Mohon tunggu...
Emilia Hanafi
Emilia Hanafi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 UIN Malang

Suka berorganisasi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Kepemimpinan Perempuan Indonesia dalam Mengambil Keputusan

10 September 2024   20:32 Diperbarui: 10 September 2024   20:39 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Jumlah pemimpin wanita yang ada hingga saat ini di Indonesia masih sangat minim dibandingkan dengan pemimpin laki-laki. Bahkan beberapa kalangan memandang bahwa kehadiran pemimpin wanita menjadi suatu permasalahan tersendiri. Namun pada dasarnya, perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki terutama dalam menduduki kursi kepemimpinan. Namun pada praktiknya masih banyak stereotip yang beranggapan bahwa ketika wanita menjadi seorang pemimpin maka ia akan mengungguli laki-laki.

Peran wanita dalam kehidupan bermasyarakat dalam konsumen pembangunan bukan  hanya sebagai proses pembangunan, tapi juga sebagai fondasi yang berstruktur kuat. Sungguh ironis bila melihat sebuah kenyataan, apalagi jka melihat peran wanita tradisional yang selalu dianggap sebagai "cadangan". Sebagai contoh, umur belia sudah dipaksa menikah dan  melahirkan tanpa mengenyam pendidikan wajib. Namun, perubahan kian berkembang dengan  pesat, perjuangan akan figur R.A. Kartini dapat dirasakan dengan adanya pergerakkan emansipasi wanita. Keberadaan peran wanita sebagai pimpinan kini mulai dihargai dan disetarakan. Dalam sejarah Indonesia saja Megawati Soekarno putri saja berhasil menjadi salah  satu pemimpin Indonesia. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa wanita mampu menjadi seorang pemimpin apalagi menjadi seorang Kepala Negara. Menurut J.I. Brown dalam "Psychology and  the Social Order", disebutkan bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dengan kelompok, tetapi  dapat dipandang sebagai suatu posisi yang memiliki potensi yang tinggi di bidangnya. Karakter seorang pemimpin mampu mengubah, mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dalam  mencapai satu tujuan yang memiliki visi dan misi yang kuat. Ungkapan tersebut tentu saja dapat diartikan bahwa peranan wanita dalam kepemimpinan sebenarnya bukanlah suatu hal yang  aneh.

Kesetaraan Gender saat ini masih menjadi polemik disebabkan karena belenggu Budaya Patriarki yang melekat di masyarakat. Sehingga sering kali, perempuan dianggap rendah bahwa tugas perempuan hanya sekadar pekerjaan domestik. Sehingga, jika untuk masuk ke dalam ranah kepemimpinan, perempuan dipandang sebelah mata dan akan membawa dampak yang negatif terhadap masyarakat.

Menurut saya dalam hal kesetaraan gender dapat diartikan bahwa, dengan adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam politik, hukum, ekonomi, sosial  budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.Terwujudnya peran wanita dalam berkesempatan memegang peranan sebagai kepemimpinan membawa dampak yang mengarah lebih baik bahwa permasalahan akan kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara  perempuan dan laki-laki. Dengan demikian, antara perempuan dan laki-laki memiliki akses yang sama dalam mencapai sebuah peran kepemimpinan. Kini perempuan mampu memberikan suara dalam berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan negara yang lebih baik. Tentu hal ini adalah sebuah kebijakan dalam memperoleh manfaat kesetaraan serta adil dari pembangunan. Kini saatnya para wanita maju dan memiliki peran penting dalam kepemimpinan. Tidak salah  kan, kalau perempuan menjadi seorang pemimpin.

Kepemimpinan seorang wanita di Indonesia sering kali berdampak yang signifikan dan juga sering kali membawa keuntungan yang baik. Mungkin ada beberapa aspek yang mendukung bahwa kepemimpinan seorang perumpuan berdampak baik dalam mengambil sebuah keputusan seperti:

  • Pendekatan yang kaloboratif, ini sering mengarah pada proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai perspektif, menghasilkan solusi yang lebih holistik dan terukur.
  • Empati dan sensitivisme, kemampuan untuk memahami dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang emosional.
  • Pendekatan berbasis data, banyak studi yang menunjukkan bahwa wanita cendrung lebih cermat dan analisis dalam mengambil keputusan.
  • Mengatasi Bias dan Kesenjangan ,dengan semakin banyak wanita yang berada di posisi kepemimpinan, ada potensi untuk mengatasi bias gender yang ada dalam proses pengambilan keputusan. Mereka dapat memberikan suara dan perspektif yang sering kali terabaikan, serta mempromosikan kebijakan yang lebih adil dan inklusif.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun