diri. Mari kita jaga keberagaman bangsa kita bukan hanya dengan perasaan nasionalisme tapi dengan akal dan doa bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salam Kasih...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H