Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak permasalahan terkait kependudukan. Selain permasalahan mengenai besarnya angka populasi yang fantastis, salah satu permasalahan lainnya adalah penduduk yang mengkota, dalam artian bahwa semakin banyaknya manusia yang lebih memilih kota daripada desa. Menurut data yang didapat menunjukkan bahwa jumlah penduduk kota pada tahun 2000 adalah sebesar 40% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia, dan apabila diproyeksikan hingga tahun 2025, jumlah penduduk kota akan meningkat hingga 70% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Masalah penduduk yang mengkota ini ternyata bukan permasalahan yang hanya dihadapi oleh negara kita, namun juga dihadapi oleh negara-negara lain, bahkan negara maju sekalipun.
Saat ini sering sekali kita menemukan migrasi terjadi dimana-mana, dan biasanya perpindahan penduduk ini terjadi dari desa ke kota maupun dari kota ke kota. Jarang sekali kita temukan migrasi dari kota ke desa. Penduduk yang bermigrasi dari desa ke kota atau melakukan urbanisasi biasanya disebabkan oleh banyak faktor, seperti peluang kerja yang lebih baik daripada desa, serta kualitas dan kelengkapan sarana-prasana yang ada di kota.
Sedangkan penduduk yang melakukan migrasi dari kota ke kota biasanya disebabkan oleh besarnya upah minimum yang ada di daerah tersebut. Kondisi pertumbuhan perekonomian disuatu kota yang cenderung meningkat dapat mempengaruhi nilai upah minimum di kota tersebut untuk ikut meningkat. Menurut hasil SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus) tahun 1995, didapat hasil yang menarik, yaitu lebih banyak penduduk yang bermigrasi berasal dari kota daripada penduduk yang berasal dari desa. Hasil SUPAS menunjukkan penduduk yang masuk DKI Jakarta selama periode 1990-1995, sebanyak 61,7% berasal dari daerah perkotaan, sedangkan sisanya, 35,9% berasal dari daerah pedesan. Pola yang sama juga terlihat di kota Medan, Bandung, dan Surabaya, dimana migran masuk yang berasal dari daerah perkotaan masing-masing 70,9%, 62,4%, dan 53,2%.
Persebaran penduduk yang cenderung terpusat di kota ini dapat berakibat buruk pada berbagai macam hal. Kota yang hasil pendapatannya berasal dari sektor industri akan terus menyerap tenaga kerja yang berasal dari desa (sektor pertanian), sehingga desa yang identik dengan sektor pertanian, akan kekurangan tenaga kerja. Dengan demikian maka sektor pertanian akan mengalami kendala dalam menyediakan barang-barang ataupun jasa-jasa yang dibutuhkan oleh sektor industri, dan akibatnya perkembangan akan tergantung dari sektor perdagangan internasional.
Permasalahan lain yang dapat muncul akibat penduduk yang mengkota ini adalah lahan perkotaan yang semakin terbatas. Keterbatasan akan lahan ini akan menghambat pembangunan sarana-prasarana yang dibutuhkan oleh kota guna memenuhi kebutuhan penduduknya, dengan kata lain kota akan mengalami ketidaksiapan dalam menampung populasi yang kian hari kian bertambah. Lebih lanjut, hal ini akan berdampak pada munculnya permukiman-permukiman liar, meningkatnyakemacetan, ketidakseimbangan ekosistem dll.
Kota memang memiliki pull factor atau faktor penarik migrasi masuk yang cukup banyak daripada desa yang cenderung memiliki push factor atau faktor pendorong migrasi keluar, hal ini dikarenakan kesan kota akan kedinamisan dan progresifitasnya (kemajuan), sementara desa menyimbolkan kediaman dan keterbelakangan. Namun begitu, seharusnya kita sadar bahwa kehidupan di kota tidak akan dapat berlangsung tanpa adanya dorongan dari desa dan sebaliknya. Maka dari itu dibutuhkan sinergitas antara kota dengan desa agar terjalin kehidupan yang bersahaja. Dengan penduduk yang lebih cenderung memilih kota daripada desa, maka timbullah pertanyaan, seperti darimana penduduk kota akan mendapat supply makanannya tanpa desa? Dan bagaimana desa bisa menyuplai kebutuhan pangan penduduk kota apabila penduduknya ikut mengkota??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H