Dalam akad musyarakah, bank dan pengusaha berbagi modal dan risiko. Namun, dalam praktiknya, seringkali risiko lebih besar berada pada pengusaha dibandingkan bank. Hal ini bisa disebabkan oleh pengusaha yang harus menanggung risiko operasional dan pasar secara langsung, sedangkan bank biasanya lebih terfokus pada pengamanan modalnya.
2. Asimetri Informasi
Terkadang, pihak bank mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi yang akurat dan transparan terkait kondisi usaha yang dibiayai. Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam pengelolaan pembiayaan, terutama dalam pengawasan penggunaan modal dan pembagian keuntungan yang sesuai dengan perjanjian awal.
3. Pengawasan dan Kepatuhan Syariah
Beberapa pihak mengkritik bahwa meskipun akad musyarakah telah sesuai secara teori dengan prinsip syariah, implementasinya di lapangan bisa jadi kurang sesuai. Misalnya, ada kekhawatiran bahwa dalam praktiknya, bank masih memberlakukan perhitungan seperti bunga, meskipun secara istilah disebut bagi hasil.
Kontroversi akad musyarakah dalam pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM) di bank syariah sering kali berkaitan dengan beberapa aspek, seperti implementasi, pembagian keuntungan, serta risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak (bank dan pengusaha).Â
UKM seringkali memiliki keterbatasan dalam hal manajemen dan pengelolaan keuangan, sehingga menyulitkan mereka untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank syariah dalam akad musyarakah. Hal ini mengakibatkan sulitnya akad musyarakah diterapkan secara efektif dalam pembiayaan UKM.
Kontroversi seputar akad musyarakah dalam pembiayaan UKM di bank syariah menunjukkan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi bank syariah untuk memperbaiki mekanisme pembagian keuntungan, memberikan dukungan manajerial, dan memastikan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Hanya dengan cara ini, musyarakah dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan usaha kecil dan menengah.
Pengusaha UKM mungkin tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang akad musyarakah dan prinsip syariah lainnya, sehingga mereka tidak dapat mengoptimalkan pembiayaan ini. Di sisi lain, beberapa bank syariah mungkin kurang memberikan bimbingan yang cukup kepada pengusaha terkait dengan bagaimana akad ini seharusnya dijalankan.
Lebih lanjut, dalam hal pembagian keuntungan, UKM seringkali menganggap bahwa porsi yang diterima oleh bank terlalu besar, terutama jika dibandingkan dengan usaha yang mereka lakukan dalam menjalankan bisnis tersebut. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pelaku usaha kecil, yang pada akhirnya dapat merugikan hubungan kerja sama jangka panjang antara kedua pihak.
Selain itu, pengusaha UKM mungkin menghadapi tantangan untuk menghidupi usahanya dalam kondisi kerugian tanpa dukungan yang memadai dari bank, baik dalam bentuk bimbingan atau restrukturisasi pembiayaan. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian yang lebih besar, bahkan sampai pada kebangkrutan usaha.