Mohon tunggu...
emiliaa herdianti
emiliaa herdianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Kepribadian yang saya miliki adalah disiplin, rapi, dan teliti karena saya suka melakukan sesuatu secara sistematis. Saya memiliki ketertarikan pada bidang ekonomi dan sosial, saya ingin mendirikan yayasan sosial yang dapat bermanfaat bagi banyak orang. Konten favorit saya seputar ekonomi, pendidikan, dan kesehatan mental.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Demo Mahasiswa: Melihat dari Kacamata Elit Politik Efektif atau Tidak?

9 Juni 2022   12:32 Diperbarui: 9 Juni 2022   12:34 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pergantian periode yang dinantikan masyarakat per tanggal 14 Februari 2024 nyatanya masih menimbulkan kekacauan hingga saat ini. Keraguan yang timbul di dalam diri masyarakat semakin menjadi perihal adanya isu-isu yang muncul dikalangan politik terlebih beberapa menteri yang sempat menyuarakan adanya penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode yang tidak sesuai berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang dama, hanya satu kali masa jabatan”. Berlandas pada hukum ketatanegaraan yang berlaku hal ini berujung memperkuat pecahnya aksi demo para mahasiswa di seluruh Indonesia yang menginginkan ketegasan Presiden atas penundaan pemilu 2024 mendatang. Tidak hanya tuntuan atas adanya isu perpanjangan masa jabatan menjadi tiga periode para mahasiswa melayangkan total sebanyak 18 tuntutan dengan hal yang disoroti yaitu kenaikan harga bahan pokok, kelangkaan dan mafia minyak goreng, kenaikan BBM, PPN, dan kurang transparannya pemindahan Ibu Kota Nusantara yang memperkuat bahwa saat ini keadaan Indonesia semakin tidak baik-baik saja.

Gerakan mahasiswa yang telah dilaksanakan tersebut nyatanya masih menjadi kontroversi ditengah masyarakat. Dimulai dari perpindahan aksi mahasiswa yang dipimpin oleh BEM SI dengan prosedur awal yang dilaksanakan di Istana Negara kemudian berpindah ke DPR RI hingga munculnya aliansi-aliansi yang memperpanas aksi tersebut. Berdasarkan ungkapan Kaharuddin selaku koordinator BEM SI mahasiswa menginginkan ketegasan dari Presiden atas munculnya permainan konstitusi negara yang menyebabkan kericuhan di tengah masyrakat. Untuk meredam kericuhan tersebut mahasiswa menginginkan pihak legislatif dan eksekutif menemui mereka dan berbicara secara transparan mengenai ketidakjelasan yang terjadi.

Munculnya rumor yang menciptakan ketegangan terjadi karena tidak adanya ketegasan presiden dalam menanggapi wacana-wacana yang berkembang dari penolakan tiga periode dan tidak adanya sanksi tegas kepada para mentri yang memicu isu yang terjadi. Dengan tindakan presiden yang dianggap moderat tersebut menyebabkan banyak tanda tanya di dalam pikiran masyrakat, apakah presiden akan terus mengikuti arus dan masih diam dalam menindaklanjuti keputusan tersebut. Penolakan yang dinyatakan presiden sehari sebelum aksi dilaksanakan nyatanya tidak meredakan ketegangan karena kekhawatiran pihak legislatif yang tetap mengamandemen Undang-Undang.

Salah satu politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu menganggap bahwa tuntutan yang dilayangkan para mahasiswa mengenai penolakan tiga periode dianggap kurang relevan dengan situasi yang terjadi dimana Presiden Jokowi telah menyampaikan bahwa beliau menolak penambahan periode masa jabatannya sehingga aksi demonstrasi yang dilaksanakan untuk meminta ketegasan dianggap kurang rasional dengan sudah terjawabnya tuntutan yang dilayangkan. 

Para Elit Politik mengatakan bahwa kemungkinan perubahan konstitusi berdasarkan isu-isu yang muncul menghasilkan persentase yang sangat kecil sehingga tidak perlu ada kekhawatiran atas terjadinya amandemen ketatanegaraan karena perubahannya sulit untuk dilakukan. Selain itu perubahan konstitusi juga membutuhkan suara-suara partai yang bila di lakukan pengumpulan suara akan menghasilkan persentase jauh lebih keci dan jika dibuka tabulasi data dan komposisi yang dominan ialah menolak adanya penambahan periode masa jabatan presiden. 

Perubahan amandemen yang terjadi juga harus melalui rangkaian tahapan yang panjang dan tidak mudah, dimana DPR dan DPD harus bersepakat untuk mengamandemen Undang-Undang tersebut. Oleh karena itu masyrakat Indonesia perlu memperdalam kembali ilmu ketatanegaraan karena perubahan regulasi nyatanya tidak semudah itu untuk dilakukan. Menindakanjuti tuntuan yang lain seperti kenaikan harga bahan bakar minyak yang semakin hari meresahkan hati masyarakat Indonesia juga dianggap kurang tepat karena kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari penggunaan pertamax hanya menyumbang sedikit dari persentase keseluruhan penggunaan bahan bakar minyak.

Berdasar pernyataan yang diberikan oleh Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, penggunaan BBM Pertamax pada 2021 mencapai 20 persen dari total konsumsi gasoline, yang dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang menggunakan pertamax tergolong sedikit dan dianggap bukan menjadi masalah yang cukup berat. Elit politik menyatakan bahwa mahasiswa harus kembali mencari tahu terlebih dahulu sebelum melakukan berbagai tuntutan dan memahami hukum ketatanegaraan dan berpegang pada fakta bukan hanya asumsi dan ikut tenggelam dalam opini yang hanya memperkeruh keadaan.

Namun di sisi lain pernyataan presiden nyatanya belum mampu meredakan isu pelaksanaan tiga periode, hal ini didasari oleh kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat dengan keraguan atas tindakan-tindakan yang sebelumnya terjadi seperti amandemen Undang-Undang KPK yang pada saat itu awalnya Presiden mengumumkan menolak perubahan tetapi kemudian tetap merevisi Undang-Undang yang berlaku, sehingga perkataan presiden saat ini tidak mampu mengatasi kekhawatiran yang terjadi di tengah masyarakat dan masih menimbulkan tanda tanya. 

Kepercayaan masyarakat kepada partai juga sangat kecil sehingga tidak ada jaminan atas suara tersebut. Atas kurangnya kepercayaan masyarakat kemudian muncul Gerakan mahasiswa sebagai penyambung lidah atas keresahan-keresahan masyarakat yang dapat mempertegas hal yang dianggap masih abu-abu. Lewat aksi demonstrasi mahasiswa faktanya menimbulkan reaksi dari Presiden dan tokoh politik dan menjadi salah satu faktor pendorong Presiden Joko Widodo kembali mempertegas dan menyatakan penyelenggaraan pemilu yang akan dilaksanakan tahun 2024 mendatang.

 Mahasiswa sebagai penyalur asiprasi masyrakat dianggap telah berhasil dalam menjalankan tugasnya serta menyampaikan kritikan meskipun masih banyak yang membanding-bandingkan dengan demontrasi tahun 1998. Hal ini dikarenakan perbedaan situasi dan kondisi serta berubahnya zaman sehingga tidak dapat disamaratakan karena yang terjadi merupakan sebuah hasil dari perkembangan pola pikir dan perkembangan zaman di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun