Laut Cina Selatan adalah kawasan lautan yang kaya akan sumber daya alam, antara lain melimpahnya ikan dan minyak. Tidak hanya itu, sepertiga dari lalu lintas maritim global terjadi di sana. Tak heran kawasan ini telah diperebutkan berbagai negara hingga memicu konflik sejak 1970an (Roza, Nainggolan, & Muhamad, 2013).Â
Klaim kedaulatan di kawasan ini tidak hanya melibatkan dua negara, melainkan enam negara, yakni Cina, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Berdasarkan hukum internasional, sesungguhnya wilayah laut masing-masing negara telah diatur dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982, namun Cina tidak mengakuinya. Cina menganggap desakan negara-negara Barat untuk mengakui UNCLOS 1982 hanyalah upaya hegemoni Barat untuk menekan pengaruh Cina sebagai kekuatan global yang semakin meluas.
Hal yang menjadi pemicu konflik ialah klaim historis Cina dengan sembilan garis putus-putus atau dikenal juga dengan nine dash line. Pada awalnya terdapat sebelas garis putus-putus hingga kemudian pemerintah Republik Rakyat Cina mengurangi jumlah garis putus-putus menjadi sembilan setelah negosiasi dengan Vietnam pada 1952 (Caruana, 2023).Â
Pada Agustus 2023, Cina memperluas klaim wilayahnya di Laut Cina Selatan dengan mengubah peta sembilan garis putus-putus menjadi sepuluh garis putus-putus atau ten dash line (Salim, 2023). Cina mengklaim lebih dari sembilan puluh persen kawasan Laut Cina Selatan sebagai bagian dari wilayah perairan miliknya.
Meskipun Indonesia tidak secara langsung terlibat dalam konflik Laut Cina Selatan, konflik ini juga penting bagi Indonesia lantaran saling klaim kedaulatan antarnegara tersebut mempengaruhi stabilitas regional di ASEAN yang mana Indonesia adalah bagian dari ASEAN (Kusuma, Kurnia, & Agustian, 2021). Di sisi lain, konflik Laut Cina Selatan juga memberikan tantangan tersendiri bagi kedaulatan Indonesia.
Indonesia menyebut Laut Cina Selatan sebagai Laut Natuna Utara, mengingat posisinya yang berada di sebelah utara Kepulauan Natuna. Pada akhirnya Indonesia juga tidak terlepas pusaran konflik Laut Cina Selatan karena posisi antara Laut Cina Selatan dan Laut Natuna Utara terdapat area yang beririsan, terlebih setelah Cina mengembangkan klaimnya menjadi sepuluh garis putus-putus, area yang diklaim Cina semakin merapat ke arah wilayah laut Indonesia (BNPP, 2023). Area inilah yang kemudian diperebutkan oleh Indonesia dan Cina sebagaimana tampak pada gambar berikut (Siregar, 2023).
Meskipun Indonesia dalam konflik Laut Cina Selatan berstatus sebagai non-claimant, Indonesia tetap perlu terus memantau perkembangan di Laut Cina Selatan. Bagi kedaulatan Indonesia sendiri, hal ini tentunya penting untuk mengamankan wilayah ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara.Â
Ancaman bagi kedaulatan Indonesia dari konflik Laut Cina Selatan ini sangat konkret. Pada 2020, puluhan kapal ikan Cina dan kapal fregat pemerintah Cina bahkan menerobos wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara (FISIP UI, 2022).Â