Manusia adalah satu-satunya ciptaan Tuhan yang berakal budi, artinya hanya manusia yang memiliki tendensi untuk berelasi dengan pribadi diluar dari dirinya. Â Namun, manusia memiliki keterbatasan kapasitas akal budi, keterbatasan itu hanya dapat disempurnakan oleh iman, maka manusia mencari kepercayaan dan memerlukan kepercayaan.Â
Pada masa praaksara, Manusia haus ingin mencari kepercayaan. Manusia sempat kehilangan arah dalam ingin mencari kebenaran Tuhan, dan pada akhirnya mereka menyembah benda-benda berhala karena keserakahan. Keinginan manusia terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini menyebabkan terjadinya perkembangan akal budi dari masa ke masa. Perkembangan akal budi menyebabkan manusia berelasi dengan Allah sebab Ia pernah mengatakan "Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Aku, dan aku tidak memerlukan sesuatu".
Kepercayaan dan keagamaan menjadi faktor sakral untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Melalui kepercayaan, tata kelola hidup manusia dapat diatur dengan baik. Manusia adalah makhluk rasional, yang artinya manusia tidak akan pernah merasa puas dengan keinginannya karena keinginannya tak terbatas. Semua kebutuhan itu hanya dapat terpenuhi oleh keyakinan. Oleh sebab itu, manusia memerlukan kepercayaan.
Sistem kepercayaan sudah terjadi jauh sebelum datangnya agama Hindu dan Buddha. Bahkan, pada masa praaksara manusia sudah memiliki kepercayaan. Periodisasi zaman praaksara berdasarkan arkeologi terbagi menjadi 5 zaman yaitu; zaman batu tua (Paleolitikum) masa ini terjadi 340 tahun yang lalu, zaman batu madya (Mesolitikum) zaman dimana perkembangan budaya berlangsung lebih cepat daripada zaman batu tua karena perkembangan "mind", manusia sudah lebih cerdas dibandingkan dari zaman batu tua. Zaman batu muda ( Neolitikum), yaitu zaman yang sudah sangat maju dikarenakan migrasi. Megalitikum, yaitu zaman adanya bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang dan zaman logam yang terbagi menjadi 3 periode yaitu; zaman perunggu, zaman besi, dan perkakas dari gerabah.
 Manusia purba mulai mendekatkan diri dengan kekuatan-kekuatan yang gaib, sehingga sistem kepercayaan mereka pada zaman itu adalah animisme, dinamisme, totemisme, dll. Kepercayaan pada zaman praaksara tertuju kepada kekuatan roh nenek moyang dan benda-benda yang besar seperti; batu besar, air, dan pohon-pohon.Â
 Pada masa paleolitikum, corak kepercayaan masyarakat cenderung berbeda-beda. Beberapa sudah ada yang memiliki sistem kepercayaan dan juga beberapa belum memiliki sistem kepercayaan. Berbagai wilayah belum memiliki sistem kepercayaan sehingga manusia cenderung berdiam untuk berburu, karena belum memiliki dan merasakan bahwa ada kekuatan roh yang mempengaruhi kehidupan mereka, maka mereka hanya berfokus untuk bertahan hidup. Pada masa paleolitikum, manusia sangat bergantung pada alam untuk mencari makanan, dengan cara memungut langsung dari alam yang biasa disebut sebagai food gathering. Manusia belum mengetahui cara memproduksi makanan karena secara bertahap mereka hidup dengan berpindah-pindah tempat (nomanden).
Pada zaman batu madya yaitu pada kala Holosen dan juga masa zaman batu muda (Neolitikum). Manusia sudah mulai memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme. Masa ini lebih berkembang dari zaman batu tua, karena perkembangannya dipengaruhi oleh akal budi. Manusia purba sudah percaya dengan kuasa roh nenek moyang dan benda-benda besar, karena kepercayaannya manusia purba menghubungkan semua hal dengan roh nenek moyang. Manusia pada zaman praaksara berpikir bahwa saat mereka sakit mereka sudah dikutuk oleh roh nenek moyang walaupun sebenarnya hanyalah sakit biasa. Â Manusia purba juga menyembah benda-benda besar karena mengira bahwa dalam benda tersebut terdapat roh yang dapat mengutuk.
Pada zaman megalitikum, sistem kepercayaan tidak jauh beda dengan masa mesolitikum sampai neolitikum yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme. Hal yang membuat beda adalah saat masa megalitikum, masa ini lebih berkembang karena adanya bangunan monumental yang terbuat dari batu besar yang meluas ke seluruh wilayah sebagai sarana penghormatan dan pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Zaman ke-5 adalah zaman logam. Masyarakat pedalaman sudah memanfaatkan alat pendukung untuk mengolah, melebur, dan membuat alat-alat dari bahan logam. Sistem kepercayaan pada zaman ini adalah animisme. Kepercayaan pada roh nenek moyang berlangsung dan berkembang dalam kurun waktu yang panjang sehingga beberapa rakyat Nusantara masih mempercayai kepercayaan dalam bentuk yang berbeda-beda.
Kepercayaan dinamisme, animisme, totemisme, dll bertolak belakang dengan pengajaran Kristiani. Kepercayaan animisme dan dinamisme mengajarkan bahwa di dalam dunia ini harus ada yang dihormati, seperti roh nenek moyang. Sebagai bentuk penghindaran kutukan dari roh baik maupun jahat sedangkan, menurut pandangan Kristiani, Tuhan adalah Sang Pencipta yang harus dihormati karena telah menciptakan "masterpiece" yang begitu istimewa. Tuhan adalah Allah yang kudus dan Tritunggal, pencipta dunia dan seluruh isinya. Sebab tidak ada benda lain ataupun makhluk lain yang diciptakan dengan ikon Tuhan. Tuhan adalah keberadaan yang impersonal yang tidak terlihat namun, dengan roh kudusnya Ia mampu untuk menyelamatkan umatnya dari dosa "justification" dan memanggil "calling".
Manusia pada zaman praaksara disebut dengan manusia yang memegang  dosa besar, karena keserakahan manusia untuk mengumpamakan Allah. Menyembah berhala bukanlah hal yang harum, apalagi menganalogikan Allah yang Mulia sebagai benda mati. Allah bukanlah patung untuk disembah. Menyembah benda berhala dengan menganggap bahwa benda itu adalah Tuhan merupakan  perbuatan yang sangat salah. Hal ini hanya  mengangkut kita kepada 7 dosa maut.Â