Minggu lalu saya sempat berlama-lama di toko buku Gramedia Pondok Indah Mall, salah satu Gramedia terbesar di Jakarta. Di bagian depan toko buku, saya menemui buku bertumpuk-tumpuk dikelompokkan dalam Buku Laris dan Buku Baru. Buku-buku tersebut ada di beberapa meja. Mungkin ada sekitar 8 meja. Pada setiap judul buku, ada buku yang tidak dibungkus plastik, sehingga kita bisa mengetahui isinya sebelum membeli ataupun untuk membawanya ke bangku-bangku yang tersedia dan membacanya sampai habis. Saya menghabiskan waktu di tumpukan buku-buku tersebut, karena memang banyak judul-judul buku yang menarik.
Kalau kita masuk lebih dalam lagi, maka akan ditemui begitu banyak rak-rak yang berisi buku. Selain juga masih ada meja-meja dengan tumpukan buku, seperti yang ditemui di bagian depan toko. Dari cerita saya ini, mudah-mudahan tergambar bahwa pada saat ini terdapat begitu banyak judul-judul buku yang bersaing menarik perhatian pengunjung toko untuk sampai akhirnya terpilih dan dibawa ke kasir. Banjir judul-judul buku tersebut mungkin menyerupai banjir tulisan di Kompasiana. Saya tidak terbayang dengan judul buku yang begitu banyaknya, ada berapa banyak judul buku yang terserap pasar, ada berapa buku yang harus dijual obral sebelum akhirnya terbuang sia-sia, jika tidak ada yang membeli. Selain itu, dengan banjir judul buku seperti ini, berapa lama sebuah judul buku yang menarik bisa bertahan sebelum akhirnya harus menghilang ditelan judul-judul buku yang baru. Perputaran judul buku sepertinya semakin lama semakin cepat. Buku baru datang dan buku lama harus pergi.
Fenomena apakah yang terjadi? Apakah menulis dan menerbitkan buku saat ini merupakan kegiatan yang memberikan keuntungan? Budiman Hakim sekitar enam bulan yang lalu pernah sharing bahwa menulis buku tidak memberikan keuntungan materil. Royalti yang diperoleh kecil karena harga buku yang relatif rendah menurut penulis dan penerbit, tapi sudah terasa mahal oleh pembaca. Selain royalti yang kecil, penulis sering diminta untuk membeli sebagian dari buku, untuk menutup biaya produksi, yang pada akhirnya biaya lebih besar dari pemasukan, kalau bukunya tidak menjadi best seller. Padahal, sebagian buku yang saya lihat merupakan hasil penelitian yang cukup mendalam, yang membutuhkan waktu dan dana yang tidak sedikit. Sebagian buku lainnya merupakan kumpulan tulisan-tulisan pada kolom majalah dan koran ataupun pada blog yang telah dibuat selama bertahun-tahun. Semuanya ini bisa terwujud karena penulisnya telah memiliki kemampuan dasar menulis, baik karena kebiasaan menulis yang dilakukan sejak lama ataupun melalui pengalaman kerja di media massa atau lembaga penelitian. Pada akhirnya, menulis buku yang baik rasanya memang bukan suatu yang mudah.
Di lain pihak, apakah minat membaca kita meningkat? Kalau saya mencoba melihat orang-orang di tempat-tempat publik, ada beberapa yang membawa dan membaca buku, tapi sebagian besar tidak. Bahkan pada saat ini orang lebih banyak yang terbenam dengan blackberry-nya dibandingkan dengan buku. Saya sendiri masih seperti yang dulu, senang membeli buku, tapi tidak sempat untuk membaca semuanya. Kebanyakan saya hanya membaca bagian depan buku, sebelum kemudian saya sudah membeli buku baru lainnya dan melupakan buku yang lama, sampai pada suatu waktu secara kebetulan saya melihat dan tertarik untuk membacanya kembali. Jarang sekali saya menuntaskan buku sampai ke halaman terakhir.
Masalahnya lagi adalah buku harus bersaing mencuri perhatian orang tidak hanya dengan sesama buku, tapi dengan koran, majalah, televisi, bioskop, dvd, blog seperti kompasiana, facebook, kegiatan-kegiatan sosial seperti pengajian, reuni, arisan, mengunjungi keluarga, selain juga olahraga, kerja lembur dan kemacetan di jalan.
Pada akhirnya, menurut saya, menulis buku membutuhkan niat yang kuat bahwa kita ingin memberikan suatu yang baik dan bermanfaat kepada pembaca dan masyarakat pada umumnya, yang diwujudkan melalui usaha memilih tema yang diyakini bermanfaat, penelitian yang memadai, dan gaya penulisan yang menarik, ditambah dengan suatu kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan kegagalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H