Dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dalam hal ini gubernur dan ataupun bupati/walikota diberi kewenangan untuk mengelola daerahnya secara otonom. Pemerintah daerah berpeluang besar untuk menarik calon investor menanamkan investasi ke daerah.Â
Di sisi lain, bagi investor sendiri adanya kebijakan otonomi daerah bisa menjadi ajang untuk membandingkan daerah mana yang paling memberi peluang dalam melakukan investasi. Idealnya daerah mulai menjadikan investasi sebagai salah satu pendorong pembangunan daerah. Daerah sudah saatnya berkompetisi menarik sebanyak mungkin investor sebagai penggerak pembangunan daerah, sehingga potensi yang ada di daerah nantinya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah akan dapat terlaksana secara efektif dan optimal apabila pemerintah daerah memiliki sumber keuangan daerah yang dapat diandalkan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maupun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah mengatur sumber pendapatan daerah yakni terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana transfer yang merupakan komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Otonomi daerah yang mulai efektif tahun 2001, pemerintah daerah sudah harus mulai mandiri dalam membiayai pembangunannya, di sisi lain pelaksanaan otonomi daerah yang telah berlangsung selama lebih kurang 17 (tujuh belas) tahun, tidak diikuti dengan penyediaan infrastruktur yang memadai, yang disebabkan oleh tidak tersedianya dana pembangunan infrastruktur di daerah, sehingga berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah serta taraf hidup masyarakat, hal ini mengingat pembangunan infrastruktur di daerah merupakan salah satu bagian integral dari pembangunan nasional, oleh karena itu pelaksanaan pembangunan infrastruktur di daerah, harus sejalan dengan program dan kebijakan nasional.
Percepatan pembangunan infrastruktur di daerah, khususnya di kawasan perkotaan, membutuhkan tidak saja perencanaan yang baik, namun juga dukungan pembiayaan yang jelas. Secara umum, kebutuhan pembangunan infrastruktur daerah terhitung cukup besar bagi setiap daerah, terutama kebutuhan infrastruktur untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi serta peningkatan kualitas layanan publik yaitu pembangunan jalan dan jembatan, pembangunan pelabuhan, pembangunan irigasi, jaringan transportasi, sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan dan air minum.
Kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur yang sangat besar, dengan keterbatasan anggaran pemerintah dan masih belum optimal dan terbatasnya penerimaan pendapatan daerah yang bersumber dari PAD, serta masih tingginya tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer (dana perimbangan) yang bersumber dari pemerintah pusat, merupakan salah satu hambatan utama yang dihadapi oleh setiap pemerintah daerah, oleh karena selain melakukan efisiensi penggunaan dana yang bersumber dari PAD maupun yang bersumber dari dana transfer (dana perimbangan) dari pemerintah pusat, menjadi sangat penting bagi pemerintah daerah untuk menempuh upaya mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah, dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerah, khususnya pelayanan publik, maupun dalam mendukung program dan kebijakan pembangunan nasional.
Berbagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah dalam upaya mendorong peningkatan iklim investasi di daerah. Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maupun Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi daerah sebagai salah satu bentuk pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur yang ada di daerah, maupun investasi yang menghasilkan penerimaan bagi daerah, dan bukan ditujukan untuk menutup kekurangan kas daerah disaat mengalami defisit keuangan. Hal ini berbeda dengan tujuan penerbitan obligasi negara yang diterbitkan oleh pemerintah pusat yakni untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi daerah, pada prinsipnya merupakan salah satu bentuk pengembangan dari Skema Kerjasama Pemerintah Swasta/Public Private Partnership (KPS/PPP), dalam rangka meningkatkan peran swasta dalam mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah, di samping melalui pengembangan kegiatan Corporate Social Resposibility (CSR).
Pilihan untuk mengembangkan obligasi daerah sebagai salah satu implementasi kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah dalam upaya mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah, pada hakikatnya dilatarbelakangi oleh keterbatasan anggaran pembangunan infrastruktur di daerah yang dialokasi dalam APBD, sehingga hal ini berimplikasi pada penyediaan layanan publik di daerah. Oleh karena itu, prinsip dasar penerbitan obligasi daerah oleh pemerintah daerah hanya untuk dipergunakan membiayai investasi sarana atau prasarana penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan daerah yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan sarana atau prasarana tersebut. Dengan demikian, penerbitan obligasi daerah hanya diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan dokumen perencanaan daerah, baik berupa pembangunan infrastruktur baru maupun pengembangan infrastruktur yang telah ada.
Kebijakan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi daerah, menurut Adrian Sutedi memberikan manfaat ekonomi sekaligus cerminan pemerintah dalam memberikan otonomi luas kepada daerah. Instrumen keuangan ini tampaknya sangat relevan dan dapat diandalkan dalam menghimpun dana masyarakat, khususnya untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan pelayanan umum. Obligasi daerah memiliki peran yang diharapkan mampu memberi dampak positif, dan banyak manfaat bagi pembangunan dan pemberdayaan daerah. Adanya penerbitan obligasi daerah bertujuan membangun infrastruktur yang berguna untuk kepentingan masyarakat daerah itu sendiri dan akan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Pihak pertama adalah pemerintah daerah yang dengan mudah mendapatkan dana masyarakat serta dapat membangun proyek komersialnya, kemudian pihak lainnya adalah masyarakat daerah akan merasakan manfaat kemajuan pembangunan sarana umum tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H