Mohon tunggu...
Emil WE
Emil WE Mohon Tunggu... road and bridge engineer -

Seorang penikmat sastra, anggota forum diskusi sastra “Bengkel Imajinasi”, anggota Adventurers and Mountain Climbers (AMC 1969) Malang, kini tinggal di kampung kecil di Jawa Timur sehabis menekuni profesinya sebagai urban di Jakarta. Gemar menulis di alam bebas.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mukadimah Perjalanan Langit

30 Desember 2010   01:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:13 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sekuntum jiwa
menepis hadir di biru langit
menderai wangi cinta
mengujung nikmatMu -Tuhan

siapa diriku takkan lagi mengingin arti.

akupun telah tahu bahwa :
aku adalah busur panah yang terbentangkan
melesat lari menancap gugah
merasa lagi
merasa lari

duhai sekuntum cinta
menelusup asmara
mencumbu sukma
mengulas teduh
diantara syahduMu yang menetes netes

aku yang kini terbaring adalah
malaikat kecil hatiku.
diantara beribu ucapan kata yang -
menikam makna waktuku

aku mengingin terbang
kepakkan sayap
mengembara ke langit biru
menjemput cintaMu
dalam wangi asmaraMu

Tuhan Pemilik doa
antara tengadah tanganku
menyapa kekaraman ingin
dari kata pengantar pecintaku
berbisik lirih menuai ringkih

Cantikku
aku yang terhuyung mabuk
tertikam cintaMu
terlingkup asmaraMu
adalah rasa tanpa kata

mengucap bisu
melabuh kediaman-kebisuan

Tuhan-
pikat simpuhku kepadaMu
bersama kesegalaan yang pernah ada
bersujud -takluk -menyerah kalah karena,

aku adalah ketiadaan
kefanaan
kekerdilan
dan keterasingan makna

Malang, 15/07/01 15.20

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun