Di depan kompleks rumah saya, ada sebuah pasar kecil, yang semakin lama pedagangnya semakin tergusur dan kios serta warungnya diubah menjadi ruko. Lebih dari 10 tahun yang lalu, pasar tersebut menjadi terminal metro mini jurusan Cinere – Blok M. S 619. Sebelum ada metro mini ini, kita harus naik angkot ke Pondok Labu, dan baru dilanjutkan dengan metro mini ke Blok M. Awalnya jumlah metro mini tersebut mungkin hanya 5 buah. Tapi sekarang ini jumlahnya sudah sangat banyak, mungkin sekitar 30 sampai dengan 50 buah. Bentuk terminal tersebut sebenarnya tidak ada. Metro mini hanya di parkir di pinggir jalan, yang kemudian secara teratur berangkat ke Blok M. Entah siapa yang mengatur jadwal mereka, karena saya tidak melihat petugas sebagaimana layaknya saya temui di terminal bus lainnya. Tanpa adanya petugas, penumpang bus tidak pernah tahu kapan sebuah metro mini berangkat, sehingga terdapat kemungkinan penumpang duduk bengong di dalam bus yang kosong menunggu penumpang satu per satu memenuhi bus. Metro mini ini biasanya menginap di terminal, di pinggir jalan tersebut. Hal ini menguntungkan bagi pemilik metro mini karena tidak perlu membuang BBM untuk perjalanan pulang dan tidak perlu menyediakan tempat khusus. Karena jumlahnya banyak, maka semakin lama semakin bertumpuk jumlah bus yang parkir, terutama pada malam hari. Pagi hari di kala matahari masih remang-remang, pada saat saya berangkat meninggalkan rumah, saya metro mini tersebut satu persatu meninggalkan terminal dan sudah menjadi kebiasaan pasti terjadi kemacetan di depan kompleks. Melihat banyaknya metro mini yang parkir tersebut, saya membayangkan metro mini tersebut seperti armada kapal perang perdana menteri legendaris Cao Cao yang sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyerbu aliansi Liu Bei dan Sun Quan di daerah Chibi, sebagaimana yang digambarkan dengan mempesona dalam film Red Cliff. Konon kabarnya pertempuran Chibi merupakan salah satu pertempuran terbesar dalam sejarah Tiongkok, antara pasukan Cao Cao, seorang tuan tanah yang berhasil menguasai dn menyatukan seluruh wilayah utara ke dalam kekaisaran dinasti Han melawan aliansi tuan tanah Liu Bei dan Sun Quan dari Selatan Tiongkok, sebagai bagian dari ambisi Cao Cao untuk menguasai seluruh wilayah kekaisaran Pertempuran yang diperhitungkan akan dengan mudah dimenangkan oleh Cao Cao karena jumlah pasukannya yang jauh lebih besar akhirnya dimenangkan oleh aliansi Liu Bei dan Sun Quan, berkat kerjasama yang baik, antara ahli strategi seorang ahli strategi perang yang cerdas dari kelompok Liu Bei yang bernama Zhuge Liang dan panglima perang yang dingin dari kelompok Sun Quan yang bernama Zhou Yu. Terpengaruh asosiasi tersebut selanjutnya saya melihat jalan raya sebagai suatu arena pertempuran di mana masing-masing bus menggunakan berbagai strategi untuk memenangkan pertempuran. Strategi yang paling tradisional adalah “kejarlah daku kau kutahan” : yaitu kebut-kebutan susul menyusul antar dua bis kota, yang terjadi akibat bis yang pertama berjalan terlalu lambat untuk mengambil lebih banyak mengambil penumpang, sementara bis di belakangnya berusaha berjalan lebih cepat karena sudah tidak ada penumpang tersisa yang tersisa, karena sudah diambil oleh bus di depannya. Susul-susulan terjadi, dan pada saat hati supir semakin panas, mereka adu ketrampilan berakrobatik menyelip dan mengambil ruang-ruang sempit di antara mobil-mobil lainnya untuk badan bus yang besar, dan pengemudi mobil lainnya hanya bisa berdoa semoga tidak tersambar oleh bus-bus tersebut.. Model pertempuran tradisional ini sudah terjadi lebih dari 20 tahun, dipelopori oleh bus-bus dengan ukuran yang lebih besar. Saya memiliki pengalaman menggunakan bus yang kebut-kebutan di mana supir sudah mata gelap untuk memenangkan pertempuran mengabaikan kendaraan-kendaraan lainnya dan berakhir dengan serempetan antar bus tersebut yang mengakibatkan kaca jendela di samping tempat duduk saya pecah dan tebaran kaca menghujani saya. Setelah kecelakaan tersebut, tampaknya supir menjadi sadar dan menjalankan bus seperti biasa, tanpa memperhatikan kondisi saya yang kebetulan hanya menderita luka-luka kecil. Beberapa hari yang lalu saya sempat menyaksikan pertempuran antara dua metro mini di jalan arteri Pondok Indah, di mana satu metro mini loncat masuk ke lajur busway melindas separator dan setelah melihat celah di antara mobil-mobil yang berjalan, kembali loncat ke lajur jalan biasa langsung mengarah ke lajur paling kiri melewati metro mini lawannya yang terhalang beberapa mobil di depannya. Beberapa tahun terakhir ini terjadi perubahan yang dihadapi oleh metro mini, di mana banyak penumpang yang beralih menggunakan motor sehingga jumlah penumpang menurun. Akibat perubahan ini, supir metro mini berinovasi menciptakan strategi- strategi peperangan yang berbeda. Salah satu strategi baru adalah strategi yang disebut “ciptakan kemacetan untuk menghambat pergerakan lawan” di mana metro mini berjalan di tengah-tengah jalur kiri dan jalur kanan dengan lambat sehingga penumpang yang menunggu di halte ataupun pinggir jalan lainnya di luar halte dapat semakin banyak dikumpulkan. Supir metro mini tidak berupaya untuk meminggirkan busnya pada saat menaikkan dan menurunkan penumpang. Tujuan dari tindakan ini adalah membuat lalu lintas di belakang metro mini ini menjadi berjalan lambat atau macet, sehingga pesaingnya tidak dapat menyusul. Karena itu sering kita mengalami suatu kemacetan tanpa sebab tertentu. Metro Mini pesaing yang berupaya menyusul. Caranya bisa melalui membuat kendaraan lain di depannya minggir dengan menciptakan teror menekan gas berulang-ulang yang menimbulkan suara mesin yang keras yang membuat kendaraan di depannya ketakutan atau mengambil jalur yang berlawanan, dengan kecepatan yang relatif tinggi sehingga bisa menyusul cukup banyak mobil di depannya. Kalau kebetulan ada mobil dari arah yang berlawanan, metro mini memepet mobil di sampingnya sehingga bisa kembali ke dalam barisan. Strategi lainnya adalah “tutup akses lawan terhadap calon penumpang”. menunggu penumpang di ujung perempatan, bukan di halte yang letaknya agak jauh dari perempatan, karena biasanya penumpang akan mencari bus yang terdekat. Tindakan lawannya adalah tidak berhenti di depan bus, berhenti di sampingnya, di jalur kedua dari jalan raya, untuk merebut sebagian penumpang. Penumpang akan lebih senang naik bus dalam posisi jalur kedua, karena merasa bus ini akan lebih segera berangkat, mengingat posisinya di tengah jalan. Tindakan balasan dari bus yang sebelumnya berhenti di pinggir adalah bus tersebut kemudian berhenti di tengah jalan, walaupun di pinggir jalan kosong tidak ada bus yang berhenti. Dengan posisi ini, maka lawannya tidak punya kesempatan untuk berhenti dan merebut penumpang. Karena itu, kita sudah terbiasa menghadapi kemacetan pada berbagai perempatan jalan, yang akan semakin ruwet jika pada perempatan tersebut terdapat lampu lalu lintas, seperti misalnya perempatan Pondok Indah – TB Simatupang. Tapi sering juga terjadi aliansi antara metro mini yaitu dengan menggabungkan penumpang-penumpang dari dua atau tiga bus, ke dalam satu bus. Perpindahan penumpang ini biasanya dilakukan secara sejajar, di mana bus berhenti pada dua jalur dan kembali menyebabkan terjadinya kemacetan. Tujuannya adalah untuk melindungi temannya yang sedang menampung penumpang agar tidak disusul oleh lawannya. Strategi ini juga diterapkan di pusat-pusat perbelanjaan, terutama pada saat tutupnya pusat perbelanjaan, di mana metro mini dan kendaraan umum lainnya berkerumun di depan pusat perbelanjaan dan menjadikan pusat perbelanjaan sebagai terminal sehingga tidak tersedia ruang bagi pesaing untuk mengambil penumpang. Untuk mendapatkan posisi yang strategis, metro mini menerapkan strategi “siapa cepat dia dapat”, yaitu ambil posisi di depan pusat perbelanjaan setengah sampai dengan satu jam sebelum jam tutup. Akibatnya, penumpang yang sudah terlanjur naik dari halte sebelumnya sering diajak duduk-duduk bengong di dalam bus menunggu pusat perbelanjaan tutup. Adik dari metro mini, yaitu mikrolet dan angkot, juga menggunakan beberapa strategi dalam pertempuran ini. Salah satunya adalah strategi “biar lambat asal dapat penumpang” yang diterapkan di jalan-jalan kecil, yaitu dengan memperlambat jalannya kendaraan, yang mengakibatkan terjadi antrian panjang dari mobil-mobil di belakang mikrolet jika tidak memiliki kesempatan untuk menyusul. Dalam menghadapi kemacetan, mikrolet dengan gagah berani mengambil lajur untuk kendaraan dari arah yang berlawanan. Keberanian mereka ini yang didukung oleh jumlah mikrolet dan angkot yang banyak mengakibatkan kendaraan dari arah berlawanan ketakutan meminggirkan kendaraannya atau jika tidak ada kesempatan untuk meminggirkan kendaraan, maka terjadilah kemacetan total, sampai kemudian mikrolet dan angkot memaksa kendaraan dari sisi kiri untuk berhenti sehingga mereka bisa masuk kembali ke lajur yang seharusnya. Terhadap penumpang, supir metro mini, mikrolet dan angkot menerapkan strategi "Jebaklah calon penumpang seakan-akan mereka raja". Calon penumpang tidak perlu berjalan ke halte bus, karena kendaraan umum bersedia berhenti di mana saja calon penumpang menghentikan kendaraan. Kendaraan umum juga menjemput penumpang di perempatan jalan, sehingga calon penumpang dapat secepatnya naik ke dalam kendaraan. Calon penumpang juga tidak perlu menunggu dan dapat langsung naik ke dalam kendaraan pada saat pulang berbelanja dan bekerja dari pusat perbelanjaan. Namun setelah masuk ke dalam kendaraan dan membayar, calon penumpang sudah tidak diperhatikan lagi. Ada kemungkinan penumpang harus membuang waktu karena diajak menunggu penumpang lainnya. Kemungkinan lainnya adalah pada saat penumpang menikmati tempat duduk karena bus sepi, tiba-tiba penumpang diminta untuk pindah ke bus lain yang lebih penuh dan akibatnya harus berdiri. Penumpang juga terkadang diturunkan di tengah-tengah jalan berhadapan dengan kendaraan lain, karena metro mini tidak mau berhenti di depan halte. Penumpang juga kadang-kadang harus meloncat turun, karena metro mini tidak mau berhenti lama-lama menunggu penumpang turun dengan selamat. Malam hari, pertempuran selesai. Prajurit kembali ke perkemahannya. Supir metro mini yang menang dapat bergembira karena memperoleh pendapatan lebih banyak dari target setoran. Supir yang kalah mungkin tidak membawa uang ke rumah. Pemilik bus menerima uang setoran, sebagian harus disisihkan untuk membayar cicilan kredit, dan kalau ada sisa untuk perawatan mobil, yang tampaknya semakin lama semakin kurang terawat, terlihat dari asap knalpot yang hitam yang dihirup oleh pengendara motor di belakang metro mini dan mogoknya metro mini yang mengakibatkan kemacetan . Tidak tahu juga dari pertempuran sehari penuh ini seberapa besar hasil yang diperoleh dibandingkan dengan pengorbanan yang terjadi. Tidak tahu juga berapa korban pertempuran, akibat tertabrak, yang tergeletak di kamar jenazah atau di kamar rumah sakit menderita luka-luka. Berapa mobil rusak akibat tertabrak dan terserempet. Berapa pula energi dan waktu yang terbuang akibat kemacetan yang ditimbulkan, serta penumpang yang terabaikan. Bertempur di jalan raya hanya salah satu pekerjaan supir metro mini. Mereka harus tugas lainnya yang harus dikerjakan secara bersamaan, yaitu: 1 Menjalankan mobilnya yang dalam kondisi separo bobrok dan banyak kerusakan. 2 Bolak balik melintasi lalu lintas jakarta yang semrawut, memperhatikan keamanan pengguna jalan lainnya, seperti pengendara motor yang menyerbu dari kiri kanan, dan klakson dari pengendara mobil yang tidak sabaran. 3 Mengawasi setiap orang yang berdiri di pinggir jalan atau baru keluar dari gang, siapa tahu merupakan potensi penumpang. 4 Menghitung jumlah penumpang agar tidak dibohongi oleh kondektur dan terus berhitung apakah target setoran sudah tercapai Bisa dibayangkan betapa beratnya pekerjaan mereka, terlebih mereka tidak hanya bertanggung jawab terhadap uang setoran tetapi juga terhadap keselamatan penumpang dan keselamatan orang-orang di sekitarnya, yang dapat tertabrak atau terlindas oleh metro mini. Dengan beban kerja yang begitu berat dan risiko yang begitu tinggi, sayangnya imbalan balas jasa yang mereka terima tidak sepadan. Di lain pihak, uang yang mereka terima sering digunakan untuk berjudi, bermabuk-mabukan dan melakukan maksiat, sehingga mereka harus bertempur lebih keras keesokan harinya. foto: http://sutanlubis.com/wp-content/uploads/2008/10/macet-bangat-k.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H