Mohon tunggu...
Emilda Mayang Sari
Emilda Mayang Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan

Saya senang mencoba hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ketidakpuasan Pascapemilu 2024: Fanatisme Politik dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental

7 Mei 2024   19:46 Diperbarui: 7 Mei 2024   20:01 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada Rabu, 20 Maret 2024, sekelompok pendukung hasil pemilu yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar unjuk rasa di depan kantor KPU Menteng, Jakarta Pusat. Aksi ini dipicu oleh ketidakpuasan atas hasil penghitungan suara yang diyakini tidak sesuai dengan harapan banyak pihak, terutama setelah perhitungan cepat (quick count) oleh lembaga-lembaga lain menunjukkan bahwa pasangan calon nomor urut 02 memimpin.

Protes terhadap hasil pemilu tersebut mencakup beragam bentuk, mulai dari protes di media sosial hingga demonstrasi langsung. Beberapa dari mereka merasa bahwa pasangan calon pilihan mereka mendapat suara yang terlalu sedikit dan merasa curiga atas keabsahan hasil tersebut. Selain itu, ada juga yang menilai bahwa pasangan calon yang memimpin tidak layak memimpin karena dianggap melakukan tindakan yang merugikan dalam proses politik.

Salah satu tokoh yang mencuri perhatian dalam unjuk rasa tersebut adalah Mak Tarwiyah, seorang ibu yang vokal dalam menyuarakan ketidakpuasannya. Mulai dari memberikan opini yang buruk terhadap paslon lain hingga dirinya juga menghina Presiden Jokowi,  yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden RI, videonya telah menjadi viral dan tentunya menimbulkan kontroversi. 

Tak hanya Mak Tarwiyah yang menjadi sorotan, karena masih banyak masyarakat ataupun orang-orang yang juga menyuarakan pendapat mereka mengenai hasil pada Pemilu 2024 ini, sikap mereka yang terlalu fanatik terhadap capres pilihannya membuat keadaan Pemilu 2024 cukup berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Dalam konteks yang lebih luas, kejenuhan masyarakat terhadap topik pemilu juga menjadi sorotan. Pembicaraan tentang pemilu merajalela di berbagai tempat, mulai dari rumah tangga hingga tempat kerja, bahkan di tempat-tempat rekreasi. Tak jarang hal tersebut menjadi awal atau pemicu dari perselisihan ataupun perdebatan antar masyarakat yang membela capresnya. Fenomena ini dapat mengganggu kesehatan mental masyarakat, karena topik yang terus-menerus dibahas dapat menimbulkan stres dan kecemasan.

Dalam unjuk rasa tersebut, para peserta meminta kepada pendukung pasangan calon lain yang menolak hasil pemilu untuk menerima keputusan dengan lapang dada. Mereka juga menyerukan agar tidak memprovokasi masyarakat, demi mencegah kerusuhan yang mungkin terjadi pasca-pemilu. Para psikolog mengingatkan bahwa fanatisme politik yang berlebihan dapat merugikan kesehatan mental, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun