Mentari kian terik membakar badan sejumlah pemuda yang tengah membajak sebidang tanah di kebun Seminari Tinggi Interdiosesan Sto. Petrus Ritapiret. Harmonisasi gerak tangan menjadi senandung indah bagi bongkahan tanah yang kering dan tandus itu. Merekalah kelompok FRAPALA alias Frater Pecinta Alam. Kegiatan kerja ini adalah yang pertama untuk tahun formasi 2023/2024 di bawah koordinator baru, Fr. Ambros Lau. Menurut frater Ambros, lahan yang dibajak itu rencananya dipakai sebagai tempat pembibitan sayur. "Kali ini FRAPALA fokus pada pembibitan sayur. Makanya disiapkan lahan yang baik untuk pembibitan tersebut. Ini juga membantu seminari supaya tidak terus beli sayur di pasar," tutur mantan frater TOP Seminari Roh Kudus Tuka, Denpasar.
Selain pembibitan sayur, FRAPALA pada semester gazal periode 2023/2024 ini mencanangkan program merombak taman-taman yang ada di lingkungan Ritapiret. Pasalnya, tampilan taman di Ritapiret terlalu monoton karena didominasi oleh bunga-bunga yang sama. Perombakan dilakukan agar  taman-taman terlihat semakin indah dengan aneka jenis bunga. Kegiatan ini sejalan dengan visi FRAPALA untuk melestarikan lingkungan. "Pelestarian lingkungan adalah visi besar FRAPALA. Dan lingkungan yang mesti kita lestarikan pertama ialah rumah Rita ini," jelasnya.
Visi utama menyelamatkan lingkungan memang merupakan prioritas utama kelompok FRAPALA. Maka, pada kepengurusan sebelum Fr. Ambros, visi itu diimplementasikan dalam beberapa jenis kegiatan pelestarian lingkungan. Fr. Yanto Haryanto, salah satu anggota FRAPALA periode 2022/2023 menjelaskan, kegiatan yang dilakukan semasa kepengurusan mereka ialah pelestarian lingkungan secara internal di rumah Rita melalui pembuatan Eco Enzym, pembibitan tanaman dan pembersihan lingkungan seminari. Sedangkan secara ekstenal yakni pembersihan pantai dan penanaman pohon. "Dari beberapa jenis kegiatan selama kepengurusan kami, kegiatan pembuatan Eco Enzym yang paling menarik," ungkap calon diakon asal Keuskupan Ruteng itu.
Eco Enzym: mengubah yang terbuah menjadi terpandang
Eco Enzym terbilang produk yang baru untuk lingkungan Ritapiret. Jangankan membuat, memiliki pemahaman atas Eco Enzym saja masih belum mumpuni. Bermodalkan ilmu yang diperoleh semasa TOP di Seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo, Fr. Yanto mulai menggerakkan kelompok FRAPALA untuk membuat Eco Enzym. Ia memulainya dengan memberikan sosialisasi kepada anggota FRAPALA. Selanjutnya, mereka mulai mempraktikkan pembuatan Eco Enzym.
Ada tiga bahan dasar yang mesti disiapkan yakni 1 liter gula merah atau molase, 10 liter air dan 3 kg buah. Dalam pengerjaannya, setiap anggota dibagi untuk menyiapkan tiga bahan dasar itu. Sebagian juga menyiapkan wadah plastik untuk menaruh bahan-bahan itu. "Ketika wadah sudah siap, campurkan 1 liter gula merah dengan 10 liter air.Â
Kemudian, buah-buah yang sudah diiris kecil ditaruh bersamaan. Usahakan komposisi buahnya variatif. Minimal lima jenis buah. Jika hanya satu buah, aromanya kurang menarik," jelas salah satu socius TOR Sto. Yohans Paulus II Ritapiret itu. Menariknya, untuk buah-buahan, yang diambil bukan isinya tapi justru kulit. Kulit jenis buah apa saja bisa dimanfaaatkan sebagai bahan baku pembuatan Eco Enzym. Namun ada dua jenis buah yang tidak disarankan yakni kelapa dan advokat karena kandungan lemaknya sangat tinggi. Â
Jika semua bahan sudah dimasukkan dalam wadah, proses selanjutnya ialah fermentasi. Tahapan ini memerlukan waktu yang cukup lama yakni tiga sampai enam bulan. Selama proses fermentasi harus dipastikan wadah tersebut kedap udara. Jika terdapat rongga sirkulasi udara, itu akan membuat bahan-bahan baku membusuk. Di samping itu, dalam proses fermentasi, wadah tidak boleh diisi penuh dengan bahan baku. Harus ada ruang kosong supaya gas-gas yang dihasilkan tidak merusak atau memecahkan wadah penampung Eco Enzym itu. Â
Eco Enzym sendiri memiliki segudang manfaat. Manfaat utamanya ialah Eco Enzym mampu mempertebal lapisan ozon. "Bayangkan saja, jika setiap orang memproduksi Eco Enzym, pasti lapisan ozon akan semakin tebal sehingga pemanasan global dapat dikurangi". tambahnya. Selain itu, manfaat turunannya ialah dapat menyembuhkan penyakit kulit, membersihkan karat pada logam, dan menyuburkan tanaman sebagai pupuk.
Program Strategis Lain
Selain pembuatan Eco Enzym, FRAPALA periode 2022/2023 juga membuat kegiatan penghijauan di Tanjung Kajuwulu selama tiga hari sejak Jumat, 21 April 2023-Minggu, 23 April 2023. Agenda utama mereka ialah untuk membersihkan pantai dan menanam pohon. Â Pembersihan pantai terjadi pada hari Sabtu dan Minggu pagi. Di kala udara masih sejuk, anggota FRAPALA memungut sampah-sampah di bibir pantai. Hal itu juga untuk menghindari terik matahari yang menyengat di siang bolong. Ada banyak sampah yang terkumpul baik yang organik maupun anorganik.
Sedangkan penanaman pohon berlangsung sore hari dari jam tiga sampai jam lima. Mereka menanam pohon-pohon di sebuah lahan gersang dekat bibir Tanjung Kajuwulu. Sebanyak 50 anakkan pohon Trambesi dan 10 anakkan pohon Glodok ditanam sepanjang lahan itu. Adapun pohon Trambesi itu bukan hasil pembibitan kelompok FRAPALA melainkan sumbangan Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka. Sedangkan anakkan Glodok itu hasil pembibitan kelompok FRAPALA sendiri. Â
Fr. Yanto Haryanto mengungkapkan kegiatan penghijauan ini merupakan implementasi nyata dari seruan Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si untuk merawat bumi. "Melalui kegiatan penghijauan di daerah yang gersang seperti di Tanjung Kajuwulu ini, bumi Sikka akan semakin lestari," tegasnya.
Harapan