Mohon tunggu...
Emilina Fransiska
Emilina Fransiska Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Kristen Indonesia

delusion is solution

Selanjutnya

Tutup

Politik

Generasi Muda Melek Politik sebagai Kunci Perubahan Politik Menuju Indoensia yang Berkualitas

28 Oktober 2023   16:47 Diperbarui: 28 Oktober 2023   16:50 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemuda Pemudi adalah harapan Bangsa!, demikian kata-kata bijak yang selalu disampaikan oleh berbagai tokoh dalam serangkaian pidato pada sejumlah pertemuan yang melibatkan generasi muda. Serupa juga dengan idiom diatas, Bung Karno sebagai tokoh bangsa pernah menyampaikan hal berikut "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, dan beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia". Berkaca pada hal yang disampaikan oleh Bung Karno, maka bisa dikatakan bahwa pemuda atau generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan nasib bangsa, bahkan jauh lebih penting dari kelompok pendahulunya. Pemuda diharapkan mampu menjadi pionir dalam menciptakan perubahan positif dimanapun dan kapanpun, untuk merubah dunia menjadi lebih baik.

Sayangnya, membawa perubahan tentu bukanlah hal mudah, semudah membalik telapak tangan. Semangat membara Bung Karno yang senantiasa mendorong pemuda menjadi kelompok yang progresif, revolusioner, dan nasionalis mungkin saja sangat relevan di masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajah. Akan tetapi, di masa kini ketika penjajah tak lagi nyata, bisa saja semangat perubahan hilang redup ditelan kesibukan dan gempuran kemudahan yang ditawarkan oleh jaman. Para pemuda terlena dalam riuhnya kecanggihan teknologi, terbukanya ruang temu lintas budaya yang menawarkan nilai baru yang mungkin jauh lebih menarik, modern dan terbuka, hingga berbagai hal lain yang berakibat pada hilangnya fokus, daya juang, daya saing serta nilai "kritis" pada sejumlah persoalan sosial dan politik. Belum lagi disisi lain, Indonesia masih diperhadapkan dengan isu kesenjangan dan terbatasnya akses terutama di daerah terluar, tertinggal dan terbelakang, sehingga informasi tidak merata. Hal ini tentunya menjadi batasan bagi kelompok muda untuk sekedar tahu, sadar, dan pada akhirnya berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan bangsa.

Pada tahun 2045, di usianya yang genap 100 tahun, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia, dimana usia produktif dengan rentang usia 15-64 tahun akan berjumlah 70%-dari total penduduk Indonesia, sedangkan sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (usia dibawah 14 tahun dan diatas 65 tahun). Artinya tidak hanya pada masa lalu ataupun saat ini saja generasi muda menjadi tumpuan bangsa, tapi di masa yang akan datang nasib bangsa Indonesia sangat tergantung pada partisipasi generasi muda. Untuk itu diperlukan partisipasi generasi muda yang produktif, progresif, inovatif dan inklusif guna mendorong perubahan berkualitas bagi bangsa. Esai ini secara khusus akan membahas pentingnya pendidikan dan komunikasi politik dalam mendorong lahirnya generasi muda melek politik, untuk membawa perubahan politik yang progresif bagi Indonesia yang berkualitas.

Sejak awal, sebagaimana disampaikan oleh Aristoteles "politik" hadir dengan tujuan yang mulia. Politik menjadi sebuah usaha bersama yang dilakukan oleh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Politik tidak hanya bicara terkait teori atau ilmu praktis, melainkan sebuah tindakan yang dilakukan secara sukarela dan bersama-sama. Berdasarkan pengertian ini, kita bisa melihat bahwa politik merupakan salah satu jalan dalam menciptakan perubahan baik bagi masyarakat. Pendapat Aristoteles ini diperkuat setelah ditetapkannya politik sebagai sebuah "ilmu" yang pada akhirnya mampu menjelaskan cara kerja sistem politik, dimana dalam sistem ini, aspirasi dan kebutuhan masyarakat berupa tuntutan dan dukungan, dapat dikonversikan menjadi suatu kebijakan yang menjawab kebutuhan masyarakat. Dalam sebuah sistem politik dilaksanakan proses distribusi nilai-nilai yang bersifat otoritatif, distribusi ini dilaksanakan dengan terlaksananya konversi dari tuntutan dan dukungan rakyat yang menghasilkan kebijakan/perundang-undangan/ maupun otoritas bagi lembaga tertentu. Artinya politik menjadi satu-satunya cara yang legal (legitimate) dalam menghasilkan sebuah aturan yang mengatur orang banyak untuk suatu tujuan tertentu

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat ditarik sebuah pemikiran bahwa politik merupakan hal yang penting dan tidak dapat dielakkan dari kehidupan masyarakat. Seluruh aspek kehidupan, seperti halnya ekonomi, sosial, budaya bahkan teknologi, pada akhirnya ditentukan dalam sebuah sistem politik yang melahirkan sregulasi ataupun kebijakan, otoritas dan kekuasaan yang mengatur seluruh aspek kehidupan tersebut. Contoh riil, meskipun teknologi berkembang pesat, kehidupan ekonomi dipermudah dengan hadirnya platform belanja online dan rekreatif semisal Tiktok Shop, namun dalam sekejap keberadaan layanan ini bisa ditutup karena adanya tuntutan sebagian kelompok masyarakat yang merasa dirugikan dengan keberadaan platform ini. Hal tersebut kemudian "diamini" dengan lahirnya keputusan otoritatif dari sistem politik yang melarang penggunaan Tiktok Shop karena adanya perdagangan predatory. Dengan gambaran ini, hasil akhir (luaran) dari sebuah sistem tidak dapat dihindari, harus dipatuhi, dan bersifat memaksa jika tidak maka akan menimbulkan konsekuensi hukum.

Berkaca pada kondisi diatas, maka seyogyanya muncul pertanyaan "Jadi apa yang harus kita lakukan dengan Politik?". Pertanyaan ini tidaklah aneh, mengingat pada realitanya, hal-hal yang berkelindan dengan politik selalu memiliki dua wajah. Di satu sisi politik sangat menentukan nasib bangsa, namun disisi lain politik selalu terkait dengan tindakan manipulatif, koruptif, kolusi dan nepotisme. Berita di media yang mengangkat kolom politik selalu dipenuhi dengan berita penyalahgunaan jabatan publik, korupsi pada partai politik maupun birokrasi dan tindakan para elit yang arogan, kompromistis, individualistis, dan pragmatis, lebih banyak tidak patut untuk dicontoh. Hal inilah yang memberikan kontribusi besar pada semakin enggannya kelompok muda untuk secara sadar dan sukarela membuka mata dalam politik dan berjuang untuk membuat perubahan yang progresif. Jadi, bagaimana seharusnya generasi muda melihat politik. Tentunya, tidak hanya sekedar melihat, generasi muda harus mengambil bagian di dalamnya.

Keberadaan generasi muda dalam bidang politik sangatlah perlu. Generasi muda yang inovatif, kreatif dan progresif dapat memberikan "angin segar" dan tentunya membuka ruang analisis kebijakan yang futuristik. Sifat generasi muda yang tidak anti terhadap perubahan tentunya dapat memberikan keleluasaan bagi pengambil kebijakan untuk mengantisipasi perubahan yang cepat dan tidak dapat diprediksi. Contoh riil, kebijakan terkait penggunaan kecerdasan buatan tentunya tidak akan mudah dianalisa oleh pihak yang bukan merupakan pengguna. Diperlukan pihak-pihak yang sudah terlebih dahulu akrab dalam penggunaan perangkat ini, dan mampu melihat kebutuhan maupun kecenderungan negatif akan perangkat ini dimasa depan. Jika pengambil kebijakan didominasi oleh kelompok usia yang tidak produktif, maka akan sulit untuk membuat kebijakan yang mengatur perangkat teknologi ini.

Sayangnya, berdasarkan data terakhir jumlah tokoh muda yang terlibat langsung dalam lembaga-lembaga yang terkait dalam sistem politik tidaklah cukup. Saat ini jumlah anak muda khususnya dengan usia dibawah 25 tahun di DPR RI hanya berjumlah 7 orang. Beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya keikutsertaan generasi muda dalam politik salah satunya adalah rendahnya pendidikan politik serta kesempatan untuk dapat ikut serta didalamnya. Pendidikan politik hingga kini bukanlah muatan yang dapat diakses oleh banyak orang. Pendidikan politik yang komprehensif cenderung bisa diakses jika pribadi/kelompok mengenyam pendidikan tinggi yang terkait dengan bidang sosial dan politik, atau dimasa kini pendidikan politik menjadi barang langka meskipun teknologi memudahkan kita untuk melakukan "safari" dengan mengakses banyak laman di internet. Algoritma mesin pencari lebih banyak mengarahkan pengguna internet pada muatan "yang disenangi" bukan "yang dibutuhkan" untuk menambah pengetahuan. Selain itu pendidikan politik juga lebih banyak dibebankan pada lembaga negara semisal Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang seharusnya hanya berkepentingan menyelenggarakan pemilu, sedangkan partai politik sebagaimana fungsi yang disampaikan Gabriel Almond untuk mengedukasi, mengkaderisasi dan mengkomunikasikan nyatanya tidak melakukan fungsi ini.

Pendidikan politik seyogyanya mentransfer nilai-nilai penting dalam politik sehingga masyarakat tidak hanya sekedar tahu, namun memahami dan menyadari pentingnya keberadaan mereka dalam politik. Pendidikan politik yang efektif memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak. Lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan tinggi menjadi peran utama. Kurikulum pendidikan harus diperbarui untuk mencakup mata pelajaran yang mendalam terkait politik, hak asasi manusia, demokrasi, dan tata kelola yang baik, sehingga dapat membantu menciptakan dasar pengetahuan yang kuat bagi generasi muda. Lembaga non-pemerintah dan organisasi masyarakat sipil juga wajib terlibat aktif dalam penyelenggaraan program pendidikan politik. Misal dengan mengadakan kegiatan seminar, lokakarya, dan debat yang memungkinkan generasi muda berpartisipasi aktif dalam diskusi terkait isu-isu politik dan sosial. Selain itu, peran orangtua sangat penting untuk mendorong anak-anak mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi politik serta membimbing mereka dalam menganalisis informasi politik yang mereka temui. Media massa dan media sosial dapat membantu untuk menyebarkan berita tentang pesan-pesan politik dengan cara yang menarik dan mudah dimengerti oleh generasi muda melalui platform seperti YouTube, Instagram, dan Twitter sehingga mereka dapat menjadi warga negara yang sadar, kritis dan aktif. Dengan adanya pendidikan politik yang memadai maka niscaya kesadaran dan partisipasi politik generasi muda juga akan meningkat. Meminjam pepatah jawa "witing tresno jalaran soko kulino", maka kebiasaan menjadi kunci agar hal yang baik senantiasa terwujud, seperti halnya partisipasi politik yang timbul dari pengetahuan, pemahaman dan kesadaran.

Selain pendidikan, komunikasi politik juga perlu dilakukan secara efektif untuk memastikan bahwa pesan yang dikirimkan dari pemerintah, partai politik maupun lembaga politik lainnya bisa sampai dan direspon oleh komunikan melalui tindakan politik. Sayangnya, dalam hal ini komunikasi politik di Indonesia masih banyak bersifat satu arah dengan informasi yang berasal dari pemerintah, namun belum secara efektif memberikan ruang feedback bagi penerima informasi. Budaya politik parokial yang banyak berkembang di negara pasca otoritarian memang sangat memungkinkan terjadinya respon yang minim dari penerima pesan. Hal ini yang sekali lagi menegaskan bahwa pendidikan politik penting bagi generasi muda. Pendidikan mendorong lahirnya partisipasi politik yang membentuk kebiasaan, nilai dan budaya politik positif dan dewasa untuk menciptakan penyelenggaraan negara yang efektif. Selain itu budaya politik yang partisipan juga mendorong terciptanya iklim demokrasi yang semakin dewasa.

Sebagaimana data DPT KPU pada pemilu 2024, generasi muda yang terdiri dari kelompok milenial dan z memiliki jumlah suara lebih dari 50%. Oleh karena itu Kunci partisipasi PEMILU pada 2024 mendatang bergantung besar pada Generasi muda. Namun demikian, kurangnya literasi dan edukasi politik pada generasi muda dapat menjadi kendala yang berpengaruh besar pada tingkat partisipasi politik dalam pemilu, sehingga perlu ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara keseluruhan. (AntaraNews.com, 2021). Oleh karena itu Pemerintah dapat menciptakan program-program pendidikan politik yang efektif, seperti dengan memasukkan pendidikan politik ke dalam kurikulum sekolah. Lembaga pendidikan juga dapat memberikan pendidikan politik yang baik serta mengadakan kegiatan-kegiatan yang mendorong partisipasi politik bagi generasi muda, namun tidak dapat hanya menggunakan metode konvensional saja dalam pembelajaran politik melainkan menggunakan kemajuan teknologi dengan memanfaatkan berbagai platform media sosial, aplikasi mobile phone, maupun berbagai kegiatan dan bidang yang diminati generasi muda seperti seni, budaya, olahraga hingga hiburan seperti gelaran musik, atau budaya populer lainnya. Pendidikan dan komunikasi politik harus disesuaikan dengan karakteristik generasi muda dengan cara yang inovatif dan menarik, namun tetap memberi makna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun