Mohon tunggu...
EMI KOSVIANTI
EMI KOSVIANTI Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Kesehatan Ibu/Anak dan Kesehatan Reproduksi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menguak Realitas KDRT: Ketidakadilan Gender dan Dominasi Laki-laki

2 Desember 2024   12:30 Diperbarui: 2 Desember 2024   13:51 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan isu serius yang mengancam keberlangsungan kehidupan sebuah keluarga. Hal ini bukan hanya sekadar masalah individu, melainkan juga mencerminkan ketidakadilan gender yang sudah mengakar dalam masyarakat. Dalam banyak kasus, pelaku KDRT adalah laki-laki, sedangkan korban mayoritas adalah perempuan. Fenomena ini mengungkapkan realitas yang pahit akan dominasi laki-laki dan bagaimana ketidaksetaraan gender merusak fondasi relasi antarmanusia.

KDRT tidak hanya mengakibatkan dampak fisik, tetapi juga meninggalkan luka mendalam secara psikologis bagi korban. Banyak perempuan yang mengalami KDRT mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, hingga PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Ketidakadilan gender dalam relasi ini memunculkan perasaan rendah diri, ketidakberdayaan, dan kehilangan identitas. Dalam jangka panjang, trauma yang dialami bisa berdampak pada anak-anak yang melihat atau mendengarkan kekerasan tersebut, menciptakan siklus KDRT yang sulit diputus.

Dilema Gender dalam KDRT

Dari sudut pandang sosial, terdapat konstruksi gender yang telah berlangsung lama, di mana laki-laki sering kali dipandang sebagai sosok yang kuat, berkuasa, dan dominan. Di sisi lain, perempuan sering kali dianggap lemah, bergantung, dan tidak mampu mengambil keputusan. Konstruksi ini tidak hanya memengaruhi perlakuan terhadap perempuan, tetapi juga memengaruhi persepsi masyarakat terhadap KDRT. Serangkaian stigma dan norma sosial ini menyebabkan banyak perempuan merasa terjebak dalam situasi kekerasan, merasa tidak berdaya, dan terisolasi dari dukungan komunitas.

Kekerasan Tidak Selalu Fisik

Kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu bersifat fisik. Ada banyak bentuk KDRT yang sering kali diabaikan, seperti kekerasan emosional, psikologis, dan ekonomi. Ketidakadilan dalam aspek-aspek ini jarang disadari atau dilaporkan, padahal dampaknya sama seriusnya. Kekerasan emosional dan psikologis dapat memanifestasikan diri dalam bentuk penghinaan, manipulasi, hingga kontrol total atas kehidupan pasangan. Sementara itu, kekerasan ekonomi bisa berarti penguasaan salah satu pihak atas sumber daya finansial, sehingga korban merasa tidak berdaya untuk mengambil keputusan.

Peran Media dan Pendidikan

Pendidikan dan peran media sangat penting dalam mengubah narasi seputar KDRT. Edukasi tentang kesetaraan gender harus dimulai sejak dini. Generasi muda perlu diajarkan untuk menghargai perbedaan dan berkomitmen pada relasi yang sehat, egaliter, dan saling menghormati. Media juga berkontribusi dalam membangun kesadaran akan isu ini dengan menyajikan konten yang mendidik dan menginspirasi dialog tentang ketidakadilan gender serta dampak KDRT.

Peluang Menuju Kesetaraan dan Keadilan

Mengakhiri KDRT memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan seluruh elemen sosial untuk menciptakan lingkungan yang mendukung keadilan gender. Dukungan hukum yang tegas, layanan perlindungan bagi korban, serta program rehabilitasi untuk pelaku sangat penting dalam mengatasi masalah ini. Kesetaraan gender bukanlah impian yang mustahil; ia perlu menjadi komitmen bersama untuk menjamin setiap individu, baik perempuan maupun laki-laki, dapat hidup tanpa kekerasan dan dengan martabat yang setara.

Menguak realitas KDRT adalah langkah awal untuk memahami dan mengatasi ketidakadilan gender yang ada. Dengan menyadari adanya dominasi laki-laki dalam sebuah hubungan, kita dapat bersama-sama menciptakan perubahan yang positif. Melalui pendidikan, kesadaran, dan tindakan nyata, kita bisa bekerja menuju dunia yang lebih seimbang, di mana setiap individu dihargai dan dilindungi. Saatnya kita bersuara, berbagi cerita, dan mendukung satu sama lain demi mengikis dominasi dan membangun relasi yang lebih sehat bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun