Menikah merupakan suatu peristiwa yang sangat sakral dan monumental dimana sesuatu hubungan pria dan wanita yang tadinya dilarang menjadi halal, dengan berikrar melalui aqad dari janji-janji keduanya untuk mengubah pola hidupnya secara bersama dan statusnya menjadi berkeluarga. Bagi sebagian orang inilah pertama dan terakhir, satu istri, satu suami sampai akhir hayatnya. Karena itulah banyak orang yang habis-habisan memeriahkannya, dari menentukan tanggal dengan diskusi yang melibatkan banyak orang, membuat atau meminjam pakaian pakaian pelaminan, nmembuat foto-foto pra-nikah, kartu undangan yang indah dan mahal, persiapan rasepsi dan pesta yang berlebihan, mempersiapkan pasukan pagar ayu dan pagar bagus, kru keamanan, kru kebersihan, memblokir jalan umum, menyewa grup-grup panggung kesenian, memboking gedung atau tempat pernikahan yang wah, dll. Suatu adat, kebudayaan, peradaban merupakan hal yang baik selama tidak mendobrag nilai-nilai suci keagamaan. Bila gambaran pernikahan seperti itu dapat dibayangkan berapa banyak orang yang tertunda menikah akibat beratnya biaya sebuah pernikahan, padahal sebenarnya pernikahan bisa tanpa biaya. Pernikahan yang sederhana kadang di pandang aneh dan tidak sedikit dicurigai stempel "hamil duluan" atau "nikah siri" atau "dengan om om" atau "nikah kiyai" dll yang kebanyakan masyarakat menilai negatif. Sehingga karena takut dianggap begitu maka rela berhutang, jual harta benda, ambil dana pensiun demi pelaksanaan pernikahan. Raja dan Ratu sehari, begitulah sebutannya. Padahal esensi dan substansi menikah bukan begitu. Memang Agama-agama di Indonesia tidak melarang melakukan itu semua, tapi juga tidak mengajarkan itu semua. Agama mengajarkan untuk hidup sederhana dan melarang yang berlehih-lebihan. Artinya bila dilakukan berlebih-lebihan bukan bagian dari pola hidup orang yang beragama. Dalam pandangan Islam mengenai "hijab", "menundukan pandangan", "pola jahiliyah", "melampaui batas" dll menjadi banyak terabaikan. Lebih-lebih sikap yang mulia seperti "tawadlu" dan "waro" akan tersingkirkan. Dari mulai dandanan dan pakaian yang mencolok, membuka aurat lebar-lebar, pasangan undangan yang bukan mukhrim tampil menarik sebagai ajang pamer diri, semua saling memperhatikan dan saling menilai satu sama lain, panggung hiburan yang aduhai, suara musik yang membunuh panggilan adzan, dll semuanya harus menjadi bahan pertimbangan kembali bagi umat Islam. Jagalah pernikahan kita dari mulai sebelum, proses dan sesudahnya. Jangan sampai kehilangan makna dan tujuan menikah yang sesungguhnya. Bermohonlah agar senantiasa diberi kemudahan, pertolongan dan petunjuk yang baik dan benar, sehingga pernikahan menjadi jalan menuju kesempurnaan hidup kita. semoga bermanfaat, maaf kekurangannya bila sangat tidak berkenan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H